Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apakah Bahan Bakar Ramah Lingkungan Bisa Diterapkan di Indonesia?

19 November 2024   16:47 Diperbarui: 19 November 2024   16:56 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bahan Bakar Ramah Lingkungan.(Chatgpt.com)

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam, namun saat ini menghadapi tantangan besar dalam hal pencemaran lingkungan dan ketergantungan pada bahan bakar fosil. Seiring dengan semakin tingginya kesadaran global tentang pentingnya mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan, muncul sebuah pertanyaan yang penting: Apakah bahan bakar ramah lingkungan bisa diterapkan di Indonesia? Ini bukan sekadar pertanyaan tentang apa yang mungkin, tetapi juga tentang apa yang harus kita lakukan untuk memastikan masa depan bumi yang lebih sehat. Mari kita lihat lebih dalam.

Masalah Lingkungan yang Dihadapi Indonesia

Indonesia saat ini menghadapi berbagai masalah lingkungan serius, salah satunya adalah polusi udara dan emisi gas rumah kaca. Banyak dari masalah ini disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil dalam sektor transportasi, industri, dan pembangkit listrik. Data dari World Bank menyebutkan bahwa sektor energi, yang mencakup pembakaran bahan bakar fosil, menyumbang hampir 70% dari total emisi gas rumah kaca Indonesia. Ini jelas menjadi masalah besar karena polusi udara tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga berdampak langsung pada kesehatan masyarakat.

Selain itu, Indonesia juga mengalami deforestasi yang cukup signifikan, salah satunya akibat penanaman kelapa sawit yang sering digunakan untuk menghasilkan biodiesel. Walaupun biodiesel bisa dianggap lebih ramah lingkungan daripada bahan bakar fosil, produksi kelapa sawit dalam jumlah besar sering kali mengakibatkan kerusakan hutan yang tak terkontrol. Hal ini tentu saja memunculkan dilema besar dalam mengadopsi bahan bakar ramah lingkungan, apakah memang benar-benar ramah atau malah menambah masalah lain?

Potensi Bahan Bakar Ramah Lingkungan di Indonesia

Meskipun ada tantangan yang perlu dihadapi, Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar untuk mengembangkan bahan bakar ramah lingkungan. Salah satu yang paling menjanjikan adalah bioenergi, terutama biodiesel dan bioetanol. Indonesia memiliki perkebunan kelapa sawit yang luas, yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biodiesel yang lebih bersih daripada solar. Pemerintah Indonesia sendiri telah mencanangkan kebijakan B30, yang mengharuskan campuran biodiesel sebanyak 30% dalam bahan bakar solar.

Selain biodiesel, Indonesia juga memiliki potensi besar untuk mengembangkan bioetanol yang berasal dari tanaman pangan seperti jagung, singkong, atau tebu. Bioetanol, seperti yang digunakan di negara-negara maju, dapat menjadi alternatif bahan bakar kendaraan yang lebih ramah lingkungan. Bahkan, Indonesia memiliki banyak daerah penghasil tebu dan jagung yang bisa dijadikan bahan baku produksi bioetanol secara massal.

Namun, penerapan bahan bakar ramah lingkungan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar penerapannya bisa sukses.

Tantangan Infrastruktur dan Teknologi

Tantangan pertama yang harus dihadapi Indonesia adalah infrastruktur yang belum sepenuhnya mendukung. Meskipun biodiesel dan bioetanol sudah mulai digunakan di Indonesia, distribusinya masih terbatas, terutama di daerah-daerah terpencil. Pengadaan fasilitas produksi dan distribusi bahan bakar ramah lingkungan memerlukan investasi yang sangat besar. Selain itu, pengolahan bahan baku, seperti kelapa sawit atau tebu, juga membutuhkan teknologi yang lebih efisien agar proses produksi tidak menyita sumber daya alam secara berlebihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun