Mohon tunggu...
Frederica Nancy
Frederica Nancy Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Hi! Salam kenal dari saya yang tengah belajar dan menari dalam dunia komunikasi massa-digital!

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Menjawab Apa Itu Film "Bird Box" dari Berbagai Kacamata

20 Oktober 2020   08:00 Diperbarui: 20 Oktober 2020   12:09 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat Bird Box (2018) mengajak kita melihat dunia Malorie yang menegangkan, saya akan mengajak Anda untuk melihat film ini lebih dalam dan luas dari berbagai kacamata. Yuk!

Kacamata Penyuka Meme

Usai tayang seminggu—sejak 21 Desember 2018—dan berhasil meraih 45 juta akun penonton Netflix, meme Bird Box berhasil menjadi fenomena di media sosial.

Buktinya adalah masyarakat kian antusias dan tertarik pada dunia meme hingga ada yang menonton film ini hanya untuk menikmati meme Bird Box.

Sumber: tangkapan layar pribadi
Sumber: tangkapan layar pribadi
Melansir Vox (Romano, 2019), fenomena ini bahkan bertahan lebih dari seminggu di media sosial. Alhasil, banyak orang yang merasa popularitas meme Bird Box jauh melampaui filmnya sendiri. Di Instagram misalnya, per 19 Oktober 2020, terdapat 50.075 tagar birdboxmemes yang bertebaran.

Kritik dari Kacamata Penonton

Sementara itu, Bird Box sempat menuai kritik dari berbagai kalangan masyarakat. Menurut Robert Stam dalam bukunya berjudul Film Theory: An Introduction (2000), hal ini membuktikan bahwa penonton kian dipandang lebih aktif dan kritis.

Kritik itu berkaitan dengan cara penggambaran film ini tentang orang-orang dengan penyakit mental. Karakter mereka muncul sebagai “orang yang pernah mendekam di penjara dan selalu berakhir gila,” misalnya tokoh Gary dan petugas toko grosir.

Di dalam film, orang-orang ini yang kemudian menjadi “literal agents of evil, obsessed with carrying out the monster’s mission to humanity (Joho,2019).” Melansir Daily Dot, Gavia Baker-Whitelaw (2020) seorang kritikus film memaparkan kekecewaannya dengan tulisan, “…we learn that “criminally insane” people are immune to the monster’s powers, and want to expose other survivors and force them to kill themselves. What a sensitive depiction of mental illness!”

Shainna Ali Ph.D., LMHC (2018), seorang psikolog pun berpendapat bahwa penggunaan trigger warnings dalam film ini justru berpotensi menyebabkan perasaan cemas, trauma, perilaku menyakiti diri sendiri, hingga bunuh diri.

Selain itu, muncul pula beberapa komentar yang menyayangkan penggambaran ini melalui media sosial, seperti Twitter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun