Sabtu 12 Desember 2015 saya bersama 100 penulis Kompasiana yang lain (mewakili sekitar 300.000 Kompasianer) berkesempatan untuk beramah tamah sekaligus bersantap siang bersama Presiden Jokowi di Istana Negara. Ini kedua kalinya saya bertemu langsung dengan Pak Jokowi, setelah bertemu pada pertama kalinya di acara penyampaian SPT Tahunan di Ditjen Pajak. Ini ketiga kalinya saya ke Istana Negara setelah dua kali sebelumnya pada acara dinas di era Presiden SBY. Semua pengalaman sebelumnya adalah acara kedinasan. Jadi pertemuan Sabtu siang kemarin agak berbeda bagi saya.
[caption caption="Foto dari Kompas Online"][/caption]Â
Acara ini juga dihadiri oleh Teten Masduki dari KSP, Sunardi Rinakit (Staf Khusus Presiden) dan Achmad Subechi dari Redaksi Kompasiana Online. Mengawali acara adalah sambutan dari panitia yang diwakili oleh Mas Isjet dari redaksi Kompasiana. Setelah itu dilanjutkan dengan mendengarkan beberapa masukan dari Kompasianers yang hadir mewakili berbagai macam profesi antara lain: ekonom, pendidik, mantan tenaga kerja luar negeri, akademisi, ibu rumah tangga bahkan Kompasianers yang dianggap berseberangan dengan Presiden Jokowi. Setelah itu sambutan dan tanggapan dari Presiden RI.Â
Pak Jokowi menyatakan bahwa beliau sebagai Presiden ingin sekali membenahi birokrasi/pemerintahan khususnya layanan bagi masyarakat. Untuk melakukan itu semua, tidak mudah. Perubahan adalah sesuatu yang sulit. Oleh karena itu, harus dilakukan dengan menggunakan sistem. Berdasarkan catatan Bapak Presiden, sudah ada puluhan ribu peraturan yang ada di Indonesia ini, namun itu semua malah memperlambat birokrasi itu sendiri. Untuk itu, sistem yang komprehensif harus dibuat agar mengikat orang untuk menjadi teratur sekaligus mempersingkat birokrasi. Setelah terbiasa, maka akan menjadi budaya kerja yang pada akhirnya menciptakan etos kerja yang selalu menuju kesempurnaan.
Beliau memberikan contoh tentang e-budgeting pada saat menjadi Gubernur DKI. Pada awalnya sangat sulit untuk diterapkan karena banyak resistensi dari Pemda DKI dan DPRD DKI. Untungnya sistem ini terus dilanjutkan oleh Pak Ahok sebagai gubernur yang menggantikannya. Melalui pembuatan sistem ini, orang "dipaksa" untuk taat dan patuh terhadap sistem yang sudah dibuat berdasarkan peraturan dan kesepakatan. Melalui sistem ini pula, diharapkan akan muncul manusia-manusia Indonesia yang tangguh dan siap berkompetisi di masa yang akan datang. Penetapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tinggal dua minggu lagi, bangsa Indonesia harus siap menghadapinya.Â
Apa yang disampaikan Pak Jokowi tentang proses pembuatan sistem di atas adalah bagian dari Change Management. Tidak mudah untuk mengubah pola pikir dalam waktu singkat sehingga perlu dikelola dengan baik. Bahkan satu tahun pertama, dianggap gagal oleh Pak Jokowi sendiri. Mungkin karena waktunya yang singkat, beliau belum sempat membangun koalisi dengan para stakeholder lain agar dapat secara bersama-sama merubah sistem budgeting di Pemda DKI Jakarta.  Â
Hal lain yang disampaikan Presiden RI adalah mengenai optimisme. Bangsa ini adalah bangsa yang besar. Bahkan ketika banyak pertumbuhan ekonomi di belahan dunia lain banyak yang minus dan turun drastis, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap tumbuh walau turun 0.2 persen dari tahun lalu. Seluruh elemen bangsa harus tetap optimis dan yakin bahwa Indonesia bisa terus maju. Ketika bertemu secara pribadi dengan pemimpin negara ASEAN, banyak dari mereka menyatakan kekhawatiran kepada Presiden RI tentang ancaman masuknya produk-produk dan sumber daya manusia dari Indonesia ke negara mereka dengan adanya MEA. Ini artinya, potensi Indonesia sangat diperhitungkan di di negara lain.
Sebagai contoh optimisme, Bapak Jokowi juga sangat bangga dengan pengusaha muda yang bergerak di bidang e-commerce. Ketika diundang ke istana, para pengusaha-pengusaha muda tersebut menjawab dengan yakin dan lantang tentang kesiapannya berkompetensi dengan pengusaha luar negeri. Bahkan Pak Jokowi bertanya sampai tiga kali tentang kesiapan mereka dan selalu dijawab siap dengan yakin. Untuk itu, para penulis/blogger juga diminta untuk selalu membawakan berita tentang optimisme dan capaian positif bangsa Indonesia. Hal ini diayakini dapat menarik seluruh masyarakat secara serentak  untuk memajukan Indonesia.
Masih banyak lagi yang disampaikan oleh Pak Jokowi, pastinya bisa dilihat dari liputan penulis Kompasiana yang hadir kemarin. Ada juga yang diminta off-the-record oleh beliau. Dari pertemuan kemarin, ada beberapa catatan menarik di luar acara resmi yang sayang untuk dilewatkan.
Yang pertama tentang protokoler. Karena Pak Jokowi merasa harus dekat dengan rakyatnya, maka protokoler juga tidak terlalu ketat. Ketika beliau masuk ke dalam ruangan, kami semua yang sudah duduk di meja makan, secara serentak berdiri. Tanpa diduga, beliau menyalami peserta yang ada di meja belakang. Merasa akan disalami semua, semua peserta secara otomatis membentuk barisan agar dapat disalaminya satu per satu tanpa canggung. Pada saat giliran saya bersalaman, beliau berkata "Saya kira yang akan hadir hanya separuhnya."
Mungkin tidak menyangka akan bersalaman dengan 100 orang ya Pak. Ketika semua selesai disalami, beliau duduk dan tak lama berdiri mendekati pengeras suara. Kami semua sudah siap menantikan pidatonya, beliau malah berkata "Santai saja, kita makan dulu". Oalah Pak, tau saja kalau kami sudah lapar. Jadilah kami makan dulu dengan menu sop buntut, udang goreng, sate daging, lalapan dan lain-lain. Acaranya benar-benar santai dan bersahaja tanpa protokoler yang ketat.