Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Miris, Gen Z Penyumbang Penganguran Terbanyak di Indonesia

9 Oktober 2024   09:48 Diperbarui: 9 Oktober 2024   09:53 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gen Z Mencari Pekerjaan. Pexels.com/Nataliya Vaitkevich

Generasi Z, generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, kerap dipandang sebagai generasi emas yang penuh potensi dan inovatif. Mereka tumbuh di tengah perkembangan teknologi digital yang pesat, memiliki akses luas terhadap informasi, dan secara alami mampu beradaptasi dengan cepat dalam dunia yang terus berubah. Namun, ironisnya, di Indonesia, Gen Z justru menjadi kelompok penyumbang terbesar dalam angka pengangguran. Fakta ini tentu sangat memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian serius. Bagaimana bisa generasi yang seharusnya menjadi motor penggerak perubahan ini terperangkap dalam situasi yang sulit seperti itu?

Ketidaksesuaian Keterampilan dan Kebutuhan Pasar Kerja

Salah satu penyebab utama tingginya pengangguran di kalangan Gen Z adalah ketidaksesuaian antara keterampilan yang mereka miliki dengan apa yang dibutuhkan di dunia kerja. Meski Gen Z dikenal sangat mahir dalam hal teknologi, banyak perusahaan yang justru mencari keterampilan spesifik yang sesuai dengan kebutuhan industri mereka. Dunia kerja saat ini tidak hanya memerlukan orang yang pandai mengoperasikan gadget atau media sosial, tetapi juga keterampilan teknis yang mendalam dan relevan dengan bidang pekerjaan tertentu.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, angka pengangguran di Indonesia mencapai 5,86%, dengan sebagian besar pengangguran berasal dari usia muda, terutama mereka yang baru saja lulus sekolah atau perguruan tinggi. Banyak dari mereka yang mengalami kesulitan menemukan pekerjaan karena kurangnya keterampilan teknis yang dibutuhkan perusahaan. Misalnya, sektor industri manufaktur, pertanian, dan teknik membutuhkan tenaga kerja yang memiliki keahlian spesifik, sementara banyak lulusan Gen Z yang justru berfokus pada bidang kreatif atau teknologi informasi yang pasarnya sangat kompetitif.

Fakta ini menunjukkan adanya kesenjangan antara dunia pendidikan dan kebutuhan industri. Kurikulum di banyak institusi pendidikan masih belum mampu mengejar laju perkembangan teknologi dan tuntutan pasar kerja. Lulusan baru sering kali tidak siap menghadapi tantangan dunia kerja karena keterampilan yang mereka peroleh di bangku pendidikan tidak relevan dengan pekerjaan yang tersedia. Akibatnya, banyak dari mereka yang akhirnya terjebak dalam situasi pengangguran meski memiliki gelar akademis.

Sistem Pendidikan yang Kurang Adaptif

Permasalahan ini juga tidak terlepas dari sistem pendidikan di Indonesia yang belum sepenuhnya responsif terhadap perubahan zaman. Kurikulum yang diajarkan di sekolah dan perguruan tinggi sering kali masih berfokus pada teori daripada praktik yang relevan dengan kebutuhan industri saat ini. Banyak lulusan yang menguasai ilmu secara teori, tetapi ketika memasuki dunia kerja, mereka kesulitan menerapkan ilmu tersebut dalam konteks yang praktis.

Di era digital seperti sekarang ini, industri menuntut tenaga kerja yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki keterampilan soft skill dan hard skill yang memadai. Namun, sayangnya, banyak institusi pendidikan yang belum mampu menyediakan program pelatihan atau magang yang dapat membantu siswa mereka untuk siap menghadapi dunia kerja. Kurangnya kesempatan untuk mendapatkan pengalaman kerja sejak dini membuat banyak Gen Z harus memulai karier mereka dari nol setelah lulus, yang pada akhirnya menambah angka pengangguran.

Menurut laporan dari World Economic Forum, keterampilan seperti pemecahan masalah yang kompleks, berpikir kritis, dan kemampuan beradaptasi dengan teknologi akan menjadi sangat penting di masa depan. Namun, berdasarkan studi yang dilakukan oleh McKinsey, hanya 43% dari institusi pendidikan di Indonesia yang berfokus pada pengembangan keterampilan tersebut. Ini menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan besar antara dunia pendidikan dan kebutuhan dunia kerja di era digital ini.

Perubahan Pola Kerja dan Ekspektasi Gen Z

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun