Mohon tunggu...
FORMADIKSI UNRI
FORMADIKSI UNRI Mohon Tunggu... Administrasi - Organisasi Mahasiswa Bidikmisi

Akun resmi Forum Mahasiswa Bidikmisi Universitas Riau, dikelola oleh bidang Minat Bakat dan Kesenian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mentari di Waktu Pagi

3 Mei 2019   16:06 Diperbarui: 3 Mei 2019   16:15 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pengarang:Fitriyanti,FKIP Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Angkatan2018

Tik..tik.. tik....
Hujan masih saja setia mengguyur desaku termasuk gubuk kecil hampir roboh tempatku bernaung mempertahankan hidup bersama Ibu dan kedua Adikku. Atap yang sudah berlubang tentu saja membuat air hujan senang menjadi tamu kami di malam ini. Tapi tak apa, kami seolah kebal dengan peristiwa seperti ini hahahah... batinku teriris menyaksikan adik kecilku uang kedinginan dipangkuan Ibu.

"Allahumma shoyyiban nafi'an" Ibu menengadahkan tangan seraya berdoa karena tetap saja hujan merupakan berkah dari sang Kuasa.
 Dalam hati Aku mengaminkan do'a Ibu.
 "Ya Allah terima kasih untuk segala kesempatan kami masih bisa merasakn nikmat yang telah Kau hadiahkan kepada kami, hingga kami bisa terus bersyukur"
"Bu.. Doakan kakak ya! Agar kakak diterima di Kampus impian dengan Beasiswa agar kakak bisa merubah nasib keluarga kita bu!!"
"Tentu saja kak! Disetiap sujud Ibu, selalu nama anak-anak Ibu yang Ibu ucapkan nak. Ikhtiar dan berdoa selalu kak, In syaa Allah akan ada saatnya pelangi berkilau setelah hujan kak" Ibu menatapku sambil tersenyum.

Kami tertidur dipelukan Ibu. Aku tau, beban Ibu semenjak kepergian Ayah dua tahun silam sangatlah berat. Harus membiayai hidup ketiga anaknya tanpa ada warisan dari sang suami. Ibu bekerja menjadi buruh cuci disetiap rumah serta terkadang berjualan kue keliling. Aku terkadang membantu Ibu dengan berjualan kue buatan Ibu disekolahku. Gengsi? Hah yang benar saja. Jika mereka hidup dengan kegengsian mereka, maka Aku sebaliknya, tidak dapat hidup jika gengsi.

Pengumunan Beasiswa yang Aku daftar adalah hari ini. Awalnya Aku tak berminat mengikuti Beasiswa ini, tapi Aku juga punya tekad yang kuat untuk bisa sukses dan membahagiakan Ibu yang telah susah payah membiayai sekolahku hingga Aku akan tamat dari pendidikan menengah atas. Aku harus banyak-banyak bersyukur karena Allah memberikan Aku IQ diatas rata-rata sehingga Aku bisa dengan mudah mendapatkan keringanan saat sekolah karena selalu menjadi juara Olimpiade.
"Kamu tenang saja fa, Aku yakin kamu bakalan diterima kok, kamu kan jenius!" Ucap Eve teman sekelasku.
" Aku deg-deg an tau Ev, kalau Aku nggak lulus beasiswa bagaimana? Lagi pula yang mendaftar sangat banyak Ev.  Aku kasian dengan Ibu  Aku takut beliau kecewa" mataku sudah berkaca-kaca
"Tuh ! Lihat dipapan Informasi dikerubungi massa, sepertinya pengumumannya sudah di infoka fa"!!
" Yuk!! Kesana!" Eve menarikku menuju papan Informasi
 Aku menarik nafas ku dan mengeluarkannya lagi, itu kulakukan jika Aku sedang gugup seperti sekarang. Ku pejamkan mata ku erat-erat seakan tak ingun melihat kenyataan didepan mataku. Ya! Masa depanku ada didepan mataku sekarang.

"Fa! Fa..  lihat cepat! Buka matamu!
"Huh! Aku takut Ev"
" Hmmm... Buka dulu matamu agar Kau tau, belum juga melihat kok sudah takut duluan" ucap Eve sambil mendengus
Perlahan-lahan kubuka kelopak mata bulatku dan ku cari-cari namaku di papan Informasi didepanku
"Asyifa Queensha...Asyifa Queensha.. Asyfa.."gumamku sambil mencari namaku penasaran, kenapa banyak sekali nama yang berwalan huruf A sih!
"Asyifa Queensha!!! Yeay ketemu...
"Alhamdulillah ya Allah!! Aku lulus Eve "ucapku dan langsung Sujud syukur
"Terima kasih Ya Allah"
Ya, Aku diterima di Universitas Impianku dan di jurusan yang Aku impi-imikan sejak dulu. Ya kedokteran.
Aku bergegas pulang dan mengabari kabar baik ini kepada Ibu
Ibuku senang? Tentu saja, di Desaku tidak banyak yang bisa kuliah di Universitad tersebut bahkan terkesan belum ada. Tapi siapa sangka, Anak Yatim yang serba kekurangan ini lah yang menjadi awalnya
Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini, Aku harus berjuang lebih keras lagi untuk sampai kepuncak. Ini baru awal Aku percaya akan banyak rintangan yang aku hadapi di depan nanti. Tapi Aku sudah punya jembatan untuk menata masa depanku.
 Untuk kebahagian keluargaku, Aku berjanji akan sungguh-sunggu! Itu tekadku
Allah terima kasih telah memberi kepercayaan pada ku, terima kasih Ya Allah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun