Netflix dalam laman resminya menyebut delapan genre untuk film Bird Box. Hal itu menunjukkan adanya tumpang tindih genre dalam sebuah film (Reich, 2017). Di antara kategori yang beragam itu, Bird Box termasuk ke dalam genre sci-fi.
Dari sisi cerita, genre ini menunjukkan dunia fiksi yang berurusan dengan dampak aktual atau imajiner sains bagi masyarakat (The Merriam-Webster Dictionary dalam Reich, 2017).
Bird Box menggambarkan serangan dan teror makhluk asing yang mengancam eksistensi umat manusia. Meski belum tentu masuk akal secara ilmiah, selama unsur imajiner film cukup familiar bagi penonton, ia masih dapat dikategorikan sci-fi (Cateridge, 2015). Film Bird Box menyajikan prediksi fenomena di masa depan dengan unsur post-apocalyptic-nya.
“…tackle a growing cultural awareness that humanity is stumbling, deaf and blind, toward a global climate collapse that many of us feel completely out of our depth to handle.”—Romano (Vox, 2019).
Hal ini yang sejalan dengan tujuan konsep sci-fi menurut James Cateridge dalam bukunya Film Studies for Dummies (2015) yakni, “to satisfy human curiosity about the world and people themselves.” Selanjutnya, ada tiga poin dalam Bird Box, yang menurut filmsite.org berperan menunjang karakteristik film bergenre sci-fi. Film ini dilengkapi unsur penjahat bayangan, makhluk dengan kekuatan yang tidak diketahui asal usulnya, hingga menampilkan dystopia yang menakutkan.
Kacamata Paradigma
Dalam cara pandang film Bird Box, para pemain mengedepankan penggunaan panca indera mereka saat dihadapkan pada suatu kejadian. Segala bentuk upaya Malorie untuk bertahan hidup dari kejaran makhluk asing didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan yang ia miliki sebelumnya.
Malorie selalu menjaga dan membawa tiga burung yang ia peroleh dari sebuah toko. Hal itu ia lakukan setelah mengamati kemampuan para burung mendeteksi kedatangan makhluk asing tersebut.
Sejak seluruh tokoh manusia tahu bahwa dengan melihat makhluk asing itu mereka akan “tersihir” untuk bunuh diri, siapa pun yang ingin selamat wajib menutup mata mereka dengan cara apapun.
Malorie belajar menggunakan pengalaman inderawinya untuk memperoleh pengetahuan saat harus beraktivitas di luar ruangan. Ia dan “keluarganya” belajar mengenal jarak sumber bunyi dan menggunakan “tali” sebagai penghubung antar lokasi.