Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apakah Politik Hijau Efektif Sebagai Sarana Kampanye Penanggulangan Sampah?

25 Oktober 2024   08:11 Diperbarui: 25 Oktober 2024   08:12 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik hijau saat ini sedang naik daun di banyak negara, termasuk Indonesia. Dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, politisi mulai menempatkan isu lingkungan, termasuk pengelolaan sampah, di bagian depan kampanye mereka. Dalam kampanye politik hijau, masalah sampah sering kali menjadi fokus utama karena sampah adalah salah satu isu lingkungan yang paling nyata dirasakan masyarakat sehari-hari. Namun, pertanyaannya adalah: seberapa efektif politik hijau sebagai sarana kampanye untuk menangani masalah sampah di Indonesia? Apakah hanya sekadar janji politik, atau benar-benar dapat membawa perubahan nyata?

1. Politik Hijau Sekadar Gimmick atau Komitmen Nyata?

Kita sering kali mendengar janji politisi tentang solusi untuk sampah. Dari ajakan mengurangi penggunaan plastik hingga rencana besar untuk mendaur ulang sampah menjadi energi, kampanye politik hijau menawarkan harapan baru. Tapi, faktanya, banyak dari janji ini yang berakhir hanya menjadi sekadar slogan. Setelah pemilu usai, tak jarang kita menemukan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut tidak direalisasikan secara maksimal. Contoh nyatanya, beberapa daerah masih mengalami krisis sampah meski kampanye politik hijau pernah digalakkan.

Salah satu faktor kunci yang membuat politik hijau sering kali tidak efektif adalah kurangnya komitmen jangka panjang dari politisi itu sendiri. Banyak politisi yang menggunakan isu lingkungan hanya sebagai alat untuk menarik simpati pemilih, tetapi tidak memiliki rencana yang matang untuk menerapkan kebijakan yang dijanjikan. Misalnya, pada Pemilu 2019, beberapa kandidat di berbagai daerah mengusung isu lingkungan sebagai salah satu platform kampanye mereka. Namun, setelah pemilihan, implementasi dari janji-janji tersebut masih minim terlihat di lapangan. Sehingga, ini menimbulkan keraguan apakah politik hijau benar-benar mampu menjadi sarana yang efektif untuk menangani masalah sampah.

2. Sampah di Indonesia Masalah yang Semakin Kompleks

Sebelum berbicara lebih jauh tentang politik hijau, kita perlu memahami betapa seriusnya masalah sampah di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan sekitar 67,8 juta ton sampah per tahun. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 7,5% yang didaur ulang, sementara 69% lainnya berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA), dan sisanya tidak dikelola dengan baik. Sampah plastik menjadi salah satu ancaman terbesar karena butuh ratusan tahun untuk terurai di alam.

Krisis ini semakin diperparah dengan terbatasnya infrastruktur pengelolaan sampah di banyak daerah. Banyak TPA yang sudah kelebihan kapasitas, seperti TPA Bantar Gebang di Jakarta yang menjadi tempat pembuangan sampah terbesar di Asia Tenggara. Selain itu, masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya memilah sampah dan mendaur ulang membuat masalah ini semakin sulit diatasi. Di sinilah politik hijau seharusnya bisa berperan besar, yaitu dengan mendorong kebijakan yang efektif untuk mengelola sampah dari hulu hingga hilir.

3. Kebijakan yang Efektif Antara Rencana dan Implementasi

Politik hijau tidak akan berhasil tanpa kebijakan yang jelas, konsisten, dan komprehensif. Kampanye untuk mengurangi sampah plastik misalnya, bisa menjadi salah satu langkah awal yang baik, tetapi jika tidak diikuti dengan kebijakan konkret yang memfasilitasi pengelolaan sampah secara menyeluruh, hasilnya tidak akan maksimal. Sebagai contoh, kebijakan larangan kantong plastik di beberapa daerah seperti Bali dan Jakarta merupakan langkah positif, tetapi dampaknya akan lebih terasa jika diikuti dengan pengembangan infrastruktur untuk mendaur ulang sampah plastik dan mengedukasi masyarakat untuk beralih ke produk ramah lingkungan.

Namun, kebijakan yang efektif tidak hanya bergantung pada niat baik pemerintah, tetapi juga pada ketersediaan sumber daya yang memadai. Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran yang cukup untuk membangun infrastruktur pengelolaan sampah yang modern dan berkelanjutan. Di samping itu, pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan kebijakan juga sangat penting. Tanpa itu, politik hijau hanya akan menjadi wacana yang kosong. Sebagai contoh, beberapa negara seperti Swedia dan Jerman telah berhasil mengatasi masalah sampah dengan menerapkan kebijakan yang tegas, alokasi dana yang memadai, dan pengawasan ketat terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut. Indonesia bisa belajar dari model ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun