Hutan tropis Indonesia adalah salah satu permata alam yang tak ternilai harganya. Dari Sabang hingga Merauke, jutaan hektar hutan tropis membentang dan menjadi rumah bagi ribuan spesies tumbuhan dan hewan. Hutan-hutan ini tidak hanya menyimpan keindahan alam, tetapi juga berperan besar sebagai penyeimbang ekosistem, penyerap karbon dioksida, pengatur iklim, hingga penyedia sumber kehidupan bagi masyarakat adat yang tinggal di sekitarnya. Namun, sayangnya, laju perusakan hutan di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Penebangan liar, konversi lahan untuk perkebunan kelapa sawit, serta aktivitas pertambangan yang merajalela perlahan-lahan menggerus hutan tropis kita.
Menurut laporan Forest Watch Indonesia (FWI), selama sepuluh tahun terakhir Indonesia telah kehilangan sekitar 2,6 juta hektar hutan per tahunnya. Bayangkan, luas hutan yang hilang setara dengan luas Pulau Bali setiap tahunnya. Kondisi ini membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat deforestasi tertinggi di dunia. Kita tentu tak bisa berdiam diri melihat kenyataan ini, apalagi mengingat betapa besarnya dampak yang akan terjadi bila hutan tropis ini terus mengalami penurunan. Mari kita ulas lebih dalam bagaimana deforestasi berdampak pada kehidupan kita dan kenapa kita semua harus mengambil peran dalam menyelamatkan hutan tropis.
Dampak Perusakan Hutan Terhadap Perubahan Iklim
Hutan tropis adalah paru-paru bumi yang mampu menyerap karbon dioksida (CO2) dalam jumlah besar dan melepaskan oksigen ke atmosfer. Ketika hutan ditebang atau terbakar, karbon yang disimpan dalam pohon-pohon tersebut dilepaskan kembali ke udara, menambah konsentrasi CO2 di atmosfer yang memicu efek rumah kaca. Menurut laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), deforestasi menyumbang sekitar 15% dari total emisi gas rumah kaca di seluruh dunia. Ini berarti perusakan hutan di Indonesia berkontribusi langsung terhadap peningkatan suhu global dan perubahan iklim.
Suhu bumi yang semakin panas menyebabkan dampak berantai, seperti cuaca ekstrem, musim yang sulit diprediksi, dan bencana alam yang semakin sering terjadi. Di Indonesia, dampak ini bisa dilihat dari semakin seringnya banjir dan tanah longsor yang menghancurkan pemukiman dan lahan pertanian. Belum lagi, pemanasan global mempengaruhi produktivitas lahan pertanian yang berpotensi mengganggu ketahanan pangan kita. Jadi, ketika hutan tropis kita tergerus, efeknya tidak hanya terbatas pada lingkungan, tetapi juga pada aspek kehidupan yang lebih luas.
Mengancam Keanekaragaman Hayati
Hutan tropis Indonesia adalah rumah bagi 10% dari total spesies tumbuhan dan hewan di dunia. Spesies-spesies ini hidup dalam ekosistem yang saling mendukung satu sama lain, dari yang terbesar seperti harimau sumatera dan gajah kalimantan hingga serangga kecil dan jamur yang mungkin tak pernah kita sadari keberadaannya. Namun, ketika habitat mereka terusik, mereka menghadapi ancaman kepunahan.
Ambil contoh orangutan di Kalimantan dan Sumatera. Primata yang memiliki hubungan genetik terdekat dengan manusia ini kini berada di ambang kepunahan karena perusakan habitatnya. Data dari World Wildlife Fund (WWF) menunjukkan bahwa populasi orangutan Sumatera turun lebih dari 80% dalam kurun waktu 75 tahun terakhir. Tanpa habitat yang memadai, spesies-spesies ini tidak hanya kehilangan tempat tinggal, tetapi juga sumber makanan dan kesempatan untuk bertahan hidup. Pada akhirnya, hilangnya keanekaragaman hayati ini juga akan berimbas pada kita, terutama dalam bidang medis dan ilmu pengetahuan. Banyak tumbuhan dan hewan di hutan tropis yang belum sepenuhnya diteliti, padahal mereka berpotensi menjadi sumber obat-obatan dan penemuan baru di masa depan.
Merampas Kehidupan Masyarakat Adat
Bagi masyarakat adat yang tinggal di sekitar hutan, hutan tropis bukan hanya sekadar tempat hidup, tetapi juga sumber identitas dan budaya. Mereka telah hidup selaras dengan hutan selama ratusan tahun, menjaga dan memanfaatkan hutan tanpa merusaknya. Namun, alih fungsi lahan dan perusakan hutan kini memaksa mereka kehilangan tanah kelahirannya. Mereka tak hanya kehilangan sumber makanan dan obat-obatan alami, tetapi juga kehilangan warisan budaya yang turun-temurun.