Sumatera Utara (Sumut) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan potensi alam, terutama di sektor pertanian. Daerah ini dikenal sebagai lumbung pangan yang penting, menghasilkan komoditas seperti kopi, kakao, kelapa sawit, karet, padi, dan berbagai tanaman hortikultura. Meski begitu, kesejahteraan petani di Sumut masih jauh dari harapan. Mereka sering dihadapkan pada berbagai tantangan, mulai dari akses terhadap teknologi pertanian, fluktuasi harga, infrastruktur yang buruk, hingga minimnya dukungan permodalan. Dalam konteks inilah, pemilihan gubernur baru menjadi momen krusial bagi petani untuk menyuarakan aspirasi mereka, berharap calon gubernur baru mampu membawa perubahan yang nyata dan berkelanjutan.
1. Akses Teknologi Pertanian Modern
Salah satu masalah mendasar yang dihadapi petani di Sumut adalah keterbatasan akses terhadap teknologi pertanian modern. Di era yang semakin maju ini, teknologi memainkan peran penting dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi pertanian. Misalnya, penggunaan mesin traktor modern dapat mempercepat proses pengolahan lahan, sementara sistem irigasi otomatis dapat mengoptimalkan penggunaan air. Namun, banyak petani di Sumut masih bergantung pada metode tradisional yang memakan waktu dan tenaga lebih besar.
Harapan petani kepada calon gubernur baru adalah adanya program yang mempermudah akses terhadap teknologi pertanian ini. Pemerintah dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan dan perusahaan swasta untuk menyediakan alat-alat pertanian modern dengan harga terjangkau atau melalui program subsidi. Selain itu, pelatihan penggunaan teknologi kepada petani secara rutin sangat diperlukan agar mereka dapat memanfaatkannya secara optimal. Bukti nyata keberhasilan program teknologi pertanian terlihat di negara-negara seperti India dan Vietnam, di mana produktivitas petani meningkat pesat setelah pemerintah menggalakkan inovasi teknologi.
2. Stabilitas Harga Hasil Pertanian
Fluktuasi harga komoditas pertanian sering kali menjadi momok yang menakutkan bagi para petani. Harga yang tidak stabil membuat pendapatan mereka tidak menentu. Ketika harga hasil pertanian anjlok, banyak petani terpaksa menjual produknya dengan harga murah, yang jauh di bawah biaya produksi. Sebagai contoh, harga karet dan kelapa sawit, dua komoditas utama di Sumut, sering kali mengalami penurunan drastis, yang berdampak langsung pada kesejahteraan petani.
Petani berharap gubernur baru mampu merumuskan kebijakan yang dapat melindungi mereka dari fluktuasi harga. Salah satu solusinya adalah dengan membangun sistem jaminan harga minimum (floor price), di mana pemerintah membeli hasil pertanian dengan harga yang sudah ditentukan jika harga pasar jatuh di bawah harga tersebut. Program ini telah berhasil diterapkan di beberapa negara, termasuk Thailand, yang berhasil menjaga kestabilan harga beras dan meningkatkan kesejahteraan petani lokal. Selain itu, penguatan koperasi pertanian diharapkan dapat membantu petani dalam memasarkan produk mereka secara langsung ke pasar tanpa melalui perantara, sehingga harga jual menjadi lebih kompetitif.
3. Infrastruktur yang Memadai
Infrastruktur yang buruk juga menjadi salah satu masalah serius yang dihadapi oleh petani di Sumut. Banyak daerah pertanian yang sulit dijangkau karena jalanan yang rusak atau akses transportasi yang tidak memadai. Ini berdampak pada distribusi hasil tani, terutama saat musim hujan tiba, ketika jalan-jalan yang menghubungkan desa-desa penghasil komoditas menjadi tidak dapat dilalui. Akibatnya, hasil panen sering kali rusak sebelum sampai ke pasar, yang tentu merugikan petani.
Petani berharap gubernur baru mampu memprioritaskan perbaikan infrastruktur, terutama jalan penghubung antar desa, akses transportasi, dan fasilitas penunjang lainnya. Perbaikan infrastruktur akan memudahkan distribusi hasil pertanian, mengurangi biaya logistik, dan mempercepat waktu pengiriman produk ke pasar. Selain itu, dengan adanya infrastruktur yang baik, petani akan memiliki akses yang lebih mudah ke sumber daya pertanian, seperti pupuk, bibit, dan teknologi.