Sebenarnya sampai titik mana kesadaran itu selalu memenuhi ruang hati dan pikiran kita. Banyak orang-orang yang hidup dengan masa lampau, mereka tidak menyadari kalau segala tindakan dan perilakunya adalah masa lalu. Penyesalan, sedih, putus asa, cara pandang dan seterusnya. Ada juga yang hidupnya terlalu memikirkan masa depan, semua mereka jalani dengan penuh keserakahan, apapun yang menghalangi mimpi-mimpinya dianggap musuh, kompetitif tapi tidak kreatif dan ujung-ujungnya stres. Apakah tidak menyadari kalau kita hidup di masa sekarang, apapun yang dijalani adalah saat ini saat sekarang.
Ingat kata-kata E. Tolle, ''semakin kita mempunyai rasa penghormatan dan lapang dada pada saat-saat yang dijalani sekarang, maka kita akan semakin bebas dari kepedihan dan penderitaan masa lalu juga bebas dari belenggu pikiran egois.'' Tengadahkan wajah kita ke atas, bagaimana hukum-hukum Tuhan bekerja. Kita bisa belajar dari awan, burung yang beterbangan, sang raja surya yang tak pernah lelah bersinar. Semakin jauh lagi Bintang-bintang ribuan kali besarnya dibanding bumi yang kita pijak. Coba bandingkan bumi dengan matahari, bandingkan bumi dengan dengan antares, aldebaran, dan bintang super besar lainnya. Manusia sendiri sebesar apa, semut, bakteri. kekuasaan Tuhan yang sangat komplek, tidakkah menyadari.
Lalu kita merendahkan wajah dan hati ke bumi, dalam do'a yang selalu kita panjatkan, dalam renungan, dalam kesendirian. Perhatikan cara jalannya semut, sekali lagi kita dibuat terpesona dengan cara mereka bercengkrama satu sama lain dan selalu membuat rangkaian kebersamaan, sangat indah dan begitulah Cinta mereka bergerak dalam diam.
Di luar kekuasaan manusia, dalam kehendak Tuhan, sehingga alam pun bekerja kepada mereka yang hidup pada saat sekarang. Manusia yang peduli orang-orang sekitar, tahu apa yang diperbuat hingga rasa saling menghargai dan mencintai timbul dengan sendirinya.
Pernahkah kita mengungkapkan rasa 'terima kasih' ketika teman didekat tempat kita duduk mengambilkan bolpoin yang jatuh. Walaupun mereka tidak menginginkannya, tapi apalah arti kehidupan ketika rasa 'terima kasih' itu menjadi barang yang sangat mahal kita ucapkan. Karena sesungguhnya cinta adalah memberi, dan pemberian itu alangkah indah ketika diiringi dengan ungkapan tulus 'terima kasih'. Seperti bulan yang tidak memiliki cahaya sendiri, tapi keindahan cahayanya merasuk ke dalam hati. Sepertinya tidak salah kalau kita menyalakan cahaya kita sendiri, membuat mereka hangat dengan tindakan kita yang ramah, ucapan yang lembut serta senyuman yang membanggakan.
Tak terasa sepertinya baru kemarin masuk ke sekolah dasar, tau-tau sekarang sudah dapat gelar Mahasiswa, tau-tau sudah wisuda, tau-tau sudah tua, dan akhirnya tinggal menunggu ajal menjemput. Lalu apa yang sudah kita lakukan dengan hidup kita. Lagi-lagi pilihan hidup, semua tahu kalau hidup adalah pilihan, tapi jarang orang yang tahu dengan pilihannya sendiri. Pura-pura tahu tapi tidak tahu, atau tahu tapi pura-pura tidak tahu, entahlah, saya pun tidak tahu apakah yang saya lakukan sekarang berkaitan dengan apa yang saya lakukan di masa mendatang, semuanya tidak akan terjawab kalau tanpa usaha yang kita lakukan di masa sekarang.
*On the way
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H