"Kemarahan dapat menjadi satu masalah yang kecil/sedang/besar, namun tetap ada harapan untuk mempelajari cara mengatasinya"
Saya pernah marah. Anda pernah marah. Kita semua pernah marah. Siapa pun orangnya, selagi hidup dia akan pernah marah entah karena satu dan lain hal yang memancing kemarahan dalam dirinya.
Setiap orang tentu memberikan respon yang beraneka ragam pula atas kemarahan yang sedang dialaminya. Ada orang yang langsung membentak orang lain; memukul benda yang ada di sekitarnya; diam seribu bahasa; memendam amarah; dan sebagainya.
Pada saat marah, kita sedang membuat keputusan buruk. Bisa jadi, kita sedang mengangkat pedang kemarahan dan menebas orang lain dengan luapan perasaan yang menyakitkan baginya.
Kita mengucapkan hal-hal yang seharusnya tidak diucapkan, mencaci, memaki, dan melukai perasaan orang lain.Â
Kita cenderung ingin memperparah keadaan dan bukannya meredakan situasi "panas". Dalam keadaan seperti ini, kita meluapkan kemarahan dengan cara yang keliru.
Memahami kemarahan
Kemarahan itu punya kuasa yang luar biasa. Ia dapat mengubah banyak hal dalam hidup ini. Kalau tidak dapat diatasi, apalagi dipahami dengan betul, kemarahan akan menghancurkan.
Kita perlu memaksa diri untuk mengatasi kemarahan. Untuk itu, langkah pertama yang menjadi langkah penentu adalah memahami kemarahan dari kaca mata positif.
Kemarahan adalah bagian dari emosi-emosi dalam diri manusia yang sejatinya dirancang oleh Tuhan (Sang Pencipta) untuk membantu kita menanggapi dan menikmati dunia ini.
Dari pihak Tuhan sendiri, perasaan-perasaan tersebut menjadi sosok yang menolong, positif, dan menjadi berkat.Â
Emosi adalah sensasi psikologis yang sangat membantu kita dalam hidup.
Maka, kemarahan menjadi satu emosi yang berasal dari Allah dan itu tidak terhindarkan. Di dalam kemarahan ada energi, ada tenaga.
Kemarahan membuat cairan di tubuh kita mengalir, jantung berdebar, dan akal budi bermain. Kemarahan itu positif.
Kemarahan dapat menjadi satu motivasi yang menolong dan membangun, jika diungkapkan dengan sehat dan proporsional, tidak berlebihan apalagi ingin menang sendiri.
Sisi baik kemarahan
Kemarahan tidak boleh dipandang sebelah mata secara negatif dan jelek. Kemarahan memiliki sisi baik yang barang kali selama ini kurang diperhatikan.
Kemarahan dapat digunakan sebagai bentuk perlindungan secara emosional dan jasmani, mengomunikasikan perasaan, menguatkan sesama, dan melatih orang lain.Â
Kemarahan juga bisa bertindak sebagai lampu kuning yang mengingatkan bahwa ada yang sedang tidak beres dalam diri kita. Atau dengan kata lain, ada emosi primer yang tidak atau belum terselesaikan.
Bisa jadi ada luka karena kebutuhan yang tidak terpenuhi, ada frustrasi dari harapan yang tidak tercapai, dan atau ada rasa tidak aman dari diri karena harga diri yang terancam (emosi primer).
Untuk itu, tidak masalah kalau kita marah. Asalkan kita marah pada hal yang salah dan memberikan respons yang benar. Inilah kemarahan yang baik dan kemarahan yang baik adalah in se baik.
Mengatasi kemarahan
Setelah memahami dan mengerti sisi baik kemarahan dan ekspresi yang keliru dari kemarahan, sudah saatnya kita bertindak untuk mengatasi kemarahan yang muncul dalam diri kita masing-masing.Â
Jika kita berhasil, kita sedang berada pada jalan benar untuk membebaskan diri dari kemarahan yang destruktif.
Metode yang ditawarkan adalah ABCD, apa itu?
Acknowledge
Akuilah bahwa Anda sedang marah. Tak perlu melakukan rasionalisasi. Tak usah sangkal atau pendam. Akui saja, terima keadaan, dan berusahalah mengenali kemarahan tersebut. Apakah kemarahan yang sedang Anda rasakan itu mengarah kepada hal yang baik atau menghancurkan.
"Saya marah kepada ...... saat ia ......"
Backtrack
Mundurlah ke emosi: kebutuhan yang tidak terpenuhi, harapan yang tidak tercapai, atau harga diri yang terancam.Â
Berdialoglah dengan diri sendiri. Tanya pada diri, "Mengapa saya marah? Apa yang sesungguhnya sedang saya rasakan? Emosi primer apa yang sedang bergejolak di diri saya?"
Yang mengerti keadaan batin adalah orang yang bersangkutan. Untuk itu, perlu berdiam diri sejenak mengelola keadaan amarah yang sedang muncul.
"Yang sesungguhnya saya rasakan adalah ........ (sakitkah/frustrasi/terluka/dsb)."
Consider
Sadarilah penyebabnya. Mari bertanya pada diri sendiri, "Siapa atau apa penyebab utama kemarahan yang sedang dirasakan? Siapa atau apa yang membuat saya frustrasi? Rencana manakah yang gagal?"
Hal ini penting, agar kemarahan muncul tanpa penyebab yang jelas. Kalau tidak, kita bisa melemparkan kemarahan kepada orang atau barang yang tidak bersalah.
"Saya merasa demikian karena ....... "
Determine
Tentukanlah cara baik dan benar untuk mengatasinya. Penting juga bertanya pada diri sendiri bagaimana saya harus merespon kemarahan tersebut, kapan waktu yang tepat untuk mengakui kemarahan dan minta maaf atasnya, dan apa cara yang harus saya lakukan.
Misalnya berdoa atau berbicara kepada Tuhan atas perasaan marah yang dialami; atau mengevaluasi respon atas kemarahan dan meminta maaf pada pihak yang dianggap pemicu kemarahan; atau tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Tetap berhati-hati
Saya masih ingat nasihat bijak dari Benjamin Franklin, "Kemarahan tidak pernah tanpa alasan, tetapi jarang ada alasan yang bagus!"
Apa yang mau saya sampaikan adalah mari tetap berhati-hati. Kemarahan bisa saja muncul karena alasan-alasan yang tidak sehat.
Kalau kemarahan timbul karena alasan sepele dan kita meresponnya dengan berlebihan, kita akan membayar efek kemarahan itu dengan harga yang mahal.
Kita akan mengeluarkan biaya yang besar untuk ganti rugi. Jasmani kita akan terganggu. Jiwa kita akan terguncang. Relasi yang telah dirajut selama ini bisa retak dan hancur.
Metode yang ditawarkan di atas bermuara pada kerendahan hati untuk mengomunikasikan perasaan kepada sesama.Â
Bagaimana pun, dengan komunikasi yang benar dan baik, kemarahan dapat dikelola dan diatasi dengan baik dan benar pula.
Selamat mencoba...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H