Mohon tunggu...
Flutterdust
Flutterdust Mohon Tunggu... Mahasiswa - Muhammad Fa'iq Rusydi - Mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Kecil Bergerak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah Lamongan untuk Refleksi Hari Sejarah Nasional

16 Desember 2023   18:45 Diperbarui: 16 Desember 2023   19:14 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah Lamongan baik bagi khalayak pada umumnya maupun akademisi pada khususnya, dapat diambil refleksi untuk memperingati Hari Sejarah Nasional mulai dari sekarang. "Mooosok seeeeee?" 

Hal ini sebenarnya pernah disinggung oleh Sarkawi B. Hussain dkk dalam Sejarah Lamongan dari Masa ke Masa, bahwa di narasi sejarah Indonesia pada umumnya dan Jawa Timur pada khususnya, seringkali sejarah Lamongan terbatas pada periode penyebaran agama Islam. "Sayang banget ga?" Padahal wilayah Lamongan dengan luas 1.812,8 km2 punya catatan dan peninggalan sejarah yang lebih panjang. "Mengkorok banget ga?"

Tim Penyusun Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah Kabupaten Lamongan dalam PPKD 2018 bahkan pernah menyebutkan, bahwa beberapa kerajaan besar yang pernah menguasai wilayah Lamongan, sangat mempengaruhi kebudayaan masyarakat Lamongan. 

Adapun Hari Sejarah Nasional yang diperingati tiap tanggal 14 Desember, mengutip beberapa sumber termasuk Kuntowijoyo dalam Metodologi Sejarah, bermula dari Seminar Sejarah Nasional pertama pada 14-18 Desember 1957 di Yogyakarta atas inisiasi beberapa pihak dari Universitas Gajah Mada dan Universitas Indonesia. 

Kala itu, sudut pandang hingga peran sentral masyarakat Indonesia dalam tulisan sejarah belum terungkap secara utuh dan berkutat pada corak kolonial. Dari sini lah dimulai “Nasionalisasi” atau “Pribumisasi” penulisan sejarah Indonesia.

Nah, usaha penulisan sejarah Lamongan yang sudah ter-terr-nasionalisasi, pernah dilakukan oleh beberapa pihak, misal oleh Tim Peneliti dan Penyusun Buku Lamongan Memayu Raharja Ning Praja, kemudian secara tidak langsung diperbaiki dan dilanjutkan oleh Sarkawi B. Hussain dkk. Patut disyukuri memang usaha tersebut tidak terbilang sia-sia. 

Meski demikian, tidak semestinya kita berhenti untuk terus memperbaiki dan mengembangkan usaha itu, mengingat tantangan ke depan yang semakin kompleks serta haduhaduhaduh

Periode Prasejarah di Lamongan dalam usaha penulisan itu juga misalnya masih memiliki banyak bagian yang kosong-melompong, demikian periode Kerajaan Hindu-Buddha di Lamongan, hingga peralihan ke Kerajaan Islam yang justru malah terjebak pada mitos dan kisah, dst… dst… Jadi, ngerti kan apa yang harus dikonok dan dinganu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun