Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi salah satu provinsi di rahim pertiwi yang paling sering dikunjungi Ir. H. Joko Widodo, presiden ke-7 RI. Tercatat kurang lebih 11 kali ia menginjakkan kaki di provinsi 1001 pulau, budaya dan bahasa. Terakhir dan yang mungkin paling berkesan dan akan terus dikenang adalah kunjungannya ke desa Amakaka kabupaten Lembata dan Desa Nelelamadiken, Adonara di Kabupaten Flores Timur yang mana dua wilayah ini paling terdampak akibat Seroja Tropical Syclon yang meninggalkan duka mendalam karena banyaknya korban baik jiwa maupun material.Â
Volume kunjungan ke NTT yang cukup tinggi menunjukkan bahwa Jokowi cinta, peduli, sayang dengan orang NTT. Tidak berlebihan jika dikatakan Jokowi telah menganggap orang NTT sebagai darah dagingnya sendiri. Begitu pula sebaliknya  orang NTT sangat mencintai Jokowi. Di pundaknya mereka menaruh harapan akan masa depan NTT menjadi lebih baik. Ini bukan persoalan presiden dan rakyatnya tetapi soal kedekatan emosional laksana bapak dan anak, laksana saudara sekandung. Mereka akan tetap merindukannya, rindu untuk datang kembali dan dengan tangan terbuka, sepuluh jari menerimanya.Â
Orang Lembata akan mengenang kunjungan bapak Jokowi bahkan mungkin mendirikan prasasti mengenang kunjungan orang nomor 1 di negeri ini. Bagaimana tidak? Jokowi adalah presiden pertama yang menginjakkan kaki di Nusa Lapan dan Batan, Lembata. Kerinduan yang terpendam sejak negara ini merdeka kini terobati sudah. Di tengah dukacita ada sukacita, di tengah ratap tangis ada canda tawa, bapak Jokowi, pakde datang mengunjungi Amakaka.
Sebelumnya saya mohon maaf kepada masyarakat Lembata terkhusus masyarakat Desa Amakaka jika kemudian tulisan ini kurang berkenan dari perspektif etimologi Amakaka karena terus terang saya kekurangan literasi tentang asal usul nama desa ini. Saya coba meletakkan tulisan ini sesuai dengan apa yang saya pahami tentang kata tersebut. Jika boleh, ijinkan saya membedah kata Amakaka ini. Amakaka tediri dari dua kata AMA dan KAKA. Ama berati Bapak/Bapa. Kaka berarti yang lebih tua/yang lebih dulu. Jika digabungkan maka akan terbentuk sebuah arti yakni Bapa Tua atau Bapa Besa (sebutan orang Lembata). Sehingga (mungkin?) Desa Amakaka bisa diartikan sebagai Desa/tanah milik/ditempati Bapa besa/bapa tua. Sampai di sini, semoga bisa dimengerti.
Pakde (jawa) adalah singkatan dari Bapak Gede yang sama artinya dengan bapa besa/bapa tua di lidah orang Lembata.
Kita baru menyadari dua kata di atas; Amakaka dan Pakde ternyata memiliki arti yang sama yakni bapa besar/bapa tua. Kita tentu sepakat bahwa ini bukan sebuah kebetulan melainkan sebuah tanda yang mengundang kita semua untuk terus berefleksi, apa makna dari semua ini. Tidak pula menjadi sebuah kebetulan ketika Desa Amakaka dipilih Pakde menjadi tempat ia berpijak menyaksikan reruntuhan, desa yang porakporanda akibat bencana ini. Bapa Besar (pakde) datang mengunjungi Bapa Besa (amakaka) yang itu berarti ia mengunjungi dirinya sendiri. Dirinya sendiri yang kini terluka, sakit, hancur berkeping-keping karena kedasyaratan banjir bandang.Â
Dan, dari sana, di atas 'tubuhnya' sendiri Pakde dengan hati terluka meminta agar 'dirinya' direlokasi. Sebuah tindakan yang tentu terasa berat, mengandung kesedihan, karena di situlah tanah tumpah darahnya, tempat waktu kecil mereka selalu bercumbu dengan bebatuan, berpeluk ria pada pinggul 'sang kawan' Gunung Lewotolok, bahkan gemuruh sang kawan adalah musik dalam belahan jiwanya yang bersama mereka mendendangkan memori ketika senja tiba diiringi pula hentakan tangan kuat mama-mama yang berdansa dengan butir-butir jagung pada periuk tanah dan berdansa pada batu ceper. Â Namun 'sang kawan' yang telah memberi hidup dan yang juga selalu menemani suka duka perjalanan bersama sang waktu, Â kini tak seperti dulu lagi; ia mengambil kehidupan.Â
Kini mereka dengan terpaksa harus berpisah, perpisahan tanpa benci dan dendam, perpisahan untuk selalu dirindukan demi merawat kehidupan. Dan, apapun itu, gunung Lewotolok, sang kawan tetaplah kawan bahkan sahabat yang akan tetap dikenang. Ia ditinggal dalam kesendirian, sunyi, sepi, walau sesekali ia menghibur dirinya dan para sahabat yang akan jauh darinya dengan nyanyian sunyi dan ketika rindu menghampiri ia memanggil dan menyapa dalam gemuruh.
Jacket Merah.