Setelah cukup lama vakum, artikel tentang adat-istiadat dan kepercayaan suku Dayak Desa kembali hadir menyapa pembaca guna menambah wawasan kebudayaan kita.
Saya sudah pernah menulis tentang penggantian nama anak dan pengangkatan anak, yang dalam suku Dayak Desa diyakini sebagai cara untuk menyembuhkan seorang anak dari penyakit yang sedang diderita atau dari marabahaya yang mengancam keselamatan nyawanya. Mengenai topik tersebut silakan klik di sini.
Masyarakat suku Dayak Desa memang mempunyai beragam cara, yang tentu saja bersumber dari kepercayaan tradisional, dalam menghindarkan atau meluputkan diri sendiri dan sesama dari segala malapetaka.
Artikel berikut ini juga masih berkisar pada upaya masyarakat agar terhindar dari malapetaka atau kemalangan. Adalah palit yang oleh masyarakat Dayak Desa dipercaya dapat meluputkan seseorang dari mara bahaya.Â
Seperti apa fenomena palit ini? Adakah pesan di balik kehadiran fenomena yang sampai hari ini masih menghiasi keseharian hidup masyarakat Dayak Desa?
***
Palit dapat diartikan sebagai tindakan mencicipi atau hanya sekadar menyentuh makanan atau minuman yang ditawarkan oleh orang lain kepada kita.
Makanan atau minuman apa saja yang wajib disentuh atau dicicipi? Dalam kepercayaan suku Dayak Desa ada empat jenis makanan atau minuman yang harus dicicipi atau hanya sekadar disentuh ketika ada orang menawarkannya kepada kita: nasi putih, nasi pulut (ketan), kopi, dan tuak.Â
Jenis-jenis makanan ini, dalam suku Dayak Desa, termasuk jenis makanan yang "disakralkan".
Apakah ada akibat buruk yang bisa terjadi jika orang tidak mencicipi atau menyentuh makanan atau minuman tersebut?Â
Dalam suku Dayak Desa ada kepercayaan bahwa seseorang bisa mengalami nasib sial, kemalangan kalau sampai tidak mencicipi atau menyentuh makanan dan minuman yang ditawarkan orang lain kepadanya. Nasib sial itu bisa dalam bentuk kecelakaan di jalan raya, terluka saat bekerja, dipagut ular, dan sebagainya.