Mohon tunggu...
Folly Akbar
Folly Akbar Mohon Tunggu... -

Asli Cirebon, Sedang Study di Yogyakarta. Bermimpi Balik ke Cirebon dan Memajukan Cirebon ke Kancah Nasional.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Jangan-jangan Smartphone Kita Masih Stupid?

8 Oktober 2014   07:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:56 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada awal bulan Juni lalu, salah satu lembaga survei di Amerika menyatakan Indonesia sebagai negara pengguna smartphone teratas dengan rata-rata penggunaan 181 menit per hari. Di posisi kedua ada Filipina dengan rata-rata penggunaan 141 menit per hari. Sementara Tiongkok, Brazil dan Vietnam masing-masing berada diurutan ketiga, keempat dan kelima.

Angka tersebut berbanding lurus dengan terus meningkatnya penjualan smartphone di Indonesia. Menurut data International Data Corporation (IDC), sebuah lembaga periset pasar internasional, Indonesia menyumbang 30 persen penjualan smartphone di Asia Tenggara. Di samping semakin terjangkaunya harga smartphone, meningkatnya jumlah kelas menengah di Indonesia dinilai banyak pihak sebagai faktor perilaku konsumtif masyarakat Indonesia, tak terkecuali untuk produk telekomunikasi termutakhir. Dan mayoritas pengguna smartphone adalah kalangan muda di kisaran 15-28 tahun.

Di satu sisi fakta ini menggembirakan, karena menunjukkan masyarakat yang “melekteknologi, tapi di lain sisi menimbulkan keprihatinan, jika melihat pemanfaatannya yang tidak produktif. Berdasarkan riset yang dilakukan Nielsen On Device Meter (ODM) pada Februari 2014, mayoritas perangkat-perangkat praktis tersebut digunakan untuk bersantai. Hanya sebagian kecil saja yang benar-benar mengeksplorasi kecanggihan ponsel pintar tersebut.

Ini dibuktikan dengan data riset ODM yang menyebutkan, durasi waktu terbesar penggunaan smartphone juga ada pada chatting, atau sebatas mengganti fitur SMS menjadi sosial media. Aplikasi seperti BBM, WhatsApp, Line, WeChat dan sejenisnya –yang notabene memiliki fungsi yang sama pun ramai diburu dan dikoleksi. Itu artinya, pemanfaatan smartphone secara lebih jauh masih belum terjadi.

Pada akhirnya, smartphone lebih pada persoalan gaya hidup (will), bukan berlandaskan kebutuhan (need) substansial, karena toh jika hanya chatting, apa bedanya dengan SMS di handphone biasa. Kesan konsumtif menjadi jauh lebih kental dibanding fenomena melek teknologi yang banyak dibangga-banggakan pemerintah. Padahal jika dimanfaatkan secara maksimal, smartphone sanggup memberikan banyak hal positif, mulai dari wahana mengeruk wawasan, hingga alat pendeteksi kesehatan seperti yang ditawarkan aplikasi Instant Heart Rate.

Persoalan akan jauh lebih kompleks jika kita melihat fenomena-fenomena penyalahgunaan smartphone, khususnya di kalangan remaja. Proteksi pemerintah terhadap situs-situs “terlarang” yang masih lemah, ditambah dengan minimnya pengawasan orang tua akan menjadi bencana tersendiri bagi moralitas generasi muda. Peristiwa tindakan asusila yang mulai dilakukan anak-anak di bawah umur merupakan bukti betapa bahayanya (kemudahan) akses tanpa pendidikan bagi penggunanya. Belum lagi jika kita mendengar berbagai keluhan guru melihat waktu belajar siswa tersita ponsel pintar tersebut.

Oleh karenanya, pemerintah dalam hal ini perlu mengkampanyekan penggunaan smartphone secara baik dan bijak kepada masyarakat. Pemahaman akan fungsi dan proteksi atas potensi penyalahgunaan harus mulai ditindaklanjuti secara lebih serius. Upaya pemerintah Korea Selatan mengawasi penggunaan smartphone di kalangan remaja adalah kebijakan yang perlu diadopsi. Terlebih sudah banyak aplikasi yang bisa digunakan untuk merealisasikan kebijakan tersebut, semisal aplikasi iSmartKeeper yang kini digunakan pemerintah Korea Selatan. Semoga!

Tulisan ini dimuat Kedaulatan Rakyat edisi Senin 6 Oktober 2014

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun