Jumat, 23 Januari 2015 mungkin menjadi hari yang cukup mengagetkan bagi Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto alias BW. Lelaki yang mendedikasikan hidup sebagai pemberantas korupsi ini tiba-tiba diciduk oleh orang yang mengaku dari Bareskrim Mabes Polri. BW ditangkap saat sedang mengantar anaknya ke sekolah. Mendengar laporan dari ajudan BW tentang penangkapan tersebut, Johan Budi yang menjabat sebagai Deputi Bidang Pencegahan KPK segera melakukan konfirmasi kepada Wakapolri sekaligus Pelaksana Tugas Kapolri, Badrorin Haiti. Dalam pernyataannya, Johan Budi mengatakan bahwa Wakapolri membantah adanya penangkapan tersebut. Sementara itu, media telah ramai memberitakan penangkapan BW oleh Bareskrim Polri. Bahkan rumor “Cicak Vs Buaya Jilid III” sudah berhembus sangat kencang.
Tentunya ini menimbulkan pertanyaan besar. Asumsi dan spekulasi mulai berkecamuk. Apakah ini semacam counter attack Polri atas kasus Budi Gunawan? Apakah ini salah satu langkah untuk melemahkan KPK? Apakah BW akan di-Antasari-kan? Ataukah ini hanya sinetronisasi yang didramatisir? Hingga akhirnya Kabid Humas Polri, Roni Sompie mengonfirmasi bahwa berita penangkapan BW oleh Bareskrim adalah benar. Dan penangkapan tersebut dilakukan didasari adanya laporan tentang sengketa Pilkada Kotawaringin, dan BW dituduh mengerahkan kesaksian palsu di Mahkamah Konstitusi. Ini tentu bertolak belakang dengan pernyataan sebelumnya yang diungkapkan Wakapolri Badrodin Haiti yang membantah telah terjadi penangkapan terhadap BW. Pertanyaannya, bagaimana bisa seorang Wakapolri yang sedang diberi mandat sebagai Pelaksana Tugas Kapolri tidak mengetahui ini? Seburuk itukah kordinasi di internal Polri? Mungkinkah ada gerakan yang diluar kordinasi Polri dalam penangkapan BW? Atau ini justru menunjukan bahwa tidak ada intervensi politik dari Polri.
Para awak media langsung menuju ke dua titik pusat sasaran empuk pemberitaan yaitu gedung KPK dan Bareskrim Mabes Polri. Para pengamat politik dan hukum pun mulai berkicau di stasiun-stasiun televisi. Tak mau ketinggalan para pegiat sosial media juga turut mengomentari pemberitaan yang menggemparkan di Jumat Keramat yang biasanya menjadi jargon KPK ini. Para aktivis anti korupsi lalu berdatangan ke gedung KPK untuk menyatakan dukungan terhadap BW sekaligus institusi pemberantasan korupsi tersebut. Tanda pagar #SaveKPK bahkan menjadi trending topik dunia.
Bukan sesuatu yang mengherankan jika pemberitaan ini menjadi begitu besar, melihat rentetan kejadian sebelumnya. Mulai dari penetapan Calon Kapolri Budi Gunawan alias BG sebagai tersangka kasus rekening gendut oleh KPK yang terkesan mendadak, dan membuat BG terhambat untuk menjabat sebagai Kapolri. Hingga isu pelanggaran etik oleh Ketua KPK Abraham Samad, yang dimunculkan oleh kubu PDIP. Rasanya sangat sulit untuk tidak berspekulasi dan mengaitkan peristiwa-peristiwa tersebut.
Jika ditarik ke beberapa hari sebelumnya, di mana BG sebagai calon tunggal Kapolri yang diajukan oleh Presiden Jokowi sebenarnya telah lulus dari proses fit and proper test oleh DPR. Akan tetapi seiring penetapannya sebagai tersangka oleh KPK, Presiden Jokowi pun memutuskan untuk menunda pelantikan BG sebagai Kapolri. Disini lah konflik yang diibaratkan Cicak Vs Buaya ini kembali meruncing. BG kemudian mem-praperadilan-kan KPK sebagai bentuk perlawanannya. Di momen yang sama, beredar foto mesra mirip Ketua KPK Abraham Samad dengan seorang wanita. Juga kesaksian seorang politisi partai Banteng terkait penyalahgunaan kekuasaan oleh Samad, yang diduga digunakan untuk menjadi calon wakil presiden mendampingi Jokowi pada pilpres lalu. Dan puncaknya adalah penangkapan BW yang diketahui atas dasar pelaporan seorang Sugianto Sabran, mantan calon bupati Kotawaringin yang merupakan politisi PDIP. Apakah ini Cicak Vs Buaya & Banteng? Sekali lagi, rasanya sangat sulit untuk tidak berspekulasi dan mengaitkan rentetan peristiwa tersebut.
Jika melihat motif kasus yang dijadikan untuk menangkap BW ini adalah kasus yang nampaknya sengaja dikorek-korek kembali. 2010 lalu BW memang menjadi pengacara untuk Bupati Kotawaringin Ujang Iskandar. Pada saat itu Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk memenangkan kubu Ujang terkait pelanggaran yang dilakukan oleh kubu Sugianto Sabran karena politik uang. Janggalnya, dalam kurun waktu lebih dari empat tahun lebih itu, mengapa baru saat ini kasus tersebut diekspose? Lagi-lagi penulis meyakini adanya motif politik yang berniat untuk melemahkan KPK. Hebatnya lagi, laporan yang diketahui baru masuk pada tanggal 19 Januari 2015 itu ditanggapi kepolisian dengan begitu cepat, bahkan cenderung mendadak oleh kepolisian. Entah kita harus salut atau merasa aneh dengan sikap kepolisian yang tiba-tiba begitu responsif. Berbekal tiga alat bukti, Sugianto yang saat diwawancarai wartawan kerap bersumpah atas nama Allah dan kedua orangtuanya ini mengaku bahwa pelaporan terhadap BW tak ada kaitannya dengan perseteruan Polri dan KPK.
Presiden segera merespon situasi tersebut dengan memanggil ketua KPK Abraham Samad dan Wakapolri Badrodin Haiti ke Istana. Setelah pertemuan tertutup tersebut kemudian Presiden Jokowi memberikan pernyataan sikap yang sayangnya hanya terkesan normatif. Ia menghimbau agar jangan ada gesekan antara Polri dan KPK. Imbauan yang seakan buta, bahwa bukan hanya gesekan yang memang terjadi, bahkan lebih tepat disebut tabrakan. Ia juga menyatakan tidak akan melakukan intervensi. Pernyataan yang tidak mencerminkan sikap seorang pemimpin, menghindar dari masalah.
Petang menjelang malam, dukungan untuk KPK makin bergejolak. Tokoh-tokoh penting dan aktivis anti korupsi menyatakan dukungan untuk KPK dan menolak kriminalisasi terhadap BW. Seusai mimbar bebas di gedung KPK, pergerakan selanjutnya menuju Bareskrim Mabes Polri untuk melihat kondisi BW yang sejak pagi berada disana untuk diperiksa. Setelah lobi-lobi yang cukup alot akhirnya kepolisian memberikan penangguhan penahanan untuk BW atas jaminan yang diterima, bahwa BW akan bersikap kooperatif terkait kasus yang menjeratnya tersebut. Pukul dua dini hari BW pun diperbolehkan pulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H