Kekerasan di tempat kerja sering kali diasosiasikan dengan kekerasan fisik atau tindakan agresi yang kasatmata. Namun, ada bentuk kekerasan lain yang tidak kalah merugikan dan sering luput dari perhatian: kekerasan verbal. Kekerasan verbal di lingkungan kerja bisa datang dalam bentuk komentar merendahkan, hinaan, ejekan, atau tekanan psikologis melalui kata-kata yang tajam dan menyakitkan. Meski tidak meninggalkan luka fisik, dampak psikologis yang ditimbulkannya bisa sangat parah, bahkan berujung pada penurunan produktivitas dan peningkatan beban kerja.
Fenomena ini bukan hal baru di dunia kerja modern. Dalam survei global yang dilakukan oleh Workplace Bullying Institute pada 2021, lebih dari 30% pekerja di seluruh dunia mengaku pernah mengalami kekerasan verbal di tempat kerja. Di Indonesia, data yang serupa juga menunjukkan tingginya angka pelecehan verbal di kantor-kantor, baik di sektor swasta maupun pemerintahan. Sayangnya, sebagian besar korban memilih untuk diam, karena takut akan dampak buruk terhadap karier mereka. Ini membuat kekerasan verbal menjadi masalah yang tersembunyi, tetapi sangat nyata.
Dampak Kekerasan Verbal Terhadap Beban Kerja
Tidak bisa dipungkiri, kekerasan verbal menambah beban kerja seseorang, tidak hanya dari segi fisik tetapi juga mental. Ketika seseorang menjadi sasaran kekerasan verbal, suasana hati dan kondisi emosionalnya terganggu. Ini bukan hanya perasaan sementara, tetapi bisa merusak motivasi kerja secara jangka panjang. Misalnya, seorang karyawan yang setiap hari mendapat kritik tajam dan kasar dari atasan atau rekan kerjanya akan merasa cemas setiap kali masuk kantor. Kecemasan ini bisa berujung pada penurunan semangat, gangguan konsentrasi, hingga produktivitas yang jauh dari optimal.
Jika terus dibiarkan, kekerasan verbal dapat menyebabkan karyawan merasa burnout. Burnout atau kelelahan kerja bukan hanya diakibatkan oleh banyaknya tugas, tetapi juga oleh tekanan psikologis. Sebuah studi yang diterbitkan oleh American Psychological Association (APA) menyebutkan bahwa stres akibat lingkungan kerja yang penuh dengan kekerasan verbal dapat memperburuk kondisi mental seseorang. Pada akhirnya, ini akan menambah beban kerja secara keseluruhan, karena karyawan yang merasa tertekan tidak dapat bekerja dengan maksimal.
Salah satu contoh nyata dapat dilihat dari kasus seorang karyawan perusahaan multinasional di Jakarta yang melaporkan bahwa setelah setahun mengalami tekanan verbal dari atasan, ia merasa kehilangan semangat untuk bekerja. Tugas-tugas yang biasanya bisa ia selesaikan dengan cepat menjadi terasa berat, dan ia sering kali tertinggal dari deadline yang ditetapkan. Kondisi ini pada akhirnya menambah beban kerja, bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk timnya, yang harus menanggung pekerjaan yang tertunda.
Efek Kekerasan Verbal pada Kinerja dan Efisiensi Kerja
Kekerasan verbal di tempat kerja tidak hanya berdampak pada korban secara individual, tetapi juga pada keseluruhan tim dan perusahaan. Ketika seorang karyawan berada di bawah tekanan verbal yang terus-menerus, ia akan kehilangan kepercayaan diri. Akibatnya, mereka menjadi ragu dalam mengambil keputusan, lebih lamban dalam menyelesaikan tugas, dan cenderung menghindari tanggung jawab. Hal ini tentu menurunkan efisiensi kerja, baik secara individu maupun tim.
Di sisi lain, tim kerja yang tidak mendukung dan penuh dengan kekerasan verbal akan menciptakan suasana kerja yang toxic. Dalam lingkungan kerja yang toxic, tingkat kerja sama tim cenderung menurun. Alih-alih bekerja bersama untuk mencapai tujuan perusahaan, karyawan lebih fokus untuk melindungi diri dari tekanan verbal yang mereka alami. Suasana ini juga berdampak pada produktivitas secara keseluruhan, karena komunikasi yang tidak efektif dan suasana kerja yang tidak harmonis akan memperlambat setiap proses kerja.
Kondisi seperti ini bahkan dapat memicu konflik internal di antara karyawan. Misalnya, karyawan yang sering mendapatkan tekanan verbal dari atasannya bisa melampiaskan kemarahannya kepada rekan-rekan kerjanya. Situasi ini menciptakan lingkaran kekerasan verbal yang terus berlanjut, sehingga menambah beban kerja baik secara fisik maupun mental.