Selain itu, fenomena ketidaktepatan sasaran juga sering disebabkan oleh sistem verifikasi yang kurang ketat. Dalam beberapa kasus, pihak sekolah atau dinas terkait tidak melakukan verifikasi yang cukup teliti terhadap calon penerima KIP. Hal ini bisa jadi karena beban kerja yang tinggi atau kekurangan sumber daya manusia.
 Akibatnya, bantuan KIP yang semestinya menjadi hak anak-anak yang membutuhkan malah disalurkan ke mereka yang seharusnya tidak memenuhi syarat. Dalam kondisi seperti ini, anak-anak dari keluarga kurang mampu yang seharusnya bisa terbantu malah harus berjuang lebih keras untuk tetap sekolah.
Kisah lain yang mengilustrasikan masalah ini adalah seorang siswa dari keluarga menengah di perkotaan yang mendapatkan KIP karena terdata sebagai penerima bantuan sosial sejak beberapa tahun lalu. Padahal, kondisi ekonomi keluarga ini telah membaik, dan mereka kini memiliki penghasilan yang cukup untuk membiayai sekolah anak mereka.Â
Namun, karena data penerima tidak diperbarui secara berkala, anak ini tetap terdaftar sebagai penerima KIP, sementara di daerah terpencil, banyak anak yang benar-benar membutuhkan justru tidak mendapatkan akses.
Mengatasi permasalahan ketidakmerataan dan ketidaktepatan sasaran ini tentu bukan hal mudah, tetapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. Salah satu solusi yang perlu dipertimbangkan adalah memperbaiki sistem pendataan penerima manfaat secara menyeluruh dan berkesinambungan.
 Pendataan harus dilakukan secara berkala dan dengan verifikasi yang lebih ketat. Selain itu, pemerintah perlu bekerja sama dengan pihak sekolah dan komunitas setempat untuk memastikan data yang diterima benar-benar akurat dan sesuai kondisi nyata di lapangan.
Pemerintah juga bisa mengandalkan teknologi informasi untuk memperbarui data penerima secara otomatis dan real-time. Penggunaan aplikasi yang dapat diakses oleh masyarakat secara langsung, misalnya, dapat membantu keluarga kurang mampu mengajukan KIP dengan lebih mudah dan transparan. Dalam hal ini, penguatan infrastruktur teknologi di daerah terpencil sangat penting, sehingga mereka tidak ketinggalan informasi mengenai bantuan pemerintah.
Selain pembaruan data, sosialisasi mengenai KIP harus lebih digencarkan, terutama di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau. Pemerintah bisa bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan tokoh masyarakat setempat untuk mengedukasi keluarga yang membutuhkan tentang cara mendaftar dan mengajukan KIP. Dengan cara ini, diharapkan tidak ada lagi anak-anak yang layak mendapat bantuan tetapi tidak terjangkau informasi.
Di sisi lain, masyarakat juga memiliki peran penting dalam memastikan program KIP berjalan dengan baik. Masyarakat perlu turut aktif mengawasi dan melaporkan apabila menemukan kasus ketidaktepatan sasaran. Dengan adanya keterlibatan masyarakat, pemerintah bisa lebih mudah mendeteksi ketidaksesuaian dan menghindari adanya pihak yang tidak berhak menerima bantuan. Selain itu, masyarakat juga bisa menjadi mata dan telinga pemerintah dalam mengevaluasi efektivitas program KIP di lapangan.
Kartu Indonesia Pintar adalah sebuah langkah besar menuju pendidikan yang inklusif di Indonesia. Namun, agar program ini benar-benar efektif dan tepat sasaran, perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak. Pemerintah, sekolah, masyarakat, dan lembaga swasta perlu bersinergi agar setiap anak di Indonesia mendapatkan hak pendidikan yang layak, tanpa terkendala oleh kondisi ekonomi keluarga mereka.Â
Dengan pembaruan data yang akurat, verifikasi ketat, dan sosialisasi yang merata, diharapkan program KIP dapat menjadi solusi nyata bagi ribuan anak Indonesia yang memiliki mimpi dan semangat untuk belajar.