Mohon tunggu...
Franea
Franea Mohon Tunggu... Penerjemah - freelance

I was born to spread love

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Nyanyian Terakhir Sang Gembala

31 Oktober 2024   22:57 Diperbarui: 31 Oktober 2024   22:57 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Lihatlah!" Thyrsis melanjutkan, suaranya semakin intens. "Bahkan Hermes, ayahnya yang seorang dewa, turun dari Olympus untuk menghiburnya. 'Anakku,' kata Hermes, 'mengapa kau menyerah pada kesedihan? Bangkitlah, dan temukan kembali keceriaanmu!"

Namun Daphnis hanya terbaring diam, matanya yang dulu berbinar kini redup oleh kepedihan. Priapus, dewa kesuburan, juga berusaha membangkitkan semangatnya. "Daphnis, wahai Daphnis!" serunya. "Mengapa kau membiarkan cinta mengalahkanmu? Bukankah kau adalah gembala terhebat, yang bahkan membuat para dewa iri?"

Tapi Daphnis tetap membisu, tenggelam dalam kepedihan tak bertepi. Sungai di dekatnya seolah ikut berduka, arusnya melambat dan airnya berubah keruh.

Thyrsis berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam. Matanya yang terpejam kini terbuka, menatap si pengembala kambing yang terpaku mendengarkan. "Inilah awal dari kisah Daphnis," ujarnya lembut. "Maukah kau mendengar kelanjutannya?"

Si pengembala kambing mengangguk penuh semangat, matanya berkaca-kaca oleh emosi. "Lanjutkanlah, Thyrsis. Biarkan kami mendengar nasib akhir Daphnis yang malang."

Thyrsis meneguk air dari kantong kulitnya, membasahi tenggorokannya yang kering. Ia memandang sejenak ke arah matahari yang mulai condong ke barat, sebelum melanjutkan kisahnya.

Thyrsis melanjutkan ceritanya dengan suara yang dalam dan penuh emosi, 'Ketika Daphnis terbaring sekarat, Aphrodite, sang Dewi Cinta, menghampirinya dengan senyum mengejek di wajahnya yang cantik.'

Suara Thyrsis berubah, menirukan nada sinis Aphrodite, "'Bukankah kau yang pernah menantang Cinta, Daphnis?' sindirnya. 'Kau yang begitu bangga dengan kesetiaanmu. Lihatlah sekarang, bagaimana Cinta telah mengalahkanmu, membuatmu tersungkur tak berdaya.'"

Si pengembala kambing mengepalkan tangannya, terbawa emosi oleh kisah yang dinyanyikan Thyrsis. Angin seolah ikut terdiam, mendengarkan setiap kata yang meluncur dari bibir sang penyanyi.

"Untuk pertama kalinya," Thyrsis melanjutkan, "Daphnis membuka suara. Dengan getir ia berkata, 'Aphrodite yang kejam, Aphrodite yang dibenci manusia fana. Apakah kau pikir ini akhir dari segalanya? Bahkan setelah kematianku, aku akan menjadi duri yang menyakitkan bagi Cinta."

Thyrsis berhenti sejenak, membiarkan ketegangan merayap di udara. Kemudian ia melanjutkan, suaranya penuh emosi, "Daphnis mengingatkan Aphrodite tentang nasib tragis para kekasihnya sendiri , seperti Anchises yang dibutakan oleh lebah karena membual tentang cintanya dengan sang dewi, Adonis yang mati mengenaskan di taring babi hutan, bahkan Cypris yang terluka oleh tombak Diomedes dalam Perang Troya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun