Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Selamat Bekerja, Pak Prabowo Pemberantasan Korupsi jadi Tantangan Berat

21 Oktober 2024   08:13 Diperbarui: 21 Oktober 2024   08:13 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo Subianto mengumumkan nama-nama menterinya di Istana, Jakarta, Minggu (20/10/2024). (KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA)

Pelantikan Pak Prabowo Subianto sebagai pejabat tinggi negara menandai babak baru dalam perjalanan politik Indonesia. Banyak tantangan besar yang akan dihadapi dalam masa jabatan ini, tetapi salah satu yang paling berat dan menjadi sorotan publik adalah tugas pemberantasan korupsi. Mengapa? Karena korupsi adalah penyakit lama yang tidak kunjung sembuh di negeri ini. Meski berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah sebelumnya, praktik korupsi tetap merajalela, mulai dari tingkat pusat hingga daerah.

Dalam konteks pemerintahan yang diwarnai dengan berbagai kepentingan politik dan ekonomi, korupsi bukanlah masalah sepele. Data dari Transparency International pada tahun 2023 menempatkan Indonesia di peringkat 110 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi (CPI). Angka ini jelas menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi masalah serius yang perlu ditangani secara tuntas. Sebagai pemimpin yang kini memiliki posisi strategis, Pak Prabowo dihadapkan pada tanggung jawab besar untuk menciptakan pemerintahan yang lebih bersih dan transparan. Namun, apakah tugas ini mudah? Tentu tidak.

Korupsi: Masalah Sistemik yang Mengakar

Korupsi di Indonesia tidak hanya terbatas pada perilaku individu, tetapi sudah menjadi masalah sistemik. Ini berarti, korupsi tidak hanya dilakukan oleh satu atau dua orang pejabat yang menyalahgunakan jabatan mereka, melainkan juga melibatkan berbagai lapisan birokrasi dan sektor swasta. Korupsi di negara ini sering kali dilakukan secara terorganisir dan tersembunyi, sehingga sulit untuk diberantas dengan cara konvensional.

Misalnya, kasus megakorupsi proyek e-KTP yang menghebohkan beberapa tahun lalu, melibatkan sejumlah besar pejabat tinggi negara. Kasus ini menunjukkan betapa kompleksnya jaringan korupsi yang ada, di mana korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat kemajuan berbagai proyek pembangunan yang seharusnya menguntungkan masyarakat luas.

Lebih lanjut, kasus lain seperti korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memperlihatkan bahwa praktik ini sudah menjalar ke berbagai sektor. BUMN yang seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi nasional justru menjadi lahan subur bagi oknum-oknum yang ingin memperkaya diri. Korupsi ini tidak hanya merusak kredibilitas lembaga terkait, tetapi juga berdampak langsung pada masyarakat, misalnya dalam bentuk kenaikan biaya pelayanan publik.

Tantangan Berat bagi Pak Prabowo

Menyadari betapa kompleks dan luasnya jaringan korupsi di Indonesia, tugas Pak Prabowo tentu tidak akan mudah. Salah satu tantangan terbesar yang akan dihadapi adalah bagaimana menangani korupsi yang sudah mengakar kuat ini tanpa memicu resistensi politik yang bisa menghambat jalannya pemerintahan. Apakah mungkin untuk memberantas korupsi tanpa menghadapi oposisi kuat dari pihak-pihak yang diuntungkan dari sistem yang korup?

Pak Prabowo diharapkan dapat mengambil langkah tegas untuk memperbaiki sistem birokrasi yang sering kali menjadi sarang bagi para pelaku korupsi. Salah satu reformasi penting yang harus dilakukan adalah memperbaiki regulasi dan meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan anggaran negara. Selain itu, harus ada mekanisme yang lebih transparan dan akuntabel dalam proses pengadaan barang dan jasa, serta pengelolaan proyek-proyek besar yang sering menjadi lahan korupsi.

Bukti konkret dari perlunya reformasi ini bisa dilihat dari laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang pada tahun 2022 menemukan lebih dari 18.000 temuan ketidaksesuaian dalam pengelolaan keuangan negara di berbagai lembaga. Dari temuan ini, diperkirakan negara mengalami kerugian sebesar triliunan rupiah. Hal ini tentu menjadi bukti bahwa tanpa adanya reformasi birokrasi yang signifikan, korupsi akan terus berulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun