Kebodohan laki-laki
“…Apalah daya logika jika sudah dihadapkan pada indahnya payudara?..”
Keberpihakan pada satu gender saja, terasa sudah mulai tidak aktual hari ini. Timbul asumsi bahwa mereka (segelintir perwakilan perempuan) yang diluar sana berteriak-teriak untuk membela gender dari seks mereka. Mungkin memang sesungguhnya yang mereka bela sebagian besar memang tidak memiliki kompetensi yang kuat untuk mampu bersaing dengan sex (jenis kelamin) lain yang menjadi rivalnya. Atas nama solidaritas jenis kelamin yang sama, maka perempuan yang lebih kuat membela kaumnya yang tidak mampu membela dirinya sendiri.
Aksi mengiba untuk diberi kesempatan yang sama, padahal bisa jadi kesempatan yang sudah ada tidak dimanfaatkan secara baik oleh diri mereka sendiri. Mereka memilih untuk menjadi “the second sex” (baca : Simon De Bauvoir mengenai kajian feminisme) atau secara sadar memposisikan diri sebagai si jenis kelamin nomer dua yang tempatnya dibelakang, tepatnya sebagai bayang-bayang. Dalam istilah Jawa dikenal dengan istilah “konco wingking” yang berarti “teman yang ada dibelakang”.
Namun, jangan salah, beranjak dari pembahasan ringan mengenai gender diatas. Mari kita simak, betapa sekarang ini perempuan mampu menjadikan laki-laki menjadi seseorang yang sangat bodoh.
Peristiwa yang terjadi di sekeliling kita, sering membuat kita berfikir dan akhirnya miris sendiri. Termasuk betapa mudahnya menemukan fenomena “laki-laki kerbau yang dicucuk hidungnya”. Posisi laki-laki dalam cinta memang lebih riskan dibandingkan dengan perempuan. Sebagian besar laki-laki datang menawarkan cinta, dan perempuan menjadi pihak yang mengambil keputusan. Untuk menerima atau menolak. Nah, dalam masa-masa inilah perempuan menjadi semena-mena, tidak adil,dan terlampau jual mahal.
“Jual mahal itu memang perlu, namun mempermainkan ketulusan cinta seseorang untuk mengeruk sebanyak-banyaknya keuntungan, adalah kejahatan cinta paling sadis yang bisa dilakukan seseorang terhadap mereka yang mencintai.”
Memang tidak semua wanita melakukan hal tersebut, namun fenomea ini makin tumbuh subur bak jamur di musim penghujan. Ditengah godaan zaman yang serba gemerlap, maka perempuan jadi tidak tahan untuk terus terhimpit dalam sesaknya kebutuhan ekonomi dan menjadi amatir dalam kemampuannya untuk menikmati indahnya kesederhanaan.
"Laki-laki yang sedang dimabuk asmara lalu memberikan segalanya. Perempuan yang merasa dikejar-kejar lalu meminta segalanya. Ironis. Dibalik kelemahannya, perempuan bisa menjadi sosok yang intoleran dan serakah."
Coba perhatikan di mall-mall atau ruang public lainnya. Paling tidak sekali-dua kita pernah memergoki fenomena laki-laki paruh baya yang berperut buncit (simbol kemakmuran)bergandengan tangan dengan seorang wanita muda yang berdandan ala sosialita. Mereka tampak berbahagia. Namun percayalah, kepalsuan cinta yang disemai oleh wanita tersebut di hatisi lelaki paruh baya akan layu dalam sekejap ketika si lelaki tak lagi punya apa-apa. (sekali lagi) “mungkin tidak semua seperti itu” (bisa saja si wanita benar-benar jatuh hati pada si lelaki). Namun kita tidak akan membahas suatu kasus yang sifatnya ‘kasuistik’, namun berfokus pada fenomena kebodohan laki-laki yang terjadi secara umum.
Tidak bisa dipungkiri, tentulahada nilai2 yang saling dipertukarkan diantara keduanya. Kekuasaan terhadap si wanita oleh sang lelaki (termasuk kuasa untuk menuntut hal-hal yang bersifat fisiollogis), dan kepuasan materiil yang diterima oleh si wanita. Paling tidak, untuk sesaat keduanya senang.
Sesungguhnya laki-laki itu sadar bahwa ia dicintai bukan karena dirinya, melainkan apa yang melekat pada dirinya. Namun (seperti tulisan saya sebelumnya mengenai ‘kesadaran palsu’), laki-laki itu memilih menutup mata untuk melihat kenyataan yang terjadi. Ia tidak mau tau, “Ia hanya ingin bersenang-senang” itu mengapa mungkin ada istilah “Om senang”.Dimana ia menafikan dirinya dari segala bentuk kesadaran kecuali pengutamaan kenikmatan serta kesenangan. Betapa rendahnya nilai kehadiran seseorang, jika hanya diukur dari segi materi, karena selebihnya ia tak punya apa-apa.
Kebodohan laki-laki tidak hanya berhenti pada kerugian materi. Namun juga waktu, tenaga, dan kerusakan hati. Perempuan yang didekati oleh laki-laki cenderung mendadak memiliki standar tinggi. Ia mematok harga dirinya melampaui kepantasan yang sesungguhnya layak ia terima. Terlebih ketika si perempuan tidak mencintai si laki-laki. Maka, secara tiba-tiba laki-laki memiliki profesi baru; tukang ojek, supir, tukang antar gallon air, delivery order, asisten pribadi, kakak dari si adik (istilah “kakak” sering digunakan perempuan sebagai senjata untuk tetap menggenggam si laki-laki, namun juga tidak mau menerima tanggungjawab lain, semisal untuk dipacari), bahkan menjadi ‘bos’ yang kwajibannya mentraktir teman-teman si perempuan ketika hang out bersama. Laki-laki itu dengan sabar menunggu (atas dasar angan-angan, iming-iming serta janji palsu bahwa mereka mungkin akan bersama). Laki-laki menunggu wanita pujannya berdandan berjam-jam, membawakan tas belanjaan, menjemput siang dan sore hari, mengantarkan makanan, membelikan barang-barang, bahkan mengirimkan uang bulanan.
Dan tahukah laki-laki, bahwa hati wanita itu tidak bisa dipaksa?
Bersamaan, ketika laki-laki sudah melakukan segalanya yang ia fikir cukup. Maka wanita itu sedang menjalin hubungan serupa, sepertihalnya yang sedang ia jalani dengan si lelaki tersebut. Wanita menerima banyak, dan lelaki kehilangan banyak. (*Coba perhatikan gaya hidup sejumlah wanita-wanita muda di kota besar; kesuksesannya dalam karier bisa dibilang perbandingan porsinya masih jauh dengan laki-laki. Meskipun hanya bekerja sebagai admin, customer service, ataupun sales di sebuah perusahaan, namun gaya hidup serta dandanannya tak ubahnya seperti seorang sosialita).
Jangan pernah beranggapan bahwa perempuan itu mutlak peduli, mereka hanya peduli pada yang mereka kasihi, pada mereka yang telah membawa hatinya pergi (Terlepas dari seberapa tidak pantasnya perilaku laki-laki yang mereka cintai; perempuan itu makhluk fanatik). Bukan pada mereka yang telah banyak berbuat. Akurasi perempuan dalam hal cinta sangatlah kabur, mereka mengedepankan kepentingan hatinya melampaui keadilan yang layak diberikan kepada mereka (laki-laki) yang telah berbuat banyak.
Jika perempuan diibaratkan sebagai ‘ular’ di banyak perumpamaan. Hal itu tidak mutlak salah. Karena kemampuan menutupi sekaligus memanipulasi perasaan secara diam-diam selalu dimenangkan oleh perempuan, itu mengapa laki-laki menemui banyak kesulitan dalam memahami perempuan. Dimensi perasaan perempuan, sangat lain dengan laki-laki. Ia subjektif, kurang logis, berubah-ubah, serta emosional (mesipun tidak semua, namun secara umum begitulah adanya). Itu mengapa keputusan alam semesta [Tuhan] menetapkan bahwa laki-laki lebih layak sebagai pemimpin, mungkin hal itu ada benarnya. Karena sudah menjadi basic perempuan; semakin lebih tinggi dari laki-laki, semakin ia merasa dibutuhkan; maka ia akan semakin menginjak harga diri, menuntut, dan kurang menghargai.
Perempuan bisa menjadi sebuah kesenangan yang begitu mahal. Mereka yang sangat menyukai materi, akan memilih mereka yang memberi paling banyak. Laki-laki sering lupa, dan berfikir bahwa uang bisa membeli segalanya, termasuk cinta. Laki-laki lupa, bahwa sebagian besar wanita menyukai laki-laki yang percaya diri, humoris, pintar, serta mau mendengarkan keluh kesahnya (berdasar sebuah riset). Laki-laki lalai untuk membuat dirinya menjadi menarik apa adanya.
Kejatuhan seorang laki-laki memang bergantung tigal hal : Harta, tahta, dan WANITA. Itulah sebabnya laki-laki dituntut menjadi mawas diri dan bijaksana.
Karena di titik tertentu, ketika wanita sudah puas mendapatkan apa yang ia mau, maka mereka menyelonong pergi, memberi pernyataan bahwa mereka lebih cocok berteman, lalu menolak cinta yang sudah diutarakan serta menghempas harapan-harapan yang terlanjur membumbung tinggi.
SKAK MAT! MATILAH LAKI-LAKI!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H