Ketika kesibukan mulai datang menjelang penyampaian SPT Tahunan di penghujung Maret 2012, berita tentang salah seorang kolega yang menjadi tersangka “rekening gendut” seakan membangkitkan trauma pada masa kasus Gayus dua tahun lalu. Betapa tidak, kasus Gayus telah memporakpondakan reformasi birokrasi yang telah dimulai di institusi kami sejak tahun 2002. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Hampir semua pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mendapatkan cemooh baik langsung maupun tidak langsung dari kenalan bahkan keluarga. Butuh waktu yang lama untuk memulihkansemangat reformasi itu, namun kini kembali kami mendapatkan cerita yang sama.
Setelah kasus Gayus terjadi, banyak hal yang dilakukan oleh institusi kami untuk mencegah hal itu terulang kembali. Saluran pengaduan Wajib Pajak (WP) dibuka hampir di semua jalur,baik secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak maupun melalui telpon, email dan website. Tidak cukup hanya itu, telah dibuka pula saluran baru melalui sistem whistle-blowing di mana para pegawai DJP dapat melaporkan juga kolega, bawahan mapun atasannya sendiri apabila terjadi hal yang mencurigakan. Penguatan internal juga dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan dan kesempurnaan pada Kementerian Keuangan.
Namun, ada satu hal yang tidak tersentuh dalam pencegahannya. Tidak ada satupun penegakan hukum maupun sanksi keras terhadap WP apabila menyuap atau melakukan kolusi terhadap petugas pajak. Terbukti, pada kasus Gayus, tidak satu perusahaanpun yang menerima sanksi. Padahal, dalam kasus yang sama, aparat pajak, polisi, jaksa, hakim, imigrasi dan advokat mendapatkan ganjaran hukuman karena keterlibatannya dalam kasus tersebut. Sangat tidak wajar apabila dibandingkan dengan kasus penyuapan pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia di mana para penyuap juga akhirnya menjadi tersangka.
Sekuat apapun manusia, maka akan terlena apabila godaan yang datang begitu besar. Ketika penegakan hukum terhadap penyuap perpajakan tidak dijalankan, maka keadaan ini akan terus berlanjut. Entah siapa lagi yang akan menjadi korban akan ketidakberdayaannya sebagai manusia biasa. Dalam sebuah permufakatan jahat, “It takes two to tango”, ada dua pihak yang terlibat, dalam kasus ini yang menyuap dan yang disuap. Solusi yang diambil seolah-olah adalah win win solution di mana WP merasa usahanya tidak akan “diganggu” dan petugas pajak mendapatkan sejumlah uang untuk itu. Namun secara keseluruhan, yang sebenarnya terjadi adalah sebuah zero sum game di mana negara menjadi menjadi pihak yang dikalahkan.
Selama ini fokus perhatian masyarakat dalam kasus korupsi dan kolusi perpajakan adalah pada para aparatur perpajakan yang nakal. Padahal peran masyarakat sebagai WP juga besar. Apabila WP berani membayar uang dengan jumlah yang sangat besar kepada petugas pajak, berarti secara logika, pajak yang tidak ingin dibayarkan jumlahnya pasti jauh lebih besar. Sudah pada saatnya pemerintah juga memberikan pemahaman dan pembelajaran kepada masyarakat untuk tidak menjadi WP yang nakal. Jangan lagi “menggoda” kami dengan setumpuk uang dan gratifikasi lainnya.
Semua pelayanan yang diberikan oleh kantor pajak bersifat gratis. Kalau masih ada petugas pajak yang nakal dan mengancam atau memeras masyarakat, silakan diadukan melalui saluran yang telah disediakan.Tindakan keras akan segera diambil apabila pemerasan, pengancaman, permintaan uang oleh petugas pajak terbukti kebenarannya.
Masyarakat sebagai WP seharusnya tahu bahwa kewajibannya untuk membayar pajak adalah demi pembangunan negara serta redistribusi pendapatan. Memberi uang suap kepada petugas pajak sama saja dengan mencopot salah satu batu bata yang menghambat tegaknya bangunan negara kita. Memang dengan membayar pajak, masyarakat tidak menerima kontra prestasi secara langsung seperti kita membayar tagihan listrik, air, telpon atau jalan tol. Uang dari penerimaan pajak digunakan untuk pembangunan fasilitas umum seperti jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit dan lain-lain. Kontribusi WP dalam pembayaran pajak dapat dimanfaatkan oleh seluruh warga negara Indonesia. Betapa mulianya kita bila membayar pajak, karena jerih payah yang dibayarkan untuk pajak bisa bermanfaat bagi banyak orang.
Saat ini, kasus rekening gendut salah satu aparat pajak sedang dalam tahap pemeriksaan oleh Kejaksaan Agung. Secara sepintas, kasus ini agak janggal karena DW telah dicekal dan ditetapkan sebagai tersangka tanpa adanya proses pemeriksaan sebelumnya. Selain itu, kasus inipun bukan berdasarkan laporan “rekening gendut” dari PPATK kepada penegak hukum. Namun demikian, kasus ini telah menjadi salah satu isu nasional yang telah menjadi bahasan utama di hampir setiap media. Sebagai imbasnya, pegawai DJP mendapat cercaan yang menyamaratakan bahwa semua petugas pajak mempunyai rekening gendut dari hasil kolusi dan korupsi.
Selain dari kasus DW yang belum tentu benar karena belum tuntas pemeriksaannya, banyak dari kami juga tidak rela apabila mendapatkan cap sebagai biang kolusi. Masih banyak petugas pajak yang baik, berdedikasi tinggi dan berkata tidak pada korupsi semenjak reformasi birokrasi dicanangkan di DJP. Semangat kami begitu menggelora untuk mengumpulkan pundi-pundi penerimaan negara yang pada akhirnya digunakan untuk kepentingan pembangunan bangsa ini. Kecintaan kami kepada republik ini sangat tinggi sehingga banyak dari kami yang rela berpisah dengan keluarga untuk ditempatkan di pelosok terpencil tanah air demi pengabdian kepada republik dan kecintaan terhadap profesi.
Semangat reformasi ini tidak boleh runtuh oleh kasus yang belum tuntas kebenarannya. Petugas pajak siap untuk melaksanakan reformasi birokrasi secara profesional dengan integritas yang tinggi demi republik tercinta. Yakinlah bahwa banyak dari kami masih mencintai republik ini dan untuk itu dibutuhkan semangat yang sama dari semua lapisan masyarakat untuk taat pada hukum perpajakan demi tegaknya Indonesia. Mari kita bangun Indonesia tercinta secara mandiri melalui pajak untuk kepentingan segenap lapisan bangsa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H