Pilkada serentak 2024 telah selesai, menyisakan euforia dan gesekan politik di berbagai daerah. Beberapa kandidat yang tidak puas dengan hasil perhitungan suara mengajukan sengketa ke Mahkamah Konstitusi. Namun, secara umum, pelaksanaan Pilkada berjalan lancar. Di balik dinamika ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi sorotan karena peranannya yang dinilai signifikan dalam mendukung para kandidat tertentu, baik secara terang-terangan maupun lewat jalur pengaruh politiknya.
Keberhasilan Jokowi dalam Pilkada 2024
Jokowi diketahui mengendorse 84 kandidat di berbagai level Pilkada, mulai dari gubernur hingga bupati dan wali kota. Di Jawa Tengah, pasangan Ahmad Lutfi dan Taj Yasin yang didukung Jokowi berhasil memenangkan kompetisi. Begitu pula di Sumatera Utara, di mana Bobby Nasution, menantu Jokowi, mengalahkan lawannya. Hal ini menunjukkan pengaruh politik Jokowi yang masih kuat meskipun masa jabatannya sebagai presiden akan segera berakhir.
Keberhasilan ini menjadi indikasi bahwa Jokowi tidak sekadar bermain sebagai figur pasif, tetapi juga aktif memengaruhi peta politik di daerah-daerah strategis seperti Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Pengaruh ini memberikan landasan kuat untuk strategi politik Jokowi di masa depan, terutama untuk mengorbitkan Gibran Rakabuming Raka dalam peta politik nasional.
Kegagalan di Jakarta: Tantangan Besar Jokowi
Namun, di balik kesuksesan ini, ada satu kegagalan besar yang mencoreng strategi politik Jokowi, yakni kekalahan di Jakarta. Pasangan Pramono Anung dan Rano Karno yang diusung PDIP berhasil memenangkan Pilkada Jakarta, mengalahkan pasangan Ridwan Kamil dan Suswono yang didukung koalisi besar, termasuk partai-partai pendukung Jokowi.
Kekalahan ini menjadi pukulan berat bagi Jokowi. Jakarta adalah pusat politik dan ekonomi Indonesia. Siapa pun yang memimpin Jakarta akan menjadi sorotan nasional dan internasional. Dengan kekalahan ini, Jokowi gagal memastikan dominasi politiknya di ibu kota. Lebih dari itu, kekalahan di Jakarta menunjukkan bahwa PDIP, di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, tetap menjadi kekuatan politik yang tangguh, meskipun suara partai tersebut mengalami penurunan dalam Pemilu 2024.
Persaingan dengan PDIP dan Megawati
Pilkada Jakarta juga mencerminkan konflik laten antara Jokowi dan PDIP. Meski Jokowi adalah kader PDIP, ambisinya untuk menciptakan politik dinasti melalui Gibran telah memicu tensi dengan Megawati. Jokowi dianggap ingin memperlemah PDIP dengan mendukung kandidat-kandidat di luar garis partai.
Namun, kemenangan PDIP di Jakarta menunjukkan bahwa strategi Jokowi untuk melemahkan dominasi partai berlambang banteng ini belum sepenuhnya berhasil. Sebaliknya, PDIP justru memperkuat posisinya di panggung politik nasional, mengamankan posisi penting untuk menghadapi Pilpres 2029.