Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hentikan Stigma Negatif terhadap Anak Autisme: Mari Memahami, Menerima dan Berempati

26 Agustus 2024   20:56 Diperbarui: 26 Agustus 2024   21:51 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kedua, kita perlu menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung. Sekolah, misalnya, harus menjadi tempat di mana semua anak, termasuk anak-anak autisme, merasa diterima dan dihargai. 

Pendidikan inklusif bukan hanya tentang memasukkan anak-anak autisme ke dalam kelas reguler, tetapi juga tentang memastikan bahwa mereka mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk belajar dan berkembang. Ini bisa mencakup pelatihan bagi guru dan staf sekolah tentang cara mengajar anak-anak autisme, menyediakan alat bantu yang diperlukan, atau bahkan menyesuaikan kurikulum agar lebih sesuai dengan kebutuhan mereka.

Selain di sekolah, dukungan juga harus datang dari keluarga dan masyarakat. Keluarga harus diberi pemahaman dan dukungan agar mereka bisa merawat dan mendukung anak-anak autisme dengan cara yang tepat. Masyarakat juga perlu diajak untuk lebih peduli dan terlibat dalam mendukung anak-anak autisme. Misalnya, dengan mengadakan kegiatan yang melibatkan anak-anak autisme bersama anak-anak lainnya, atau dengan memberikan informasi yang benar tentang autisme melalui kampanye atau media sosial.

Ketiga, kita perlu mengubah cara kita berbicara tentang autisme. Bahasa yang kita gunakan bisa sangat mempengaruhi cara pandang kita terhadap sesuatu. Alih-alih menggunakan kata-kata yang memperkuat stigma, seperti "cacat" atau "abnormal," kita bisa menggunakan kata-kata yang lebih netral dan menghargai, seperti "unik" atau "berbeda." Dengan begitu, kita bisa membantu mengubah cara pandang masyarakat terhadap autisme dan anak-anak yang mengalaminya.

Akhirnya, semua upaya ini harus didukung oleh kebijakan yang berpihak pada anak-anak autisme. Pemerintah perlu membuat kebijakan yang memastikan bahwa anak-anak autisme mendapatkan hak-hak mereka, termasuk hak atas pendidikan, kesehatan, dan perlindungan. Kebijakan ini juga harus mencakup pelatihan dan dukungan bagi keluarga dan tenaga pendidik, serta kampanye untuk mengedukasi masyarakat tentang autisme.

Dengan memahami dan menghargai perbedaan yang dimiliki oleh anak-anak autisme, kita tidak hanya menghentikan stigma yang merugikan mereka, tetapi juga membantu menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan adil. Anak-anak autisme adalah bagian dari keragaman yang membuat dunia ini lebih berwarna. Mari kita berhenti melihat mereka sebagai masalah yang harus diatasi, dan mulai melihat mereka sebagai individu yang memiliki potensi besar untuk berkembang dan berkontribusi bagi masyarakat.

Kamu bisa ikut berkontribusi dalam menghentikan stigma ini. Mulailah dari diri sendiri, dengan mengedukasi diri tentang autisme dan bagaimana kita bisa mendukung anak-anak autisme di sekitar kita. Perlakukan mereka dengan rasa hormat dan pengertian, seperti yang kita harapkan dari orang lain terhadap diri kita. Ingat, setiap anak, termasuk anak-anak autisme, berhak untuk hidup di dunia yang menerima dan menghargai mereka apa adanya. Saatnya kita menghentikan stigma dan mulai melihat autisme sebagai bagian dari keanekaragaman yang memperkaya kehidupan kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun