Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bukan Tarif Pajak yang Dinaikan, Gaji Pejabat yang Perlu Dipangkas!

23 November 2024   13:17 Diperbarui: 23 November 2024   13:17 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ketimpangan Masyarakat dan Pejabat. Chatgpt.com

Setiap kali isu kenaikan tarif pajak mencuat, keresahan masyarakat selalu menjadi pemandangan yang tidak terhindarkan. Sebagai rakyat biasa, kita sering kali merasa kebijakan semacam ini lebih menyerupai hukuman dibandingkan solusi. Pertanyaannya, apakah menaikkan pajak benar-benar menjadi langkah terbaik untuk menyelamatkan keuangan negara? Atau ada pilihan lain yang lebih masuk akal, seperti memangkas gaji dan tunjangan pejabat yang begitu tinggi?

Ketimpangan yang Terlihat Jelas

Mari kita lihat realitasnya. Di Indonesia, gaji pejabat negara bukan hanya terdiri dari gaji pokok, tetapi juga dilengkapi dengan berbagai tunjangan. Mulai dari tunjangan transportasi, perumahan, representasi, hingga fasilitas pribadi lainnya. Tidak jarang kita mendengar berita tentang pejabat yang menikmati mobil dinas mewah, rumah dinas megah, hingga perjalanan dinas ke luar negeri yang memakan biaya fantastis.

Sementara itu, rakyat kecil, terutama mereka yang berpenghasilan rendah, terus bergulat dengan kenaikan harga kebutuhan pokok akibat pajak yang semakin tinggi. Apakah ini adil? Sebuah survei dari Transparency International bahkan menunjukkan bahwa salah satu ciri negara dengan tata kelola keuangan buruk adalah gaya hidup pejabat yang berlebihan. Hal ini seakan menjadi paradoks ketika anggaran negara justru diambil dari pajak rakyat kecil, tetapi manfaatnya lebih banyak dinikmati oleh segelintir orang di atas.

Dampak Nyata Kenaikan Pajak bagi Masyarakat

Kenaikan tarif pajak bukan sekadar angka di atas kertas. Ia memiliki dampak langsung pada kehidupan sehari-hari masyarakat. Ketika pajak pada kebutuhan dasar seperti bahan bakar, listrik, atau makanan dinaikkan, harga barang dan jasa ikut melonjak. Yang paling terpukul tentu saja kelompok berpenghasilan rendah, yang mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk kebutuhan sehari-hari.

Sebagai contoh, bayangkan seorang pekerja harian dengan penghasilan Rp2 juta per bulan. Ketika harga sembako naik 10% karena pajak, kemampuan belanjanya otomatis berkurang. Bagi orang seperti ini, kenaikan pajak bukan hanya persoalan angka, tetapi soal bertahan hidup.

Sebaliknya, kelompok berpenghasilan tinggi atau pejabat yang memiliki gaji dan tunjangan besar tidak akan terlalu terpengaruh. Mereka memiliki cukup ruang untuk menyesuaikan pengeluaran. Ini menambah jurang ketimpangan yang sudah lebar, menjadikan si kaya semakin kaya dan si miskin semakin miskin.

Gaji Pejabat Apakah Sudah Proposional?

Di sisi lain, mari kita lihat gaji pejabat. Berdasarkan data yang pernah dipublikasikan, gaji pokok seorang pejabat tinggi negara di Indonesia bisa mencapai puluhan juta rupiah. Ini belum termasuk tunjangan lain yang jika dijumlahkan, nilainya bisa berkali lipat dari gaji pokok. Bahkan, menurut laporan dari Global Wealth Report, gaji pejabat di Indonesia tergolong besar dibandingkan dengan rata-rata pendapatan nasional per kapita.

Sebagai perbandingan, di negara maju seperti Swedia, pejabat publik terkenal dengan gaya hidup sederhana. Mereka menggunakan transportasi umum, tinggal di rumah yang tidak mewah, dan tidak menerima tunjangan berlebihan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa uang rakyat dialokasikan dengan bijaksana.

Di Indonesia, situasinya berbeda. Banyak pejabat yang masih mempertahankan gaya hidup mewah. Sebuah laporan investigasi bahkan pernah mengungkap penggunaan anggaran negara untuk fasilitas pribadi, mulai dari renovasi rumah dinas hingga pembelian kendaraan dinas yang nilainya mencapai miliaran rupiah. Ironisnya, ini semua dibiayai oleh pajak yang dibayarkan rakyat, termasuk mereka yang hidup pas-pasan.

Mengapa Gaji Pejabat Harus Dipangkas?

Memangkas gaji dan tunjangan pejabat bukan hanya soal keadilan, tetapi juga soal efisiensi anggaran. Ketika pemerintah menghadapi defisit anggaran, bukankah lebih logis jika penghematan dimulai dari atas? Sebagai pemimpin, pejabat negara seharusnya memberikan contoh dengan menunjukkan bahwa mereka juga bersedia berkorban demi kepentingan bersama.

Selain itu, pengurangan gaji dan tunjangan berlebihan juga dapat mengurangi potensi korupsi. Menurut studi yang diterbitkan dalam Journal of Economic Behavior & Organization, pejabat dengan gaya hidup mewah cenderung lebih rentan terhadap perilaku koruptif untuk mempertahankan status sosial mereka. Dengan hidup lebih sederhana, pejabat tidak hanya memberikan teladan, tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih transparan dan akuntabel.

Apa Solusi yang Bisa Diterapkan?

Jika pemerintah serius ingin meningkatkan keadilan dalam pengelolaan anggaran, berikut beberapa langkah yang bisa diambil:

  1. Audit Gaji dan Tunjangan Pejabat
    Lakukan audit menyeluruh terhadap gaji dan tunjangan pejabat untuk memastikan bahwa semua pengeluaran tersebut benar-benar relevan dan bermanfaat.

  2. Hapus atau Pangkas Tunjangan Tidak Penting
    Fasilitas seperti mobil dinas mewah atau perjalanan dinas yang tidak mendesak sebaiknya dihapus. Pejabat bisa menggunakan fasilitas umum atau opsi yang lebih ekonomis.

  3. Terapkan Pajak Progresif
    Jika kenaikan pajak memang tidak terhindarkan, fokuskan pada kelompok berpenghasilan tinggi. Jangan membebani rakyat kecil yang sudah kesulitan.

  4. Alokasikan Anggaran untuk Kepentingan Rakyat
    Pastikan dana yang dihemat dari pemangkasan gaji pejabat digunakan untuk program yang benar-benar menyentuh masyarakat, seperti subsidi pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

  5. Edukasi dan Transparansi
    Edukasi masyarakat tentang bagaimana pajak mereka digunakan. Transparansi dalam pengelolaan anggaran dapat meningkatkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.

Belajar dari Negara Lain

Beberapa negara telah berhasil menerapkan kebijakan yang memprioritaskan rakyat tanpa membebani mereka dengan pajak tinggi. Sebagai contoh, Selandia Baru berhasil menyeimbangkan anggaran negara dengan cara mengurangi tunjangan pejabat dan memotong pengeluaran yang tidak relevan. Hasilnya, mereka dapat mengalokasikan lebih banyak dana untuk sektor pendidikan dan kesehatan, sehingga meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Indonesia bisa belajar dari pengalaman ini. Dengan mengutamakan efisiensi dan keadilan, kita dapat membangun sistem yang lebih baik tanpa harus terus-menerus membebani rakyat kecil.

Penutup

Kamu sebagai rakyat berhak mendapatkan keadilan. Kenaikan tarif pajak mungkin terlihat seperti solusi cepat untuk meningkatkan pendapatan negara, tetapi itu hanya menambah beban rakyat kecil. Sudah waktunya pemerintah berpikir ulang dan memprioritaskan kebijakan yang lebih adil. Dengan memangkas gaji dan tunjangan pejabat yang berlebihan, kita tidak hanya menghemat anggaran, tetapi juga menciptakan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Mari kita dorong perubahan ini bersama-sama. Jangan biarkan suara rakyat tenggelam dalam kebijakan yang tidak berpihak. Karena sejatinya, kekuatan sebuah negara terletak pada keadilan untuk semua, bukan hanya untuk segelintir orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun