Mohon tunggu...
Baret Mega Lanang
Baret Mega Lanang Mohon Tunggu... Seniman - Penulis

Bagai Empu Prapanca yang menulis Negarakertagama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mahar Politik: Pengertian dan Dampaknya pada Demokrasi di Indonesia (Part-1)

8 Juni 2024   20:02 Diperbarui: 8 Juni 2024   21:50 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengertian Mahar Politik

Mahar Politik adalah istilah yang berasal dari dua kata, yaitu "mahar" dan "politik". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mahar diartikan sebagai pemberian wajib berupa uang atau barang dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan saat akad nikah. Secara etimologis, mahar juga berarti maskawin. Ketika kata ini disandingkan dengan politik, maka terbentuklah istilah "mahar politik".

Mahar politik mengacu pada transaksi di bawah tangan yang dilakukan dengan memberikan dana dalam jumlah tertentu kepada partai politik sebagai "kendaraan" politik bagi seorang calon yang ingin mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah atau wakil rakyat dalam Pemilu. Mahar politik sering kali diartikan sebagai pemberian sejumlah uang kepada para pengurus partai politik dari tingkat pusat hingga anak cabang, guna memperoleh dukungan dari partai politik tersebut. Dukungan ini diperlukan untuk maju sebagai bakal calon atau calon dalam pemilihan kepala daerah ataupun pemilihan umum sebagai wakil rakyat.

Fenomena Mahar Politik

Dalam praktiknya, mahar politik terjadi pada tahap pencalonan oleh partai. Pemberi mahar bisa berasal dari internal maupun eksternal partai. Istilah lain yang sering digunakan adalah 'uang perahu', yaitu uang yang dibayarkan seseorang agar mendapatkan dukungan dari partai politik untuk dicalonkan. Mahar diberikan untuk mendapatkan 'stempel' dan restu dari partai politik. Fenomena ini memiliki dampak signifikan terhadap keberlangsungan demokrasi di Indonesia.

Mahar politik merupakan salah satu faktor yang menyebabkan biaya politik di Indonesia menjadi mahal. Selain itu, ada juga praktik jual beli suara yang dikenal dengan istilah "serangan fajar". Nilai transaksi mahar politik ini sangat fantastis, bisa mencapai miliaran rupiah. Semakin besar uang yang dikeluarkan, semakin besar peluang kandidat untuk diusung oleh partai.

Regulasi dan Sanksi

Regulasi mengenai mahar politik diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Larangan dan sanksi administrasi terkait mahar politik diatur dalam Pasal 47 ayat (1) hingga ayat (6).

Dalam undang-undang tersebut, partai politik atau gabungan partai politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan gubernur, bupati, dan walikota beserta wakilnya. Jika terbukti menerima imbalan, partai tersebut dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama. Pembuktian penerimaan imbalan harus melalui putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Selain itu, setiap orang atau lembaga juga dilarang memberi imbalan kepada partai politik atau gabungan partai politik dalam proses pencalonan.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Pasal 228 juga menegaskan larangan bagi partai politik menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan presiden dan wakil presiden. Meskipun sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan menjadi rahasia umum, pembuktian mahar politik sering kali sulit dilakukan karena praktiknya yang terbatas dan rahasia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun