Stunting adalah salah satu isu kesehatan yang mendesak di Indonesia dan. Bukan hanya tentang fisik anak yang tumbuh lebih pendek dari rata-rata, tetapi stunting menyimpan dampak yang jauh lebih besar bagi kualitas hidup anak di masa depan. Permasalahan ini telah lama menjadi perhatian pemerintah, organisasi kesehatan, dan masyarakat. Namun, di tengah kampanye besar-besaran untuk mengatasi stunting, kita perlu bertanya: Apakah Indonesia benar-benar bisa terbebas dari stunting, atau ini hanya sekadar harapan belaka?
Apa Itu Stunting dan Mengapa Ini Penting?
Stunting merupakan kondisi yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis sejak awal kehidupan anak, bahkan sejak dalam kandungan. Kekurangan gizi pada fase ini berdampak buruk pada pertumbuhan fisik dan perkembangan otak anak. Ketika stunting terjadi, bukan hanya tinggi badan anak yang terpengaruh, tetapi juga kemampuan kognitif dan kesehatan jangka panjang. Anak yang stunting lebih rentan mengalami gangguan perkembangan, prestasi akademis yang rendah, serta berisiko terkena penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, hingga penyakit jantung ketika dewasa nanti.
Di Indonesia, stunting masih menjadi masalah serius. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, pada tahun 2021, sekitar 24,4% anak balita mengalami stunting. Meski angka ini menurun dari tahun-tahun sebelumnya, pencapaian tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan pemerintah, yakni menurunkan prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024. Angka ini menunjukkan bahwa hampir satu dari empat anak di Indonesia tidak mendapatkan nutrisi yang cukup untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
Penyebab Utama Stunting di Indonesia
Stunting tidak muncul begitu saja. Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingginya angka stunting di Indonesia. Salah satu penyebab utamanya adalah malnutrisi kronis yang terjadi sejak masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Pada periode 1.000 hari pertama kehidupan, yang mencakup masa kehamilan dan dua tahun pertama kehidupan anak, tubuh dan otak anak berkembang dengan sangat pesat. Jika kebutuhan nutrisinya tidak terpenuhi dengan baik pada masa ini, dampaknya akan dirasakan seumur hidup.
Masalah lain yang turut berperan adalah minimnya akses terhadap makanan bergizi dan pelayanan kesehatan yang memadai. Di beberapa daerah pedesaan dan terpencil, akses terhadap makanan bergizi masih terbatas. Selain itu, banyak ibu hamil dan ibu menyusui yang kurang mendapatkan edukasi mengenai pentingnya gizi seimbang. Akibatnya, asupan nutrisi yang diperlukan untuk mendukung perkembangan janin dan bayi tidak terpenuhi dengan baik.
Tidak hanya itu, kemiskinan juga menjadi faktor besar yang mempengaruhi tingginya angka stunting di Indonesia. Keterbatasan ekonomi membuat banyak keluarga tidak mampu menyediakan makanan bergizi yang diperlukan untuk anak-anak mereka. Meskipun pemerintah telah meluncurkan berbagai program bantuan sosial, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), implementasinya belum merata di seluruh wilayah Indonesia.
Upaya Pemerintah dalam Menangani Stunting
Pemerintah Indonesia menyadari betapa seriusnya masalah stunting ini. Oleh karena itu, berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan angka stunting. Salah satu langkah signifikan yang diambil adalah peluncuran Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting yang dilaksanakan sejak tahun 2018. Program ini bertujuan untuk mempercepat penurunan angka stunting melalui intervensi gizi, peningkatan akses air bersih, sanitasi, serta perbaikan layanan kesehatan.