Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menghidupkan Kembali Cita-Cita Luhur Para Pendiri Bangsa

10 November 2024   15:40 Diperbarui: 10 November 2024   15:49 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Persatuan. chatgpt.com

Indonesia, negeri yang kaya akan keragaman budaya, suku, agama, dan bahasa, berdiri di atas fondasi kebersamaan yang kokoh. Para pendiri bangsa telah merumuskan cita-cita besar saat merdeka membangun negara yang bersatu, adil, makmur, dan bermartabat. Semangat kebersamaan inilah yang terukir dalam Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika, yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Namun, di tengah arus globalisasi dan perubahan zaman, cita-cita luhur ini mulai tergeser. Kini, perbedaan lebih sering menjadi alasan konflik dibanding alat pemersatu. Bagaimana generasi kita bisa menghidupkan kembali semangat kebersamaan di tengah perbedaan dan melestarikan warisan pendiri bangsa?

Persatuan dan Keberagaman

Para pendiri bangsa memiliki pandangan bahwa Indonesia harus menjadi negara yang menghargai keberagaman. Dalam sidang BPUPKI, Soekarno menegaskan bahwa Indonesia yang ia impikan adalah bangsa yang besar, tidak terpecah belah, dan selalu menghargai perbedaan. Berlandaskan semangat kebhinekaan, Pancasila hadir sebagai panduan hidup bersama, yang mengutamakan persatuan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Namun, apa yang kita saksikan sekarang?

Seiring perkembangan teknologi dan arus globalisasi, keberagaman di Indonesia justru sering dijadikan alasan untuk memperuncing perbedaan. Berita tentang konflik antar kelompok, perpecahan atas dasar suku, agama, hingga pandangan politik, semakin sering menghiasi layar televisi dan media sosial. Sayangnya, masyarakat cenderung lebih mudah terprovokasi oleh isu yang memperbesar perbedaan ketimbang menyatukan perbedaan. Hal ini tentu bertentangan dengan cita-cita para pendiri bangsa yang merindukan sebuah negara yang kuat karena perbedaan yang saling melengkapi.

Menjaga Keberagaman Sebagai Kekuatan Bangsa 

Perbedaan adalah kekuatan, bukan kelemahan. Ketika para pendiri bangsa menyusun dasar negara, mereka tidak berusaha menyeragamkan semua warga, melainkan membangun jembatan untuk menyatukan perbedaan. Sering kali, kita lupa bahwa keberagaman yang dimiliki Indonesia adalah anugerah yang harus dirawat. Masyarakat Indonesia perlu menyadari bahwa perbedaan latar belakang, adat istiadat, dan pandangan hidup adalah kekayaan yang menjadikan kita unik di mata dunia. Bahkan, UNESCO telah mengakui keragaman budaya Indonesia sebagai salah satu warisan dunia yang sangat berharga.

Contohnya bahwa perbedaan bisa menjadi kekuatan adalah keberhasilan masyarakat Yogyakarta dalam menjaga kerukunan antara umat Hindu dan Muslim. Di daerah Prambanan, misalnya, meski mayoritas penduduknya beragama Islam, mereka secara turun-temurun merawat Candi Prambanan yang merupakan situs suci umat Hindu. Hubungan harmonis ini menunjukkan bahwa masyarakat dengan latar belakang berbeda bisa hidup berdampingan dan saling menghargai tanpa mempersoalkan perbedaan keyakinan. Hal serupa terjadi di Pulau Bali, di mana masyarakat Hindu dan Muslim hidup berdampingan dalam damai, saling mendukung di bidang ekonomi, seni, dan kebudayaan.

Membangkitkan Kembali Semangat Gotong Royong

Gotong royong bukan sekadar istilah, tetapi nilai luhur yang menjadi jiwa bangsa Indonesia. Di masa lalu, gotong royong adalah perekat masyarakat untuk bersama-sama mengatasi berbagai tantangan. Gotong royong bukan hanya tentang kerja bakti membersihkan lingkungan, tetapi juga tentang bagaimana setiap individu berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih baik. Sayangnya, dengan berkembangnya individualisme dan modernisasi, semangat gotong royong perlahan-lahan memudar.

Padahal, gotong royong adalah kekuatan sosial yang luar biasa. Di beberapa daerah, semangat gotong royong masih bisa kita saksikan. Misalnya, ketika bencana alam terjadi, masyarakat Indonesia sering kali bahu-membahu untuk membantu korban tanpa memandang latar belakang suku atau agama. Hal ini menunjukkan bahwa rasa peduli terhadap sesama masih hidup di hati masyarakat. Kita perlu mengembalikan gotong royong sebagai budaya hidup, terutama di era modern yang cenderung lebih individualis ini. Gotong royong tidak hanya membuat masyarakat lebih kompak, tetapi juga menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial yang kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun