Ketika masa Trihari Suci Paska berbarengan dengan musim tanam, akan kelihatan bahwa cukup sedikit umat yang hadir dalam perayaan ibadat. Ini adalah tantangan dalam dunia pastoral dan harus diatasi dengan baik, cermat, dan bijak sana.
Jumat, 15 April 2022
Hari ini diperingati hari wafat Yesus Kristus di kayu salib. Tetapi, sebelum ini, kemarin dirayakan Kamis Putih (Suci) - saat Yesus mengadakan perjamuan malam terakhir bersama dengan para murid-Nya.
Kemarin, saya bertugas di suatu stasi (gereja bagian dari satu paroki) di suatu paroki di pedesaan. Kamis Putih, persis setelah perayaan Ekaristi, membuka masa Trihari Suci Paska.
Persiapan sudah dibuat sedemikian rupa. Sudah jauh-jauh hari, persis sebelum pekan suci (Minggu Palma). Tujuannya, agar saat perayaan segala kegiatan liturgi berjalan dengan khidmat, umat terbantu untuk menghayati proses derita, sengsara, wafat, dan penguburan Yesus Kristus. Selain itu, agar petugas siap secara batin.
Dengan sungguh detil, segalanya saya diskusikan dengan pimpinan gereja stasi yang bersangkutan (voorhanger). Mantap sudah! Tinggal menunggu perayaan.
Saya berangkat dari paroki dengan perasaan yang tak sabar bertemu umat, menyapa, bercerita, dan mendengarkan pengalaman mereka. Memang, jarak tempuh paroki-gereja stasi tidak terlalu jauh. Hanya memakan waktu sekitar 20 menit.
Gereja masih kosong
Sekitar 100 meter sebelum tiba di gereja, saya terkejut sebab melihat gereja masih sungguh sepi; tidak ada seorang umat pun, sepeda motor juga tak ada, dan gereja tertutup.
Akan tetapi, saya tetap gas sepeda motor yang saya kendarai menuju gereja. Saya berenung sejenak, "Apakah saya yang terlalu cepat atau memang belum waktunya perayaan dimulai?" Padahal di dalam surat perjalanan, perayaan Kamis Putih dimulai tepat pukul 18.00 WIB.
Saya telepon voorhanger dan minta informasi. Lalu, beliau minta saya menunggu sejenak, supaya beliau menghubungi para umat. Beliau juga akan menyusul ke gereja barang 15 menit lagi. Karena, rumah beliau cukup jauh dari gereja.
Untungnya, pintu gereja terbuka. Saya masuk, berdoa sejenak di gereja, dan mohon agar Tuhan tidak mengizinkan saya merasa kecewa. Selekas berdoa, saya ambil sapu lalu membersihkan gereja. Saya benahi apa yang masih belum dibuat umat di dalam, seperti menutup salib dan patung Bunda Maria dengan kain, mencari wadah untuk mencuci kaki pengurus gereja, dan melatih lagi khotbah yang akan saya sampaikan.