Mohon tunggu...
Francius Matu
Francius Matu Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pemerhati lingkungan pembenci kemunafikan dan pembenaran.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Polisi Negara Kita, Harus Segera Dibenahi

24 Januari 2015   22:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:26 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14220893191370283545

Indonesia masih membutuhkan, masih memerlukan KPK. Indonesia tidak butuh Polisi brutal, tidak butuh Polisi Korup.

Penulis memperhatikan permasalahan KPK dengan Polisi, sudah sejak lama terjadi pada waktu KPK akan menangkap Joko Susilo (kasus korupsi Simulasi SIM) dimana Kepolisian sepertinya akan mau menyerang gedung KPK dan menculik salah seorang anggota KPK Novel Baswedan. Hal ini ditandai dengan banyaknya anggota Kepolisian disekitar gedung KPK dan keberadaan mereka tidak diketahui dan tidak ada koordinasi sama sekali dengan lembaga KPK. Pada era kepemimpinan SBY saja, Polisi masih berani melakukan operasionalisasi menyimpang yang mengarah pelanggaran hukum kepada KPK. Kita sebagai rakyat, sangat paham bahwa Kepolisian RI memiliki SOP serta tertib penindakan jika berhadapan dengan antar instansi, apalagi Kepolisian RI berada langsung dibawah koordinasi dari seorang Presiden. Dengan kata lain Polisi baru bisa menjalankan operasionalisasi yang menyangkut antar instansi harus mendapatkan terlebih dahulu izin dari Presiden RI.

Penangkapan yang dilakukan oleh Bareskrim Polri terhadap Bambang Widjojanto sebagai Wakil Ketua KPK dengan cara sangat buruk layaknya seperti menangkap teroris dan Bandar Narkoba, bahkan Bambang Widjojanto sebagai Petinggi Negara sempat diborgol oleh kelompok Bareskrim. Penangkapan terhadap Bambang Widjojanto dengan cara dan gaya premanisme oleh aparat Kepolisian, adalah lebih memperburuk citra Polisi dimata masyarakat. Kita di Indonesia kini, tidak ingin lagi melihat cara-cara penangkapan brutal Polisi seperti ini. Sangat terlihat bahwa para aparat Kepolisian sangat bernafsu melampiaskan dendam mereka kepada Lembaga KPK melalui figure Bambang Widjojanto. Kepada Bambang Widjojanto sebagai petinggi Negara saja Polisi bisa seberutal itu, bagaimana kita sebagai rakyat biasa nantinya diperlakukan oleh Polisi ?

Sangat disayangkan lembaga Kepolisian RI saat ini bisa dimanfaatkan oleh kelompok oknum petinggi Kepolisian untuk melampaiskan kehendak pribadi mereka. Seperti para petinggi Kepolisian yang memiliki rekening gendut, tentu akan sangat tidak suka kepada KPK. Malah mereka berupaya agar KPK dihancurkan sehingga kelompok perwira tinggi Kepolisian rekening gendut ini bisa bebas menikmati hasil jarahan mereka yang jumlahnya spektakuler diatas rata-rata Rp.100 M per orang.

Telah nyata terpantau saat ini, bahwa antara Plt.Wakapolri Komjenpol Badrodin Haiti tidak ada koordinasi yang baik dan benar dengan Kabareskrim Polri Irjenpol Budi Waseso. Terungkap ketika masing-masing saling tidak tahu menahu tentang izin penangkapan Bambang Widjojanto yang akhirnya diakui juga oleh Irjenpol Budi Waseso. Alangkah sangat berbahayanya Kepolisian RI jika hal ini terus berlanjut.

Dalam hal rekayasa penangkapan Bambang Widjojanto oleh Kabareskrim Polri Irjenpol Budi Waseso, mungkinkah rencana rekayasa penangkapan dilakukan tanpa sepengetahuan Plt.Wakapolri ? Atau bisa jadi antara para perwira tinggi rekening gendut dengan Kabareskrim saja yang melaksanakan penangkapan itu. Artinya alangkah berbahayanya Kepolisian RI jika ada kelompok Pati bisa menggunakan lembaga Kepolisian hanya untuk melaksanakan rencana pribadi mereka saja dan mengarah kepada penghancuran KPK.

Karena tuduhan dan dakwaan Kepolisian yang dialamatkan kepada Bambang Widjojanto adalah inskontitusional cacat hukum, serta cara Polisi menangkap yang juga salah besar, maka Bambang Widjojanto sebaiknya tidak mundur dari KPK dan tetap bisa bertugas untuk melaksanakan kepemimpinan kolegial di KPK sampai 11 bulan mendatang.

Kejadian kemarin yang dilakukan oleh jajaran Bareskrim Polri, perlu diungkap tuntas, serta dibongkar konspirasinya sebenarnya siapa dibalik semua kejadian penangkapan Bambang Widjojanto itu. Kasus saksi palsu perkara Pilkada Kalbar 2010 yang dituduhkan Kepolisian RI kepada Bambang Widjojanto sebenarnya sudah selesai, karena sebelum Bambang Widjojanto menjadi kandidat pimpinan KPK, hal-hal itu sudah dilewati ketika adanya fit and proper test oleh DPR-RI. Justru kasus itu dimentahkan kembali oleh Kepolisian sendiri dan cara ini tidak sah dan brutal. Sangat sulit bagi semua orang memisahkan kasus penangkapan Bambang Widjojanto berkaitan dengan kasus Budi Gunawan Pati Polisi rekening gendut. Oleh karena itu semua oknum Polisi yang terlibat dalam konspirasi penangkapan Bambang Widjojanto harus ditidak sebagai penjahat yang mempermalukan kepolisian RI dan mempermalukan Presiden RI.

Kita semua memang terperanjat ketika menyaksikan dan mendengar penangkapan Bambang Widjojanto tanggal 23 Januari 2015 yang baru lalu. Apalagi cara penangkapan yang sangat kasar, buruk dan brutal yang dilakukan oleh Bareskrim Polri kepada pejabat tinggi negara. Karena semua kejadian ini terjadi dan sangat mempermalukan jajaran Kepolisian RI, sebaiknya formasi Bareskrim segera ditinjau ulang kembali yang terlibat segera diganti semua dan dihukum berat, lalu menggantikannya dengan figur Kabareskrim Polisi yang jauh lebih baik. Sesuai dari banyak pendapat para tokoh masyarakat Indonesia.(Francius Matu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun