Nama Lembaga Eijkman mungkin tidak terlalu familiar untuk kita. Padahal lembaga ini telah banyak menghasilkan peneliti dan penemuan kaliber internasional. Lembaga yang masih merupakan unit kerja di Kementrian Negara Riset dan Teknologi ini terletak di daerah Salemba UI tepatnya di Jalan Diponegoro Nomer 69 Jakarta Pusat. Di lembaga ini terdapat beberapa laboratorium diantaranya Laboratorium Mitokondria, Protein, Thalassemia, Malaria, Dengue, Mikro, Forensik, Bioinformatika, Mikrobiologi, dll.
MenurutProf Sangkot Marzuki Lembaga Eijkman didirikan dengan tujuan utama mengembangkan kemampuan bioteknologi di Indonesia. Beliau juga mengatakan bahwasanya riset iptek harus dapat menjadi komoditas bukan sebatas dalam bentuk paper. Oleh karena itu, guna mencapai tujuan dari lembaga ini Eijkman menjalin berbagai kerjasama baik dengan pihak asing maupun dengan pemerintah. (Red –dengan sistem proyek tersebut, apabila kita ingin melaksanakan kerja praktek atau internship kita hanya bisa mengikuti proyek yang ada/tidak bisa membawa tema sendiri).
Dalam dunia penelitian sekarang ini khususnya di bidang iptek, Indonesia sedang mengalami kekosongan sistem. Sedikit dana dan perhatian dari pihak pemerintah dan pihak swasta membuat penelitian dasar semakin terpinggirkan. Pemerintah yang seharusnya mengisi kekosongan tersebut saat ini cenderung ke arah penelitian aplikatif. Hal ini terlihat dari orientasi dukungan penelitian pemerintah yang tidak lagi didasarkan pada nilai keunggulan sebuah penelitian. Dorongan lebih kental justru diberikan kepada sifat aplikatifnya. Sudah sepantasnya pemerintah peduli pada penelitian fundamental sedangkan untuk aplikasinya biarlah dikembangkan oleh pihak swasta.
Sekarang ini masih banyak yang salah orientasi. Masih banyak penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan institusi semata. Pengembangan institusi memang sangat penting untuk menjaga agar institusi tersebut dapat terus survive. Namun perhatian untuk bangsa ini jauh lebih penting. Sebuah tanggung jawab bersama antara masyarakat pada umumnya, mahasiswa, peneliti, dan juga pemerintah.
Keadaan yang ada sekarang adalah banyak sekali peneliti yang memilih untuk bekerja di pusat-pusat penelitian luar negri. Hal tersebut tentu saja sangat wajar terjadi mengingat dukungan untuk penelitian dasar di Indonesia memang masih sangat rendah. Contohnya saja penelitian biodiversitas.
Miris rasanya melihat kekayaan Indonesia yang potensial untuk dikembangkan namun, tergeletak tak terberdayakan dan bahkan kini berangsur merosot jumlahnya. Pembakaran hutan, pembukaan lahan secara-besar-besaran, eksploitasi daerah pantai, dll. Selain karena adanya tuntutan ekonomi yang semakin menggila seperti sekarang ini, semua mungkin saja bersumber dari ketidak tahuan dan juga ketidak percayaan masyarakat pada pemerintah. Pihak yang memiliki posisi strategis untuk mencegah hal tersebut terjadi. Pembuat kebijakan yang seharusnya tidak hanya membuat namun juga mampu menyampaikannya pada masyarakat tentang baik, buruk, manfaat, rugi, dan pentingnya suatu sistem maupun aturan diterapkan.
“Oh itu tadi tamu dari Belanda” ujar Pak Sangkot. Saat ini kerjasama dengan pihak luar negri memang sudah menjadi hal lumrah. Tuntutan teknologi dan kebutuhan manusia menjadi pendorong utama terjadinya kerjasama tersebut. Asalkan agreement nya jelas tidak akan ada masalah. Kasus biopiracy (Red–pencurian sumber daya genetik details ) tidak akan terjadi.
Toh semuanya juga untuk kepentingan bersama kan? Semoga benar seperti itu adanya.
Yang perlu digaris bawahi adalah bagaimana minat penelitian itu digalakan. Mengemas penelitian menjadi lebih populis. Membuat masyarakat percaya segala sesuatunya yang ada di Bumi Indonesia ini akan lebih bermanfaat apabila pemanfaatannya dilandasi dengan ilmu, bukan untuk keuntungan sesaat. Tentu hal tersebut bukan sekedar masalah profesi ataupun akademis tapi karena bangsa ini butuh.
Selain itu kode etik penelitian juga perlu diberikan pada calon peneliti-peneliti muda Indonesia. Tujuannya jelas, agar tidak ada saling teriak maling dan kemalingan. Bukankah sesuatu yang baik harus didasai dengan pondasi kepercayaan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H