Mohon tunggu...
Fouree Aj
Fouree Aj Mohon Tunggu... -

Emak-emak biasaaaa ....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Wacana Legalisasi Ganja, Ibarat Menggarami Luka

6 Mei 2011   14:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:00 1181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_107743" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (cineradham.com)"][/caption] Tulisan ini saya lemparkan tidak semata demi latah urun bicara, mengenai isu yang menghangat menjelang rencana Lingkar Ganja Nusantara (LGN), yang akan menggelar aksi turun ke jalan demi mendukung Wacana Legalisasi Ganja besok Sabtu 7 Mei 2011 di Jakarta. Seakan kondisi bangsa ini masih kurang babak belur, sehingga saya begitu tertegun ketika melihat tayangan berita di salah satu televisi swasta mengenai hal ini. LGN juga mengemukaan bahwa mestinya pemerintah tidak mengkategorikan ganja sebagai narkoba kelas 1, dengan alasan ganja tidak signifikan menimbulkan adiksi (ketergantungan) dan kerugian lain pada pemakainya. Ganja dengan nama latin Cannabis memiliki sejarah yang panjang sebagai tanaman yang terus-menerus menjadi kontroversi, dikarenakan efek pada pemakainya. Berbagai kajian medis maupun moral sosial terus mengalami perdebatan mengenai ke'boleh'annya untuk dikonsumsi secara legal dan bebas. Kalangan yang pro menyatakan bahwa tidak perlulah ada upaya-upaya pelarangan terhadap konsumsi ganja, apalagi sampai dengan menciptakan payung hukumnya segala. Alasannya bahwa ganja memiliki efek yang berbeda-beda terhadap pemakainya. Ada orang yang mendapatkan lompatan energi dan kreatifitas setiap penggunaannya, namun pada kenyataanya jauh lebih banyak dilaporkan kasus anjloknya kemampuan berpikir, halusinasi, fly, dan hilangnya kontrol diri sesudahnya. Namun di lain sisi, sejumlah riset telah memberikan kesimpulan bahwa selain memberikan efek fly, ada efek positif dari kandungan THC (delta-9 tetra hidrocannabinol) -mohon koreksi jika salah tulis- dalam ganja yang diyakini dapat menghambat pembentukan bahkan membunuh sel-sel kanker. Dengan alasan medis tersebut ditambah anggapan sifat adiksinya yang hanya mitos dan 'ketidakberbahayaannya' yang lain, maka mereka menggeliat memperjuangkan kelegalan sang ganja. Namun seiring manfaatnya, tentu timbul pertanyaan. Dalam dosis yang seberapa ganja dapat memberikan manfaat, bukan malah merugikan? Tentu kalangan farmasi dan medis yang dapat memberikan ukuran yang lebih dapat dipertanggungjawabkan, berdasarkan kondisi fisik seseorang, dan bukan ditentukan orang per orang sendiri demi efek sensasi yang hendak diraih. Ingatan saya melayang pada belasan tahun yang lalu. Seorang teman yang berasal dari keluarga sedang-sedang saja dan menempuh kuliah di kedokteran, memiliki seorang kakak laki-laki yang doyan mabuk dan ngganja, gak siang gak malam. Orangtua mereka seorang single parent, ibu yang perkasa. Jika sedang pengen, ketika meminta uang pada ibunya, segala cara ditempuh. Mulai minta secara terang-terangan, kemudian mencuri, lain waktu menodong orang di kampungnya. Jika sang ibu tidak memberi, maka akan ada piring dan gelas melayang, hingga satu waktu si ibu dicekik sang sulung. Untung ada tetangga yang melerai. Walhasil satu-persatu harta ludes untuk memenuhi 'kebutuhan' si sulung sekaligus mengobatkannya. Dan teman saya yang calon dokter itu dengan terpaksa menelan impiannya untuk menjadi dokter (semoga engkau baik-baik saja kini, sista... :'( ). Sori ya jika ada yang menganggap cerita ini fiktif belaka. Maaf, anda salah! Ini benar terjadi. Saya sungguh-sungguh tidak mengerti jalan pikiran LGN mau bikin gawe seperti itu. Bolehlah anda-anda anggap saya ini katrok, ndeso, pula sok idealis. Tetapi saya ingin tahu seandainya keluarga anda sendiri yang mengalami penyalahgunaan, hingga rusak kondisi mental finansial serta kehidupan sosial dan pribadinya, apa pendapat anda? Mungkin terjadi pada adik anda, anak anda, atau malah ibu anda! Perlu digarisbawahi, penyalahgunaan, bukan penggunaan dengan tujuan medis yang dalam pengawasan terkait. Jika yang anda jadikan acuan dan yang membuat anda iri kenapa Indonesia tidak seperti Belanda dalam menyikapi dan membuat kebijakan mengenai ganja ini, maka saya kembali mempertanyaakan, apakah kurang babak belur bangsa kita ini?? Tanpa ganja saja, kita sudah kedodoran di banyak bidang. Mulai stigma sebagai bangsa yang malas, miskin dan rendah pendidikan, persoalan tumpang tindih dari korupsi, tingginya angka pengangguran, TKI yang tidak dimanusiakan di negeri orang, pendidikan yang berubah jadi industri, media yang membodohkan, supremasi hukum yang jadi panggung dagelan, bla bla bla.... Kurang apalagi? Sekarang mau ditambahi lagi dengan persoalan sama sekali kontra produktif. Maka sangat wajar bukan jika banyak orang bertanya-tanya, apa motif anda sebenarnya, LGN???

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun