Mohon tunggu...
Panji Hadisoemarto
Panji Hadisoemarto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Nama saya Panji. Lahir di Bandung tahun 1979. Sedang belajar tentang kesehatan masyarakat global di Harvard University.\r\n\r\nhttp://panjifortuna.jimdo.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kasus: Dokter Hewan Jadi Kepala Dinas Kesehatan (Manusia)

14 Oktober 2011   15:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:57 1561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_141656" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Baru-baru ini ramai diberitakan tentang mutasi pejabat di lingkungan pemerintahan Kabupaten Ponorogo yang salah satunya melibatkan ditunjuknya Bapak Sapto Jatmiko, seorang dokter hewan, sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo yang notabene mengurusi kesehatan manusia. Tentu saja yang diberitakan bukan tentang prestasi atau pencapaian yang positif, tapi tentang protes-protes seputar pengangkatan tersebut. "Kesehatan orang kok ditangani dokter hewan?" barangkali begitu inti dari protesnya. Ketua IDI Ponorogo menyampaikan bahwa penunjukkan itu menyalahi beberapa peraturan: yang pertama adalah UU no 36 tentang kesehatan yang mensyaratkan kompetensi di bidang kesehatan masyarakat dan, yang kedua, adalah Permenkes 267/2008 dan 971/2009 tentang persyaratan teknis seorang kepala dinas kesehatan. Namun ketiganya tidak serta merta melarang seorang dokter hewan menjadi kepala dinas kesehatan. Mengapa? Pertama, kompetensi di bidang kesehatan masyarakat bukan kompetensi yang terbatas dimiliki oleh seorang dokter (manusia), perawat atau profesi kesehatan lain yang berhubungan langsung dengan manusia. Kesehatan masyarakat adalah bidang multi-disiplin yang ditangani oleh berbagai profesi, mulai dari dokter, dokter hewan, insinyur, ahli sosial sampai ahli-ahli di bidang teknologi. Malahan, tidak seperti kedokteran klinis, kesehatan masyarakat adalah masalah kompleks yang penyelesaiannya sering kali tidak diajarkan di bangku kedokteran. Katakanlah kemiskinan sebagai biang keladi masalah kesehatan masyarakat. Apakah seorang dokter memiliki kompetensi untuk mengatasi kemiskinan? Dengan kata lain, seorang dokter (manusia) pun tidak serta merta mempunyai kompetensi di bidang kesehatan masyarakat.  Kedua, permenkes di atas mensyaratkan agar seorang kepala dinas adalah seorang sarjana kesehatan dan memiliki pendidikan strata 2 di bidang kesehatan masyarakat. Sejauh pengertian saya, bidang kedokteran hewan pun masih merupakan bidang kesehatan. Di luar tetek bengek peraturan teknis dan birokratis di atas, sebenarnya ada satu hal yang menurut saya bisa menghalalkan ditunjuknya seorang dokter hewan menjadi kepala dinas kesehatan: zoonosis. Apa itu zoonosis? Zoonosis adalah penyakit bersumber hewan dan pembaca semua sudah familiar dengan penyakit-penyakit ini: flu burung (dari burung), SARS (dari luwak), rabies (dari anjing), anthrax (dari ternak), pes (dari tikus), toxoplasma (dari kucing), leptospira (dari tikus lagi) dan masih banyak lagi. Faktanya, banyak masalah kesehatan masyarakat sekarang ini, emerging dan reemerging diseases, adalah penyakit yang berasal dari hewan.  Walaupun dokter (manusia) dibekali dengan pengetahuan dan keahlian untuk mengobati pasien yang menderita penyakit bersumber hewan, penanganan zoonosis sebagai masalah kesehatan masyarakat tetap memerlukan keahlian berharga seorang dokter hewan. Malahan, konsep kesehatan masyarakat yang paling anyar diusung adalah konsep One Health yang menghubungkan kesehatan manusia, hewan dan lingkungannya di dalam satu kerangka berpikir yang utuh. Kembali ke penunjukkan Bapak Sapto Jatmiko, kelayakannya untuk menjabat sebagai kepala dinas kesehatan harus dilihat secara utuh dan bukan semata-mata berdasarkan "kesehatan manusia kok ditangani dokter hewan?" Misalnya: apakah dr Sapto mempunyai kompetensi di bidang kesehatan masyarakat yang bukan hanya ditunjukkan dengan gelar akademis tapi juga pengalaman kerja? Atau: apakah masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten Ponorogo banyak disebabkan oleh penyakit zoonosis? Atau: apakah dr Sapto mengambil spesialisasi di bidang primata, terutama non non-human primates? Just kidding. [caption id="" align="alignnone" width="607" caption="Are we monkeys?"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun