Indonesia adalah negara dengan masyarakat yang sangat beragam, baik dari segi budaya, pendidikan, maupun kondisi ekonomi. Pola konsumsi masyarakat Indonesia pun mencerminkan keragaman ini.
Salah satu fenomena yang menarik untuk dibahas adalah kecenderungan mengonsumsi marginal atau membeli barang dan jasa yang sebenarnya tidak termasuk kebutuhan pokok. Sering kali, masyarakat terdorong untuk mengalokasikan dana terbatas mereka pada hal-hal yang sifatnya sekunder atau bahkan tersier, baik untuk memenuhi gengsi, mengikuti tren, atau sekadar memenuhi keinginan sesaat.
Apa Itu Konsumsi Marginal?
Konsumsi marginal mengacu pada pengeluaran yang dilakukan seseorang di luar kebutuhan utama, seperti makanan pokok, tempat tinggal, dan pendidikan. Dalam kasus masyarakat menengah ke bawah, kebutuhan primer ini seharusnya menjadi prioritas utama. Namun, dalam kenyataannya, banyak masyarakat Indonesia yang justru mengutamakan pengeluaran untuk kebutuhan sekunder atau bahkan tersier, seperti pulsa, gadget terbaru, barang bermerek, hingga produk hiburan yang sebenarnya tidak mendesak.
Sebuah survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga di Indonesia untuk barang-barang non-esensial terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.Â
Meskipun pendapatan relatif stagnan bagi sebagian masyarakat, mereka tetap merasa perlu mengeluarkan uang untuk barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu penting dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena ini menunjukkan bagaimana gaya hidup dan pola pikir masyarakat kita telah berkembang, seiring dengan perubahan ekonomi dan pengaruh teknologi.
Mengapa Konsumsi Marginal Menjadi Tren di Indonesia?
Konsumsi marginal bukan hanya sekadar fenomena sosial, tetapi juga produk dari berbagai faktor kompleks yang berhubungan dengan budaya, ekonomi, dan sosial media. Berikut adalah beberapa alasan yang mendorong konsumsi marginal di Indonesia.
1. Gaya Hidup dan Faktor Gengsi
Salah satu faktor terbesar dalam kecenderungan ini adalah dorongan untuk menunjukkan status sosial. Di era digital dan sosial media, gengsi menjadi hal yang sangat mempengaruhi keputusan konsumsi. Banyak orang merasa harus memiliki barang-barang yang menunjukkan "keberhasilan" atau status tertentu, meskipun mereka harus berhutang untuk mendapatkannya.Â