Dengan sangat rendah hati, mereka berbagi pengalaman dan perjalanan karir di dunia literasi. "Tak pelit!" decak kagum dari saya untuk mereka karena telah mau berbagi.
Membaca adalah latihan awal, sebab saya sangat mengamini ungkapan klasik, "Orang yang lancar menulis adalah orang yang banyak membaca". Dengan membaca, saya mendapat ilmu dan informasi sebanyak-banyaknya.
Saya juga dibantu untuk mencari karakter menulis yang baik dan cocok untuk saya. Meski tidak semua tulisan dapat saya mengerti, saya tetap membaca dan terus menyelami bacaan itu.
Setelah membaca, saya berlatih menulis mulai dari tulisan ringan hingga ilmiah. Sekali lagi, semuanya berada dalam proses panjang dan tak sekali jadi.
Sebab, selain latihan dasar menulis, saya melatih daya analisa, ketajaman intuisi, dan kematangan pengolahan basis data dan inf0rmasi. Agar, tulisan saya dapat "dikunyah" oleh sebanyak mungkin pembaca dengan latar belakang yang variatif.
Kerja keras
Untuk menganggit satu tulisan ringan, saya tak perlu begitu menguras tenaga dan energi pikiran. Apalagi, jika tulisan itu dikhususkan untuk anak-anak sekolah. Hanya, saya tak pernah bersikap sepele.
"Saya tetap harus serius walau membuat tulisan yang ringan! Agar, anak-anak bisa mengerti dan memetik nilai dari isi tulisan!" demikian motivasi saya.
Tentu, berbeda dengan tulisan yang semi ilmiah dan ilmiah sama sekali. Saya membutuhkan konsentrasi dan energi yang ekstra. Saya harus banyak membaca dan menyediakan Kamus Besar Bahasa Indonesia dan ensiklopedia-ensiklopedia yang bersesuaian dengan tulisan.
Terutama, dalam menulis satu opini untuk dipublikasikan di media warta berita online, saya butuh keseriusan yang ekstra. Misalnya, ke Kompas.Â
Saya selalu mengikuti isu-isu menarik dan mencari peluang agar tulisan saya dapat dimuat di harian sekelas Kompas. Karena, saya sadar bahwa para penulis di Kompas itu adalah orang pilihan; gaya bahasa, ketajaman ide, akurasi data (sumber), pakar dalam bidang yang ditulis, dan berpengaruh pada konten yang ditulis.