Jakarta, Saat ini masih belum ada satu pun merek obat yang beredar di tanah air yang sudah mendapatkan sertifikasi halal dari Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Produsen lebih mengutamakan obatnya mendapatkan sertifikasi keamanan, khasiat dan mutu dari Kementerian Kesehatan. Apalagi pemerintah hanya mensyaratkan tiga hal itu untuk produsen obat. Sedangkan sertifikasi halal tidak wajib dan hanya bersifat sukarela. "Selama 20 tahun LPPOM berdiri belum ada satu pun produsen obat yang mendaftarkan produknya untuk sertifikasi halal," kata Direktor LPPOM MUI Ir Lukmanul Hakim Msi dalam seminar 'Pentingnya Penyediaan Obat Halal di Indonesia' di Balai Kartini, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (31/3/2010). Lukmanul mengatakan sertifikasi halal untuk obat penting dilakukan karena kepedulian dan kesadaran masyarakat tentang produk halal dan haram tiap tahun makin meningkat. "Hukum yang mengonsumsi obat sama dengan mengonsumsi pangan yaitu harus halal," ujar Lukmanul. Sementara Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Dra Sri Indrawaty Apt. Mkes mengatakan sertifikasi halal sifatnya memang tidak wajib hanya mengandalkan inisiatif produsen saja. "Yang didaftarkan ke Kemenkes hanya masalah kemanan, khasiat dan mutu," kata Sri. Lukmanul menjelaskan tidak adanya obat yang bersertifikasi halal karena pengetahuan konsumen muslim juga terbatas. Ada asumsi obat haram diperbolehkan karena alasan darurat. Padahal menurut MUI alasan darurat itu ada berbagai macam syarat: 1. Kalau tidak pakai obat itu maka pasien bisa mati 2. Harus diyakini tidak ada obat lain selain obat itu sehingga membahayakan keselamatan jika tidak diminum. 3. Kondisi darurat ini tidak berlaku selamanya Menanggapi masalah ini, menurut Lukmanul, perlu adanya upaya secara sistematis dari pemerintah dan pemangku kepentingan lain seperti produsen farmasi, apoteker, dokter, MUI, pebisnis obat dan vaksin serta ilmuwan dari perguruan tinggi untuk membahasnya. Tujuannya agar konsumen obat dapat memakai obat dengan tentram dan tidak was-was dengan status halal. Kalau pun obat tersebut tidak halal, menurut Sri, produsen harus mencantumkan bahannya secara jelas seperti alkohol atau babi. health.detik.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H