Mohon tunggu...
Francius Matu
Francius Matu Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pemerhati lingkungan pembenci kemunafikan dan pembenaran.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kenapa Takut dengan Kolom Agama di e-KTP?

9 November 2014   01:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:17 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1415447849591163212

Kita memperhatikan beberapa tayangan TV beberapa tokoh agama Kristen dimintai keterangan dan argumentasinya tentang masalah sepele remeh temeh yang dilontarkan Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo (PDIP). Sebenarnya Tjahyo Kumolo tidak seharusnya lancang berkata tentang pengosongan kolom agama di e-KTP. Ternyata Tjahyo Kumolo sang Menteri Dalam Negeri memaksakan jalan pikirannya tentang kolom agama adalah karena memang sudah merupakan agenda lama yang mendesak dan terpaksa dimuncratkan dari mulut Tjahyo Kumolo. Yang dikatakan oleh para tokoh agama Kristen adalah : "Agama merupakan hal yang sangat pribadi sifatnya, masalah agama hanya ada kaitannya dengan hati dan iman seseorang, makanya agama seharusnya tidak menjadi urusan sebuah Negara". Adalah sangat berbahaya jika seorang tokoh agama Kristen berkata seperti ini dan ingin sekali memisahkan agama dengan Negara seperti layaknya Negara-negara sekuler.

Tahukah sang pendeta atau pastor, tentang adanya way of life Negara Indonesia bernama Pancasila dan sampai kini masih berlaku dan diakui oleh semua warga Negara Indonesia ? Pada sila pertama Pancasila "Ketuhanan Yang Maha Esa" pengejawantahan sila pertama adalah pentingnya agama bagi kehidupan sehari-hari yang tidak bisa dilepaskan bagi warga negara Indonesia makanya harus dicamtumkan dalam dokumen Negara bernama KTP. Bagi warga negara panganut agama Islam, ada sholat lima waktu sehari semalam yang juga tidak bisa terpisahkan dalam kehidupan keseharian. Bagi ummat Kristiani ada do'a harian dan sekali sepekan ibdah ritual ke Gereja, begitu juga Katholik, Hindu, Budha, Konghucu. Bagi ke-enam agama yang telah diakui Negara dalam UU No.24 Tahun 2013 wajib mematuhi hukum ketatanegaraan mengikuti format dokumen Negara dalam kartu tanda penduduk (KTP).

Kita perhatikan selama ini, memang banyaknya kelompok dari pengaruh ideologi asing yang berlindung di PDIP. Rencana kotor mengeliminasi kolom agama adalah merupakan agenda kelompok sekulerisasi Indonesia yang merupakan agenda asing dan pengaruh ideologi asing yang berlindung dalam pluralisme, demokratisme, Neo-liberalisme, Neo-komunisme, Atheisme. Kelompok inilah yang selama ini terlihat dipermukaan berkeinginan kuat untuk mensekulerkan Negara dan bangsa Indonesia yaitu memisahkan antara agama dengan permasalahan bernegara dan berkehidupan sehari-hari.

Filosofi KTP adalah : Tanda penduduk yang berisi data rinci sedetailnya tentang pribadi warga negara. Untuk mempermudah deteksi data cuatan, maka kolom agama sangat diperlukan hanya bagi Negara Indonesia, untuk mempermudah penanganan dan pelayanan seorang warga negara lebih baik dan manusiawi dalam keadaan dan kondisi apapun.

Jika anda bepergian sendirian ke luarkota atau keluar negeri, jika terjadi kecelakaan fatal yang merengut jiwa, maka pelayanan serta penanganannya akan dipermudah dengan adanya cuatan data identitas agama dan sama pentingnya dengan data golongan darah dan jenis kelamin.

Adalah sebuah keterbelakangan berpikir yang primitif, jika ada pihak-pihak yang mengatakan bahwa pencantuman kolom agama merupakan sebuah diskriminasi. Tidakkah juga kolom jenis kelamin, kolom golongan darah, kolom pekerjaan bisa dikonotasikan dengan diskriminasi ? Lantas harus seperti apa data cuatan yang tertera dalam e-KTP ? Inilah yang kita sebutkan dengan pola pikir negatif dan jahat serta primitif yang ingin menghilangkan dara rinci dan penting dalam KTP, hanya untuk melaksanakan agenda konspirasi ideologi asing mensekulerkan bangsa Indonesia sehingga agama bisa terpisah jauh dengan urusan bernegara dan berbangsa. Secara jangka panjang, mereka para ideologisme asing ingin menghancurkan anak turunan bangsa Indonesia sehingga anak turnan kita patuh kepada ideology asing yang menyesatkan.

Ada yang berpendapat dalam paham filosofi yang rentan labil mengatakan : "Selama ini Pasport kita untuk kepentingan identitas keluar negeri, tidak penah mencantumkan kolom agama, tidak ada masalah. SIM juga tidak mencantumkan agama tidak ada masalah. Ijazah juga tidak mencantumkan agama juga tidak bermasalah. Apakah lantas orang itu bisa menjadi tidak beragama atau tidak taat beragama ?" Jawaban kita yang sadar dengan kebangsaan Indonesia adalah : "Pasport, SIM, Ijazah, tidak mencantumkan kolom agama, karena ada back-up KTP yang mendahuluinya dan mendampingi Pasport, SIM, Ijazah itu. Dasar pembuatan Pasport, SIM, Ijazah adalah diawali dengan KTP yang lengkap datanya untuk Indonesia ada kolom agamanya".

Adanya upaya sangat kuat untuk menghilangkan kolom agama di e-KTP adalah merupakan upaya sekelompok orang yang anti dengan agama dan anti dengan keberadaan agama didalam kehidupan masyarakat Indonesia. Justru kehendak yang anti agama inilah yang kita saksikan selama ini disalurkan melaui PDIP dan bahkan para petinggi PDIP menyetujui penghapusan kolom agama. Ada apa didalam PDIP ? Lalu agenda apa yang sedang dimainkan oleh PDIP melalui para kader mereka yang menjabat Menteri untuk memuluskan upaya kotor nan jahat ini  didalam Kabinet Kerja ? Tidakkah penghapusan kolom agama ini adalah upaya awal untuk menghilangkan agama dari muka bumi tanah air Indonesia ? Sehingga nantinya anak turunan bangsa Indonesia jauh dari agamanya dan mudah untuk dicekoki dengan ideologi asing yang menyesatkan anak bangsa kedepan, untuk memuluskan penjajahan asing kedepan terhadap bangsa dan Negara Indonesia. (Francius Matu)

Marilah kita mengheningkan cipta menghargai para pejuang kita dan bapak bangsa kita yang telah memberi fondasi kuat untuk memelihara sampai melestarikan semua agama turut serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia yang tidak dapat dipisahkan dan terpisahkan. (Francius Matu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun