Indonesia mampu menjaga kuantitas atlet pada Olimpiade Roma, Italia, tahun 1960 dengan 22 atletnya. Namun Indonesia membuka rekor baru dalam jumlah cabang olahraga yang diikuti. Sebelumnya, dari 6 kini menjadi 8. Tiga cabang baru yang diikuti adalah Balap Sepeda, Layar, dan Tinju. Semua cabang olahraga dipertahankan, kecuali Sepak Bola yang absen kali ini. Tetapi Indonesia membuka rekor partisipasi pada tiga cabang yang sebelumnya belum pernah diikuti. Ini tentunya merupakan catatan yang baik.
Catatan penting selanjutnya ialah absennya Indonesia dalam Olimpiade Tokyo 1964. Dari 93 negara yang ikut, Indonesia tidak termasuk di dalamnya. Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang mendapat skors dari Komite Olimpiade Internasional. Indonesia, bersama Korea Utara dan Afrika tercatat sebagai tiga negara yang tidak ambil bagian di sana. Afrika diskors karena menerapkan kebijakan 'politis' Apertheid. Sementara Korea Utara dan Indonesia dikatakan atletnya tidak memenuhi standar untuk mengikuti Olimpiade Tokyo.
Untuk Indonesia sendiri, menjadi cetak biru penting untuk diperhatikan. Munculnya GANEFO (Games of New Emerging Forces) perlu ditinjau lebih jauh. GANEFO merupakan sebuah federasi olahraga buatan Indonesia yang indikasinya sebagai tandingan Olimpiade. Presiden Soekarno tercatat sebagai salah satu pendiri federasi.Â
Federasi ini aktif tahun 1962-1967. Dengan 36 negara anggota berpredikat "negara-negara berkembang" perhelatan perdananya berlangsung di Jakarta pada 10-22 November 1963. GANEFO I diikuti oleh 51 negara di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Latin. Perolehan medali dalam ajang tersebut dirilis dengan tujuh besar, yakni Tiongkok, Uni Soviet, Republik Arab Bersatu, Indonesia, Korea Utara, Argentina, dan Jepang. Dicatat terdapat 48 negara yang memperoleh medali.Â
GANEFO selanjutnya yang berhasil diselenggarakan adalah di Kamboja pada 25 November -- 6 Desember 1966 yang diikuti oleh 17 negara setelah batalnya rencana GANEFO di Kairo. GONEFO selanjutnya -- yang terakhir -- direncanakan berlangsung mula-mula di Beijing namun batal dan kemudian di Pyongyang (Korea Utara) juga tidak dapat dilaksanakan. Federasi ini pun akhirnya bubar.
Federasi ini lahir sebagai upaya memberontak dominasi Komite Olimpiade Internasional yang berbasis di Swiss. Indonesia, dengan segala keadaan geopolitiknya saat itu, mampu memimpin sejumlah negara di bawah payung 'negara-negara berkembang' meski dengan nuansa eko-politik cukup mengguncang status quo kekuatan dunia yang tampak dalam Olimpiade.
Pada Olimpiade Meksiko tahun 1968 Indonesia jatuh dari jumlah peserta dari biasanya setelah absen hanya dengan 6 atlet untuk cabang olahraga renang dan angkat besi. Indonesia memasuki Masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto setelah lengsernya Soekarno. Stabilitas ekonomi dan politik sangat memengaruhi keikutsertaan Indonesia dalam Olimpiade. Partisipasi Indonesia tidak jauh berbeda pada Olimpiade Munchen 1972 dengan 6 atlet dalam 5 cabang olahraga, yakni Angkat Besi, Atletik, Loncat Indah, Panahan, dan Tinju.Â
Indonesia justru semakin terpuruk dengan mengirimkan 2 atlet panahan pada Olimpiade Montreal 1976. Bahkan dengan alasan politik Indonesia tidak ambil bagian dalam Olimpiade Moskow 1980. Hal ini menjadi catatan yang buruk kala tidak dapat membedakan Olahraga dari kepentingan politik dan semakin parah ketika membaurkan keduanya.
Keadaan Indonesia membaik dengan mengirimkan 16 atlet untuk mengikuti 6 cabang olahraga pada Olimpiade Los Angeles 1984. Kondisi ini tidak baik-baik amat bila dibandingkan dengan keikutsertaan Indonesia pada Olimpiade Melbourne 1956.
Dalam kaitan dengan medali pada Olimpiade, Indonesia membuka gerbang perjalanan menuju 'tradisi' itu sejak tahun 1988 di Korea Selatan pada Olimpiade Seoul. Medali Perak, merupakan perolehan terbaik Indonesia yang dipersembahkan dari cabang olahraga Panahan. Medali itu diraih oleh Lilies Handayani, Nurfitriyana Saiman Lantang, dan Kusuma Wardhani. Artinya, Indonesia menunggu selama 36 tahun hingga memperoleh medali dalam Olimpiade sejak pertama kali keikutsertaannya. Panahan menjadi bagian dari kontribusi terbaik Indonesia dalam Olimpiade. Apresiasi besar patut diberikan kepada Donal Pandiangan yang melatih ketiga srikandi memperoleh medali dalam ajang terbaik olahraga internasional.
Sejatinya cabang olahraga panahan hanya butuh waktu empat tahun untuk mendapatkan medali. Untuk pertama kalinya atlet panahan dikirim berkontribusi dalam Olimpiade Los Angeles, Amerika Serikat, pada 1984. Pada tahun 1988 keberhasilan itu terbukti. Sebagai salah satu bentuk apresiasi, raihan terbaik ketiga putri Nusantara itu didokumentasikan dalam sebuah layar lebar pada 2016 dengan judul 3 Srikandi.