Aku Cinta, Anda Cinta, Semua Cinta Buatan Indonesia...
Jadi teringat jingle lagu di atas, yang diputar TVRI pada tahun 80-an setiap acara Apresiasi Film Indonesia, ketika tahu Kompasiana mengadakan acara nangkring bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dengan tema "Budayakan Cinta Produk Dalam Negeri, Berdayakan Pelaku Industri Dalam Negeri". Â Event Kompasiana Nangkring kali ini digelar di Crematology Caf, Jl. Suryo No.25, Senopati, Jakarta Selatan, hari Minggu, 17 Desember 2017. Acara yang digelar dengan tagar #produknegeriku dan #pejuanglokalRI ini dihadiri oleh 40 Kompasianer dari Jabodetabek.
Acara dibuka oleh moderator Cyntia Oktaviani dari Kompasiana. Pembicara pertama, Haris Munandar, Â adalah Sekjen Kemenperin. Dalam paparannya, beliau menjelaskan concern Kemenperin untuk membudayakan produk Indonesia melalui program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Banyak negara yang sukses meninggalkan produk Amerika dan Eropa. Jepang, Korea, India, adalah contoh-contoh negara yang berhasil memberdayakan produk dalam negeri. Indonesia juga saat ini menggiatkan produk dalam negeri. Kalau masyarakat Indonesia membeli produk Indonesia, maka industri dalam negeri akan tumbuh.
Contoh produk Indonesia yang mendunia adalah industri konsumsi, yaitu Indomie, yang terkenal sampai Afrika. Industri kosmetik/farmasi Indonesia seperti Wardah juga berjaya di dalam negeri. Sementara industri tekstil dalam negeri adalah penyerap tenaga kerja yang besar di Indonesia. Selain ketiga industri tersebut, industri elektronika dan telematika juga menjadi pendorong peningkatan PDB Indonesia. Â Dengan menggunakan produk dalam negeri, kita telah berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja, serta peningkatan penerimaan negara karena pajak terbesar diperoleh dari sektor industri. Pada akhirnya kita berkontribusi dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Setelah kita tahu produk Indonesia, apakah kita mau mengkonsumsi produk tersebut? Ini masih menjadi pertanyaan. Mengapa kita harus membeli produk Indonesia? Agar uangnya berputar di Indonesia. Ini merupakan konsep dasar kemakmuran, bahwa uang harus tetap digunakan untuk produksi dalam negeri. Dengan semakin banyak konsumsi produk dalam negeri, maka produksi dalam nengeri akan meningkat. Kebutuhan bahan baku juga meningkat sehingga seluruh sumber daya akan dimanfaaatkan. Peningkatan produksi ini akan mendorong berkembangnya research and development serta pendidikan dalam negeri. Â Pada akhirnya, bangsa Indonesia akan bangga terhadap produk Indonesia. Proyeksi 2030, ekonomi dunia akan kembali ke Asia, dan Indonesia menjadi salah satu bagiannya.
Sementara Iwet Ramadhan, pembicara ketiga, adalah Founder TIK by Iwet Ramadhan, Jakarta Creative Hub, yang juga seorang penyiar radio. Produk pertama Iwet adalah TIK t-shirt yang termotivasi oleh  klaim Malaysia atas batik Indonesia. Karena gagal, Iwet mulai dengan produksi dari batik tulis. Namun karena terlalu mahal, gagal juga. Orang Indonesia masih memilih batik printing. Tapi tahukah Anda bahwa batik printing ini merupakan produk Cina, bukan produk lokal?
Tak ada keuntungan untuk produsen batik lokal. Jadi pasar masih perlu banget diedukasi. Lahirlah Jakarta Creative Hub untuk menghasilkan merchandise unik Jakarta, yang memberdayakan 30 ibu-ibu rumah susun di Jakarta yang punya tunggakan listrik. Dengan dukungan berupa desain dan quality control, yang saat ini masih menjadi kelemahan produk dalam negeri, produk Jakarta Creative Hub dipasarkan di mal besar Jakarta. Dengan kreativitas, apapun bisa diolah menjadi produk bernilai tinggi.
Yuk berkontribusi untuk negeri, dengan membudayakan menggunakan produk dalam negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H