Dalam beberapa tahun terakhir, dunia telah dihadapkan pada ketidakstabilan politik global yang cukup mengkhawatirkan. Konflik geopolitik yang semakin intens, krisis energi yang tak kunjung usai, serta dampak perubahan iklim yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat, menjadi tantangan besar bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Dalam konteks ini, muncul pertanyaan yang semakin relevan: mampukah Prabowo Subianto, salah satu tokoh politik paling menonjol di Indonesia, memperkuat ekonomi nasional di tengah ketidakstabilan politik global yang sedang berlangsung?
Tantangan Ekonomi Nasional dalam Konteks Global
Ketidakstabilan politik global berdampak langsung pada perekonomian nasional. Ketidakpastian yang disebabkan oleh perang dagang, sanksi ekonomi antarnegara, serta fluktuasi harga komoditas global membuat negara-negara berkembang seperti Indonesia berada dalam posisi rentan. Sebagai negara yang memiliki ketergantungan besar pada ekspor sumber daya alam seperti batu bara, minyak kelapa sawit, dan gas alam, Indonesia sering kali terjebak dalam volatilitas harga komoditas. Ketika harga-harga ini jatuh, pendapatan negara pun ikut merosot, yang pada akhirnya memengaruhi anggaran pemerintah untuk proyek-proyek pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Prabowo Subianto, sebagai calon presiden yang memiliki pengaruh besar di kalangan rakyat, sering kali menekankan pentingnya kemandirian ekonomi nasional. Dalam beberapa pidatonya, ia menyebutkan bahwa Indonesia tidak boleh terus bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, energi, dan teknologi. Menurut Prabowo, negara yang kuat adalah negara yang bisa berdiri di atas kakinya sendiri, terutama dalam hal pangan dan energi.
Namun, apakah visi ini cukup untuk menjawab tantangan yang lebih besar di tingkat global? Fakta menunjukkan bahwa saat ini, Indonesia sangat bergantung pada perdagangan internasional, baik untuk ekspor komoditas maupun impor barang-barang teknologi. Ketergantungan ini membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi ekonomi global. Di sinilah tantangan utama bagi Prabowo, jika ia ingin memperkuat ekonomi nasional: bagaimana mengurangi ketergantungan tersebut sambil tetap menjaga hubungan yang baik dengan negara-negara mitra dagang?
Kemandirian Pangan Mitos atau Realitas?
Salah satu fokus utama kebijakan ekonomi Prabowo adalah memperkuat sektor pertanian dan ketahanan pangan. Prabowo percaya bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi lumbung pangan dunia, mengingat luasnya lahan pertanian yang tersedia dan beragamnya komoditas yang bisa dihasilkan. Melalui berbagai program, ia ingin meningkatkan produktivitas pertanian, menciptakan lapangan kerja baru di pedesaan, serta mengurangi ketergantungan pada impor bahan pangan dari luar negeri.
Namun, apakah hal ini dapat diwujudkan dengan cepat? Tantangan di sektor pertanian Indonesia bukanlah hal yang sederhana. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa meski Indonesia merupakan salah satu penghasil beras terbesar di dunia, negara ini masih mengimpor beras setiap tahun. Selain itu, produktivitas petani Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Infrastruktur pertanian yang kurang memadai, minimnya akses petani terhadap teknologi modern, serta perubahan iklim yang memengaruhi hasil panen adalah masalah yang perlu diselesaikan secara komprehensif.
Jika Prabowo serius ingin memperkuat sektor pertanian, ia harus fokus pada pembangunan infrastruktur yang mendukung, seperti irigasi yang lebih baik, akses kredit bagi petani, serta inovasi teknologi pertanian. Dengan mengoptimalkan potensi ini, bukan tidak mungkin Indonesia bisa mencapai kemandirian pangan dan bahkan menjadi pengekspor komoditas pertanian yang unggul di masa depan.
Transformasi Digital dan Industri Berbasis Teknologi