Mohon tunggu...
Suaviter
Suaviter Mohon Tunggu... Lainnya - Sedang dalam proses latihan menulis

Akun yang memuat refleksi, ide, dan opini sederhana. Terbiasa dengan ungkapan "sic fiat!"

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Pentingnya Melatih Diri untuk Membuat Tulisan Opini!

26 April 2022   22:57 Diperbarui: 27 April 2022   09:41 1780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi belajar menulis opini. Sumber: Kompas/Angger Putranto

Menulis opini merupakan satu aktivitas yang positif. Sebab, dengannya daya pikir dan analisa semakin tajam, tertata, dan terarah pada fenomena yang faktual dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, berikut ada manfaat dan pentingnya menulis opini.

"Ayo, buat opini Anda!" 

"Tuliskan apa saja yang ada dalam pandangan Anda tentang bahan itu!"

"Berkata-katalah satu atau dua menit tentang fenomena ini menurut alur pikiran Anda!"

Ketiga ungkapan di atas menjadi perwakilan dari sekian ungkapan yang kerap didengar saat belajar, kuliah, atau rapat. Guru, dosen, atau atasan memberi kesempatan pada kita untuk menyampaikan opini.

Tentu, mereka berharap, agar opini yang kita sampaikan berdasar, dapat dipertanggungjawabkan, teruji kebenarannya, dan membuka wawasan baru. Sebaliknya, mereka sungguh meng-awas-kan kita untuk memberikan opini yang dangkal, emosional, dan hasil plagiat.

Walau sejatinya mengandung unsur subjektif, opini harus disampaikan secara tajam dan bersifat netral. Di lain sisi, ketika menyampaikan opini, kita harus kritis dan dapat meyakinkan orang untuk berkata, "Puas aku mendengar dan atau membaca tulisan opini Anda!".

Latihan awal

Tidak semua orang punya bakat untuk menyampaikan opini secara lisan, karena satu dan beberapa faktor. Ada yang tak percaya diri, demam panggung, dan memiliki fobia, serta mengalami keterbatasan (ruang dan waktu).

Untuk itu, ada cara lain menyampaikan opini agar tetap dapat sampai kepada banyak orang, yaitu dengan menulis. Dan, bagi saya dengan menulis opini, saya "berhasil" berbagi ide dan pandangan ala saya kepada banyak pembaca.

Rasa cinta saya pada dunia tulisan sudah cukup lama tumbuh. Walau awalnya, bahasa yang saya sampaikan tak jelas dan tak bagus, saya tetap melatih diri.

Saya membaca banyak tulisan. Saya bertanya kepada banyak ahli dan wartawan senior (termasuk Harian Kompas) kiat-kiat dasar menulis dan jurnalistik.

Dengan sangat rendah hati, mereka berbagi pengalaman dan perjalanan karir di dunia literasi. "Tak pelit!" decak kagum dari saya untuk mereka karena telah mau berbagi.

Membaca adalah latihan awal, sebab saya sangat mengamini ungkapan klasik, "Orang yang lancar menulis adalah orang yang banyak membaca". Dengan membaca, saya mendapat ilmu dan informasi sebanyak-banyaknya.

Saya juga dibantu untuk mencari karakter menulis yang baik dan cocok untuk saya. Meski tidak semua tulisan dapat saya mengerti, saya tetap membaca dan terus menyelami bacaan itu.

Setelah membaca, saya berlatih menulis mulai dari tulisan ringan hingga ilmiah. Sekali lagi, semuanya berada dalam proses panjang dan tak sekali jadi.

Sebab, selain latihan dasar menulis, saya melatih daya analisa, ketajaman intuisi, dan kematangan pengolahan basis data dan inf0rmasi. Agar, tulisan saya dapat "dikunyah" oleh sebanyak mungkin pembaca dengan latar belakang yang variatif.

Ilustrasi menulis opini di media. Gambar diambil dari tempo-institute.org
Ilustrasi menulis opini di media. Gambar diambil dari tempo-institute.org

Kerja keras

Untuk menganggit satu tulisan ringan, saya tak perlu begitu menguras tenaga dan energi pikiran. Apalagi, jika tulisan itu dikhususkan untuk anak-anak sekolah. Hanya, saya tak pernah bersikap sepele.

"Saya tetap harus serius walau membuat tulisan yang ringan! Agar, anak-anak bisa mengerti dan memetik nilai dari isi tulisan!" demikian motivasi saya.

Tentu, berbeda dengan tulisan yang semi ilmiah dan ilmiah sama sekali. Saya membutuhkan konsentrasi dan energi yang ekstra. Saya harus banyak membaca dan menyediakan Kamus Besar Bahasa Indonesia dan ensiklopedia-ensiklopedia yang bersesuaian dengan tulisan.

Terutama, dalam menulis satu opini untuk dipublikasikan di media warta berita online, saya butuh keseriusan yang ekstra. Misalnya, ke Kompas. 

Saya selalu mengikuti isu-isu menarik dan mencari peluang agar tulisan saya dapat dimuat di harian sekelas Kompas. Karena, saya sadar bahwa para penulis di Kompas itu adalah orang pilihan; gaya bahasa, ketajaman ide, akurasi data (sumber), pakar dalam bidang yang ditulis, dan berpengaruh pada konten yang ditulis.

Saya mencoba mencari gaya menulis dan penyampaian opini yang autentik. Karena, kalau dari segi gelar saya kalah jauh dari para penulis senior. Saya belum guru besar dan tidak memiliki jabatan tinggi dalam satu instansi.

Saya hanya anggota dari suatu yayasan lingkungan hidup. Tapi, saya memiliki perhatian serius akan isu-isu yang berkaitan dengan itu dan ingin menyebarluaskan isu itu pada banyak orang.

Maka, saya pilih menulis di kolom opini. Syukurlah, setelah melewati proses peninjauan dari tim editor, beberapa artikel opini telah tayang dan dipublikasikan.

Walau beberapa kali pernah ditolak, saya tidak ciut. Malahan, saya semakin bekerja keras untuk mewartakan hal baik di dalam media.

Penting

Bagi saya sendiri, menulis opini itu sungguh menarik sekaligus penting. Jangan dulu menulis di harian yang bergengsi dan standar nasional. Menulis opini di majalah atau harian lokal atau Kompasiana saja sudah sangat penting.

Tujuan saya menulis adalah tak lain dan tak bukan untuk mewartakan sudut pandang saya atas suatu fenomena aktual, mengkonter berita yang keliru, dan mengajak banyak orang untuk menaruh empati yang sama atas satu fenomena alam, sosial, dan moral.

Selain mencapai tujuan, rasanya secara otomatis, saya melihat beberapa manfaat dari menulis opini. 

Pertama, saya jadi senang membaca. Karena, untuk menyusun suatu tulisan opini, saya harus membaca referensi yang terkait dengan apa yang mau saya tulis. Pendapat para tokoh (ahli) hanya menguatkan isi tulisan opini. Fokus utama adalah bagaimana saya mau memaparkan isi pikiran saya terkait fokus bahasan.

Kedua, saya jadi lebih kritis. Maksudnya, saya tak mudah untuk percaya pada suatu isu. Saya harus mencari rujukan berita aktual dari beberapa media yang kredibel. Apalagi, di media sosial begitu banyak bertebaran berita yang belum tentu benar (a.k.a hoaks). Bahkan, terhadap tulisan sendiri, saya kritis, "Apakah tulisan ini sudah sungguh tajam atau belum dalam menyampaikan ideku?"

Ketiga, saya jadi makin senang menulis. Ini sudah pasti. Karena, efek dari membaca adalah muncul hasrat untuk terus menulis; mulai dari yang ringan, semi ilmiah, dan murni ilmiah.

Keempat, orang lain percaya pada kita. Ini barang kali manfaat ke sekian dari menulis. Apalagi, jika tulisan opini kita berhasil dimuat oleh media warta berita yang terpandang. Orang lain akan sungguh percaya pada informasi dari kita.

Kelima, saya mendapat tips tambahan. Yah, ini wajar saja. Memang, setiap media warta berita memberikan honor penghargaan bagi para penulis yang telah berbagi opini yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya serta membuka wawasan baru bagi banyak pembaca.

Tak salah mencoba

Bagi saya, menulis opini itu penting. Dan, saya juga berkata demikian kepada beberapa teman. Karena, ada beberapa teman yang ingin diajari untuk menuliskan opini dan mengirimnya ke media warta berita yang kompatibel dengan kemampuannya.

Saya senang sekali berbagi teknik menulis, tapi seturut pengalaman dan ketentuan pemuatan opini dari warta berita yang bersangkutan. Sebab, tim redaksi memiliki kriteria yang berbeda-beda.

Tak salah mencoba. Menulis opini itu tidak mudah dan tidak sulit. Tidak mudah: karena harus banyak membaca, cross check akurasi data atau fakta, mengedit dan baca ulang tulisan berkali-kali, dan ditolak oleh redaksi kalau belum memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku.

Tidak sulit: asal mau terus belajar dan berlatih. Apalagi dengan kemajuan Informasi dan Teknologi, kita dapat lebih cepat meng-up date berita dan ilmu secara online.

Hanya, kita  memerlukan filter yang baik dan ketat agar tidak turut memuat dan menyebarluaskan berita bohong ke banyak orang. Kita akan membuat kegaduhan lewat tulisan. 

Apalagi, di tengah arus informasi yang terkadang seolah-olah benar dan valid, suatu berita mudah dipercayai. Di sinilah, peran tulisan opini dapat melawannya. 

Jika sudah terlatih, kita akan semakin kritis dan tak mudah dipengaruhi oleh isu, berita, dan konten yang tidak berdasar, tidak dapat dipertanggungjawabkan, dan hanya menabur sensasi (kebencian dan kepentingan kelompok).

Apalagi, dalam dunia pendidikan, pengenalan dan pelatihan pada dunia jurnalistik dan penulisan opini menurut saya sungguh penting. Agar, skill anak dididik dalam menulis, mengolah ide, dan menata pola pikir terbentuk dengan apik.

Selain itu, anak didik akan siap tayang dan bersaing di dunia yang lebih luas, sehingga mampu mengkritisi isu-isu tidak benar dengan opini yang tajam dan akurat.

Saya merasa menyesal tidak melatih ini saat sekolah dulu. Baru menaruh perhatian dan keseriusan ketika sudah kuliah dan bekerja. Namun, saya masih dapat bersyukur, mengembangkan, dan membagikan pengalaman menulis opini kepada banyak teman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun