Sumber gambar: The Manufacturer
Jakarta, 03/03/2017 – Kemelut harga minyak belum usai, demikian judul yang kami bawakan hari ini karena harga minyak terus mengalami saat-saat stagnasi dalam beberapa minggu ini.
Tarik ulur antara shale produksi AS dengan OPEC masih berlanjut hingga perdagangan semalam, dan kami melihat bahwa masalah ini akan berseri hingga Juni mendatang di saat komitmen OPEC dengan 11 negara non-OPEC lainnya berakhir.Â
Harga minyak di perdagangan hari ini mencoba positif sekali lagi dengan menatap harapan OPEC yang akan berhasil menaikkan harga minyak melalui program pemangkasan produksi 1,8 juta barel per hari dan sedikit mengeliminasi adanya distorsi naiknya produksi minyak AS.
Harga minyak jenis West Texas Intermediate kontrak Maret di bursa New York Mercantile Exchange divisi Comex untuk perdagangan kemarin ditutup melemah $1,27 atau 3,26% di level $52,56 per barel. Sedangkan minyak jenis Brent kontrak April dipasar ICE Futures London ditutup turun $1,29 atau 2,29% di harga $55,07 per barel.Â
Seperti diketahui bahwa shale produksi AS meningkat berdasar data stok EIA yang menunjukkan bahwa AS sedang memproduksi minyaknya yang berlebihan. AS sendiri seperti kita ketahui sedang gencar untuk menggunakan gas alam sebagai alternatif pengganti minyak bumi dalam kehidupan sehari-harinya.
Selain itu menurut janji Trump dalam kampanyenya, bahwa AS harus mandiri dalam pemenuhan kebutuhan energinya termasuk untuk bahan bakar sehingga kita ketahui bahwa dalam beberapa bulan terakhir pengaktifan minyak lepas pantai atau rig terus terjadi dan terakhir sudah mencapai 602 lokasi dari 200 rig di tahun 2014 lalu.
Faktor susah naiknya harga minyak ini selain karena impor minyak AS sedang menurun, kondisi permintaan impor minyak China juga meredup sehingga kondisi permintaan dan penawaran global sedang tidak imbang dimana penawaran yang tinggi dan permintaan atau demand yang sedang rendah sehingga membuat harga minyak cenderung negatif.
Faktor dolar AS yang terus menguat juga menjadi salah satu penyebab harga minyak meredup, dimana investor kebanyakan membeli minyak dengan mata uang dolar AS tersebut, sehingga kali ini minyak terlihat lebih mahal nilainya dibanding ketika dolar AS melemah.
Faktor masih tingginya produksi minyak Rusia juga menjadi penyebab harga minyak semalam tertekan, dimana produksi minyak di Januari lalu tidak mengalami penurunan. Dilaporkan produksi minyak Rusia mencapai 11,11 juta barel per hari, sedikit dibawah 100 ribu barel dari kesepakatan dengan OPEC.
Namun menteri Energi Rusia, Alexander Novak menyatakan bahwa pasar jangan terlalu terburu-buru menghakimi Rusia yang tidak taat dengan komitmen tersebut, karena jangka waktu komitmen masih cukup panjang dan Rusia pasti akan tunduk.
Harga minyak yang cukup sulit untuk membaik ini membuat Arab Saudi kelimpungan. Perjalanan kenegaraan atau tour Asia yang dilakukan oleh Raja Salman menjadi sebuah kebutuhan Arab Saudi agar sukses menyelamatkan anggaran keuangan dalam negeri di kala minyak yang sudah sangat tidak dapat membantu defisit anggarannya.
Sumber berita: ForexSignal88, Bloomberg, Reuters, MarketWatch
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H