Beruang kehilangan habitat akibat global warming. (Sumber : https://www.google.com/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjKveTaocvMAhVhfaYKHecWDasQjB0IBg&url=http%3A%2F%2Fwww.theblackvault.com%2Fdocumentarchive%2Fglobal-warming-climate-change%2F&psig=AFQjCNGnlyPkbQ4o3Outtrm1vwKAwsgGDA&ust=1462823866200719)
Istilah Pemanasan Global (Global warming) tidak lagi asing di telinga manusia, terutama mereka yang menaruh perhatian terhadap isu lingkungan. Tidak saja di Indonesia, seluruh dunia nampaknya menaruh perhatian pada isu yang sama. Fenomena ini ternyata mengundang reaksi yang cenderung berseberangan di Amerika Serikat. Para ilmuwan berada di satu sisi yang menganggap pemanasan global sebagai suatu masalah sosial yang problematis dan memerlukan tindakan manusia dengan segera. Sementara, gerakan konservasi berada di sisi bertentangan berpendapat bahwa peningkatan suhu bumi justru memberikan potensi manfaat dan hal tersebut bukanlah masalah yang serius. Pemikiran yang cenderung didominasi kapitalisme tersebut melihat adanya manfaat secara ekonomis dari adanya kenaikan suhu bumi.
Pemanasan global diartikan sebagai meningkatnya temperatur suhu rata-rata di atmosfer, laut, dan daratan di bumi yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi (yang diolah menjadi bensin, minyak tanah, pelumas oli) dan gas alam sejenisnya yang tidak dapat diperbaharui (Rusbiantoro, 2008, hal.6). Kedua sisi yang saling mempertentangkan fenomena pemanasan global menyajikan argumen masing-masing. Dalam hal ini, media memiliki peran dalam menyampaikan kedua pandangan tersebut. Media yang awalnya menyajikan pengetahuan mengenai pemanasan global, lama-kelamaan memberi porsi pada pihak skeptis dan menyajikan ruang perdebatan seputar pemanasan global.
Sebuah jurnal yang ditulis oleh Aaron M. McCright dan Riley E. Dunlap dengan judul Challenging Global Warming as a Social Problem: An Analysis of the Conservative Movement's Counter-Claimsmenjadi salah satu contoh skeptisme terhadap pemanasan global. Jurnal ini berisi argumen-argumen dari gerakan konservasi Amerika yang mengawali penolakan terhadap pemanasan global sebagai isu problematis. Pihak Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebuah organisasi lingkungan mengungkapkan bahwa pendukung lingkungan menegaskan bahwa bukti saintifik telah membuktikan bahwa pemanasan global memang sedang terjadi atau akan terjadi di masa depan.Â
Pemanasan global ini memiliki dampak negatif pada setiap aspek kehidupan manusia dan berpotensi menyebabkan masalah yang di masa depan (McCright & Dunlap, 2000, hlm. 504). Sementara itu, gerakan konservatif menyampaikan argumen yang menjadi alasan penolakannya terhadap isu problematis pemanasan global, yaitu kritisasi lemahnya bukti saintifik bagi kepercayaan umum terhadap pemanasan global, adanya potensi manfaat jika pemanasan global harus terjadi, dan tindakan internasional justru memberikan konsekuensi negatif (McCright & Dunlap, 2000, hlm. 510).
Jurnal skeptis McCright dan Dunlap tersebut berupaya menyajikan data bahwa pemanasan global bukanlah sebuah isu problematis yang berdampak negatif pada manusia, Mereka berpendapat bahwa pemanasan global memberi beberapa manfaat bagi kehidupan di Amerika Serikat, seperti tagihan pemanasan yang lebih rendah, berkurangnya keharusan untuk menyekop salju, mengurangi risiko mengemudi di jalan yang tertutup es, mengurangi tagihan pengeluaran untuk pemakaian alat pengering pakaian, mengurangi jumlah penyakit dunia, dan menghindarkan miliaran orang dari malnutrisi (McCright & Dunlap, 2000, hlm. 514).
Di lain pihak, sebuah film documenter berjudul Inconvenient Truth yang bergenre science-fiction (sci-fi) menunjukkan keyakinan/kepercayaan terhadap adanya pemanasan global sebagai isu yang problematis. Film yang dirilis pada tahun 2006 dan dibintangi Al Gore, seorang mantan wakil presiden di era Bill Clinton ini mendapatkan penghargaan Academy Award atau piala Oscar di tahun 2006. Sementara pemerannya sendiri, Al Gore bersama dengan IPCC dianugerahi Nobel Perdamaian oleh Komite Nobel di Oslo, Norwegia berkat usahanya menyelamatkan bumi dan memberi kesadaran masyarakat tentang pemanasan global (Rusbiantoro, 2008, hal.4).
Dalam film tersebut, Al Gore menyampaikan beberapa topik utama seputar pemanasan global, mulai dari proses terjadinya, keadaan bumi saat ini, sampai pada dampak yang ditimbulkannya. Salah satu fakta yang diungkapkan Al Gore adalah mencairnya es di kutub utara dan selatan yang menyebabkan beruang kutub mulai kehilangan habitatnya. Selain itu, melelehnya es ini dapat menyebabkan naiknya permukaan laut dan menenggelamkan pulau kecil. Ia juga memaparkan suhu temperature setiap tahunnya dan tingkat CO2 selama 650.000 tahun di Antartika untuk mendukung argumen tersebut (Rusbiantoro, 2008, hal.4).
Sebelumnya, Roger Rouvelle telah melakukan pengukuran karbondioksida bagi atmosfir bumi sejak tahun 1957. Bersama dengan Charles David Keeling, Roger melakukan pengukuran ini dengan cara menerbangkan balon cuaca setiap hari selama sepuluh tahun di tengah Pasifik. Dengan sebuah diagram, penelitian itu mampu menunjukkan meningkatnya suhu di seluruh permukaan bumi. Al Gore juga menjelaskan bahwa peradaban manusia di era teknologi juga berperan dalam mendorong terjadinya pemanasan global. Misalnya, adanya bom atom dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan. Dalam film tersebut, Al Gore menyampaikan banyak hal lainnya dalam bentuk diagram, grafik, foto, dan video untuk menjelaskan hasil penelitian yang berusaha membuktikan adanya pemanasan global.
Pada akhirnya, keseluruhan film ini bermuara pada saran terhadap masyarakat dunia untuk mencegah bertambah buruknya kondisi bumi. Saran-saran yang ditampilkan film ini adalah membeli peralatan dan lampu yang hemat energi; perbanyak sekat pada rumah; membeli mobil hibrida atau berjalan,bersepeda, maupun menggunakan angkutan umum; berpindah ke sumber energi daur ulang; dan menanam banyak pohon.
Kepercayaan Pemanasan Global sebagai Isu Problematis