Sampah telah menjadi masalah serius di Indonesia selama bertahun-tahun. Dari perkotaan besar hingga pedesaan, tumpukan sampah yang terus membesar menjadi pemandangan sehari-hari yang tidak bisa dihindari. Setiap tahun, volume sampah di Indonesia mencapai lebih dari 64 juta ton, dengan sebagian besar berasal dari sampah rumah tangga.Â
Meskipun telah ada kebijakan untuk mengatasi masalah ini, seperti pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA), kenyataannya fungsi TPA di banyak daerah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini memicu berbagai persoalan lingkungan yang berdampak langsung pada kesehatan masyarakat dan kelestarian alam. Mengapa masalah ini terus terjadi? Dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya?
Fakta Seputar TPA di Indonesia
Sebelum membahas lebih lanjut tentang masalahnya, mari kita lihat bagaimana kondisi TPA di Indonesia. Saat ini, terdapat sekitar 380 TPA di seluruh negeri. Sayangnya, hanya 10% dari TPA tersebut yang menerapkan metode pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Sisanya, sekitar 90%, masih menggunakan metode open dumping atau pembuangan terbuka, di mana sampah hanya ditumpuk tanpa pengolahan. Metode ini sangat berbahaya, karena menghasilkan gas metana yang memicu pemanasan global dan mencemari lingkungan sekitar.
Sebagai contoh, TPA Bantar Gebang di Bekasi, yang menjadi salah satu TPA terbesar di Asia Tenggara, menerima sekitar 7.000 ton sampah setiap hari dari wilayah Jakarta. Namun, sebagian besar sampah di sana tidak diolah dengan baik. Hanya sebagian kecil yang didaur ulang, sementara sisanya ditimbun, menciptakan gunung sampah setinggi puluhan meter yang menjadi ancaman bagi penduduk sekitar. Bau menyengat, pencemaran air tanah, dan gas berbahaya seperti metana adalah masalah nyata yang ditimbulkan oleh TPA yang tidak berfungsi secara optimal.
Mengapa TPA Tidak Berjalan Semestinya?
Ada beberapa alasan mengapa TPA di Indonesia tidak berjalan sesuai harapan. Pertama, kurangnya fasilitas dan teknologi yang memadai untuk mengelola sampah. Sebagian besar TPA di Indonesia hanya berfungsi sebagai tempat pembuangan akhir tanpa adanya sistem pengolahan yang efisien. Di negara-negara maju, TPA dilengkapi dengan teknologi canggih yang mampu mengubah sampah menjadi energi atau bahan daur ulang. Namun, di Indonesia, keterbatasan anggaran dan prioritas yang tidak tepat membuat teknologi tersebut belum diterapkan secara luas.
Kedua, rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemilahan sampah di tingkat rumah tangga. Kebanyakan orang masih membuang sampah secara sembarangan tanpa memisahkan antara sampah organik, plastik, dan bahan berbahaya. Padahal, pemilahan sampah sangat penting untuk mempermudah proses daur ulang dan pengolahan di TPA. Misalnya, di Jepang, pemilahan sampah sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat, di mana setiap rumah tangga memiliki sistem pemisahan yang ketat berdasarkan jenis sampah. Jika kamu melakukan hal yang sama di Indonesia, proses pengelolaan sampah akan jauh lebih mudah dan efisien.
Selain itu, lemahnya regulasi dan pengawasan dari pemerintah juga turut berkontribusi pada tidak optimalnya fungsi TPA. Banyak TPA yang dikelola secara sembarangan tanpa memperhatikan standar lingkungan. Regulasi yang ada terkadang tidak dilaksanakan dengan ketat, sehingga operator TPA tidak merasa perlu untuk melakukan pengelolaan sampah dengan benar. Akibatnya, TPA hanya menjadi lahan kosong tempat sampah menumpuk, bukan pusat pengolahan yang ramah lingkungan.
Dampak Buruk TPA yang Tidak Berfungsi