Mohon tunggu...
Fran Jonathan
Fran Jonathan Mohon Tunggu... -

web: www.husadareiki.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demo 4 Nov, Ibarat Demo Karena Vaksin

3 November 2016   10:34 Diperbarui: 3 November 2016   11:02 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Karena saya praktisi seni penyembuhan, jadi sering mengamati masalah kesehatan sudah seperti makanan sehari-hari.Tetapi  karena di media sedang heboh soal demo yang katanya besar-besaran di seluruh Indonesia soal kasus " penodaan agama oleh Ahok", mau ngga mau ikutan makan berita politik selain makanan sehari-hari tentang berita kesehatan. Sekali-sekali makan-makanan menu lain, mungkin malah bisa menyehatkan. 

Pagi ini, usai baca berita di media online, dan baca-baca tulisan teman-teman di kompasiana, tiba-tiba tergambar pola kesamaan antara demo 4 november dengan demam karena vaksinasi. Bila vaksinasi membuat tubuh mempunyai kekebalan terhadap serangan penyakit terntentu karena dilatih untuk melumpuhkan penyakit tersebut dalam dosis lemah, sehingga badan, sudah mengerti pola-pola serangan penyakit tersebut dan tidak kaget lagi jika  penyakit yang sesungguhnya datang.

Maka demo 4 november yang ingin mengadili Ahok karena kasus penistaan agama, sepertinya mirip dengan kasus demam karena di beri vaksin. Badan sedikit memanas sedikit, tidak masalah, yang penting setelah itu penyakitnya tidak mudah lagi menyerang dengan jurus yang itu itu saja.  Tetapi jika demamnya terlalu tinggi, bisa di beri sedikit penurun panas agar tidak anarkis dan merusak organ-organ vital.

Jika saya sebagai penggiat khilafah, dan hendak menjatuhkan NKRI, saya tidak akan menggelar demo seperti demo 4 november. Mengapa, pertama, Indonesia ini adalah negara besar berkepulauan dan punya banyak sekali suku, agama dan ras,  selain itu penguasa sekarang seorang nasionalis sejat. Dengan adanya demo 4 November yang temanya mengadili Ahok atas komentarnya soal ayat Al-maidah no 51, sebetulnya memancing orang untuk tahu, apa sih sebetulnya ayat itu.

Kita sama-sama tahulah bahwa dari seluruh masyarakat yang benar-benar mendalami agamanya paling tidak lebih besar dari 30 persen, 70 persen yang lain sudah sibuk  mengurus hal yang lain, dan tidak tahu detil soal agamanya. Karena ada demo besar-besaran, sekarang ayat Al-Maidah no 51 sudah jadi pembahasan umum, kelompok-kelompok yang sering memakai ayat itu juga muncul ke permukaan. Sudah jelas akibatnya pemerintah dan para nasionalis akan membuat ayat Al-maidah no 51 di tafsir ulang dan disesuaikan dengan bingkai nasionalisme dan kebhinekaaan.

Kedua, Indonesia adalah pengekspor TKI dan TKW terbesar di dunia. Banyak dari mereka telah menyaksikan sendiri pembangunan di luar negeri, dan mereka pasti lah iri hati terhadap kemajuan di luar negeri. Ketika kembali ke Indonesia, mereka bukanlah orang seperti sebelum mereka berangkat, mereka melek informasi, kemana-mana sudah bawa gadget. Mulai terbuka pikiran mereka.

Bagaimana mungkin mereka bisa tidak tahu, apa yang telah di lakukan gubernur Ahok Jakarta dan apa mungkin mereka mendukung pentola-pentolan demo yang kerja nya setiap hari memprovokasi dan tidak ada sumbang sih nyata terhadap kesejahteraan, kesehatan dan perkembanganan masyarakat. Bahkan, salah satu  strategy mereka yaitu memperbanyak anak agar bisa memperbanyak orang yang bisa mendukung idealisme kalifah mereka telah menyebabkan ledakan jumlah penduduk dan masalah kesejahteraan. Masyarakat sudah cerdas , ingin hasil nyata, bukan suatu ide yang bila terealisasi malah menimbulkan bencana.

Jadi, dengan dua alasan itu saja, saya berpikir jika penggiat khilafah akan segera kehilangan kepercayaan masyarakat dan kehilangan salah satu senjata maut mereka. Apalah arti sebuah senjata jika tidak bisa digunakan?


Setelah demo 4 nov, masyarakat sudah pasti imun, kebal terhadap isu ayat Al-maidah no 51, dan kejayaan Indonesia, akan dimulai. 

Indonesia akan menjadi mercusuar dunia, menjadi teladan dalam mengelola perbedaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun