"NO PAIN WITHOUT GAIN"
Kalimat bijak di atas sudah sangat melegenda dan selalu kubawa kemana saja aku pergi. Bahkan, sampai di tahap aku harus kuliah di satu universitas di Medan.
Kuyakin pula dengan merefleksikan semangat yang ada di baliknya (beyond), aku bisa seperti ini. Memiliki daya juang yang kuat dan tak mudah patah semangat, meski ada hal yang rasanya sulit untuk diatasi.
Barangkali, sewaktu duduk di bangku SD hingga SMA, tanggung jawab yang harus kuemban tidak terlalu berat. Soalnya, kedua orang tua bisa membantu kapan dan di mana saja. Juga, adalah tanggung jawab orang tua untuk memerhatikan kebutuhan primer dan sekunder anak-anaknya, termasuk biaya pendidikan.
Namun, ketika sudah duduk di bangku perguruan tinggi, rasanya gengsi juga donk kalau orang tua masih campur tangan. Dalam tahun-tahun pertama sih masih sah-sah saja. Tapi, lewat dari situ, aku harus sudah berpikir untuk berdikari dan mandiri.
Testing masuk perguruan tinggi kuikuti dengan amat sangat serius. "Aku harus bertanggung jawab atas biaya sekolah dari kedua orang tua!" Demikian tekadku dalam hati. Maka, tiada hari tanpa belajar dalam time table-ku.
Akhirnya, aku masuk ke fakultas dan universitas negeri yang cukup dilirik di Medan. Syukurlah, akhirnya dengan kerja keras dan doa, tahap demi tahap ujian dapat kulalui dengan baik.
Perketat komitmen
Setelah masuk, aku masih tetap berjuang untuk mengisi hari-hariku selama 8 semester di sana. Sejak masa ordik, aku sudah punya ambisi untuk menaklukkan perguruan tinggi tersebut.
Saat ordik, para senior dan dosen sudah memaparkan panorama kampus dengan segala jenis kegiatan ekskul (bahasa anak kampus) di dalamnya.Â
"Hmmm... Boleh juga nich! Aku mau pilih ekskul yang bisa mendukung fakultas yang sedang kugeluti. Maka, aku mau pilih UKM di bidang alam dan seni" Begitu sketsaku.
Sehabis ordik, aku menghubungi pihak yang berhubungan dengan unit tersebut. Wah, ternyata aku harus ikut ujian lagi. "Hadeehh, ora popo-lah. Yang penting aku maju terus!!!" Semangatku makin membara.