Mohon tunggu...
Panji Hadisoemarto
Panji Hadisoemarto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Nama saya Panji. Lahir di Bandung tahun 1979. Sedang belajar tentang kesehatan masyarakat global di Harvard University.\r\n\r\nhttp://panjifortuna.jimdo.com/

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Lapor, Pak Gita! TOEFL saya 617. So what?

1 Januari 2012   18:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:28 2401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

"I'm sorry. I didn't get you. Say that again?"

Saya ulangi lagi.

Teman saya hanya nyengir. Saya bilang, "never mind." :(

Kembali ke pertanyaan awal, apa arti skor TOEFL 600 untuk seorang PNS?

Di website resmi ETS, penyelenggara TEOFL, dikatakan bahwa TOEFL "mengukur kemampuan menggunakan dan mengerti bahasa Inggris di tingkat perguruan tinggi. Dan menguji sebaik apa peserta mengkombinasikan kemampuan listening, reading, speaking and writing untuk menyelesaikan tugas-tugas akademis."  Di  Amerika sini, skor TOEFL minimal 600 memang banyak dipersyaratkan oleh perguruan tinggi ternama. Tapi banyak juga perguruan tinggi yang mensyaratkan TOEFL minimal kurang dari 600. Barangkali tergantung dari ekspektasi beban tugas akademis apa yang akan diperoleh sang mahasiswa. Ya, tugas akademis.

Tapi tugas akademis apa yang akan dikerjakan di lingkungan kementerian yang perlu diselesaikan dengan nilai TOEFL 600?

Saya pikir kemampuan menggunakan bahasa Inggris di tempat kerja seharusnya lebih diprioritaskan, dan kemampuan ini tentunya beragam dan tidak semuanya ter'capture' oleh skor TOEFL. Ambil saja contoh kemampuan saya untuk bergosip, padahal kemampuan bergosip di kantor adalah kemampuan yang sangat penting, kan? Just kidding.

Saya bisa menangkap niat baik Pak Gita, tapi saya pikir ada cara yang lebih baik untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di kementerian yang beliau pimpin dalam berbahasa Inggris tanpa harus 'mengintimidasi' stafnya dengan target TOEFL ala calon mahasiswa Harvard tersebut. Misalnya, lakukan pelatihan bahasa Inggris yang disesuaikan dengan deskripsi tugas di masing-masing instansi: bahasa Inggris untuk korespondensi bagi sekretaris, bahasa Inggris untuk customer service untuk staf yang mengurusi perijinan, dan seterusnya.

Di samping itu, penting juga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk meningkatkan komunikasi dalam bahasa Inggris. Misalnya, jadikan bahasa Inggris sebagai bahasa wajib pada acara-acara atau hari-hari tertentu. Ini pun harus dikerjakan secara tegas tapi sensible, tidak semudah itu melatih lidah Jawa, Betawi dan Sunda, Indonesia (dan lidah berbahasa ibu lainnya) untuk dapat berbahasa asing dengan baik. Apa lagi bagi orang2 yang tidak berusia muda lagi ketika akuisisi bahasa baru sudah menjadi tugas yang sangat sulit. It's not easy to modify what is already hard-wired. Lagi pula, apa artinya ngomong bahasa Inggris kalau komunikasi tidak bisa terjalin?

Skor TOEFL bisa digunakan untuk mengukur perkembangan kemampuan berbahasa Inggris di Kementerian Perdagangan, tapi saya pikir tidak perlu lah mengejar satu target yang demikian tinggi tanpa terlebih dahulu memikirkan relevansi skor tersebut dengan kebutuhan di tempat kerja. Para ahli bahasa Inggris, silakan koreksi pendapat saya. Atau koreksi pendapat Pak Gita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun