Bulan November atau Desember merupakan bulan penting bagi para orangtua yang memiliki anak kelas 6 SD, kelas 3 SMP atau 3 SMA/SMK. Pada bulan tersebut biasanya sekolah swasta, membuka pendaftaran siswa baru atau mengadakan open house. Beda dengan sekolah negeri yang membuka pendaftaran siswa baru setelah tanggal kelulusan pada pertengahan tahun. Umumnya, orangtua  melakukan survey setahun atau beberapa bulan sebelum pendaftaran sekolah dibuka karena mencari sekolah tidak bisa asal-asalan. Harus ada kecocokan, baik  kebutuhan anak, tujuan yang hendak dicapai, maupun kemampuan keuangan orangtua.Â
Di tengah perkembangan budaya akibat globalisasi, seperti maraknya pornografi dan narkoba, sebagai orangtua, saya ingin anak-anak "aman" dari hal-hal tersebut. Saya kira banyak orangtua lain yang juga berpandangan seperti saya. Menjawab kebutuhan tersebut, pendidikan berbasis karakter dan berbasis keagamaan tumbuh subur. Namun demikian, di sisi lain, terjadi gempuran gerakan radikalisme global yang masuk melalui jalur pendidikan keagamaan. Masih ingat beberapa kasus bom bunuh diri di Indonesia maupun luar negeri, yang pelakunya mengganggap aksi yang mereka lakukan itu jihad? Ngeri sekali bukan? Hal ini menjadikan saya kuatir, mungkin anda juga, jika menyekolahkan anak berbasis agama, jangan-jangan anak kita menjadi radikal.
Dalam konteks negara, masuknya paham radikal menjadi perhatian Kementerian Agama RI. Dalam rangka menumbuhkan pemahaman keagamaan yang moderat dan toleran, Â Kementerian Agama RI menggelar International Islamic Education Expo (IIEE) pada tanggal 21-24 November 2017 di ICE BSD, Tangerang Selatan, Banten. Tema yang diusung dalam pameran tersebut adalah Pendidikan Islam Indonesia untuk Perdamaian Dunia.
Berbagai acara diselenggarakan bersamaan dengan expo ini, diantaranya adalah seminar internasional tahunan tentang studi Islam, seminar internasional tentang studi pesantren, pentas seni, dan berbagai lomba lain seperti robotik dan karikatur. Pameran diikuti oleh sekitar 200 stand, mayoritas dari lembaga pendidikan, baik pesantren, madrasah, maupun perguruan tinggi Islam. Di luar lembaga pendidikan, terdapat stand perbankan (Bank Indonesia, BNI, BRI, dan Bank Mandiri), stand perguruan tinggi luar negeri (diantaranya University of Glasgow, Victoria University, dan University of Nottingham).Â
Guna terus menumbuhkan Islam moderat, sebagaimana Islam di Indonesia dikenal di dunia, juga dalam rangka mencegah berkembangnya Islam radikal, salah satu upaya yang telah dilakukan Kementerian Agama RI adalah pendaftaran pondok pesantren ke Kementerian Agama Sub Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PDPONTREN) di bawah Direktorat Pendidikan Islam (PENDIS). Hal ini karena jumlah pondok pesantren sangat banyak dengan jumlah santri sekitar 4 juta orang tersebar di seluruh penjuru nusantara. Banyak diantaranya yang masih menggunakan pola tradisional, belum berupa lembaga pendidikan formal sehingga belum terdaftar di Kementerian Agama.
Terdapat serangkaian proses dan prosedur yang harus dilalui oleh pondok pesantren untuk mendapatkan legalitas tersebut, yang intinya adalah memastikan bahwa unsur pesantren (kyai, santri, asrama, masjid/mushola, kajian kitab) dan jiwa pesantren (NKRI dan nasionalisme, keilmuan, keikhlasan, kesederhanaan, ukhuwah Islamiyah, kemandirian, kebebasan dan optimisme, serta keseimbangan), telah dimiliki oleh pondok pesantren tersebut.P esantren yang telah terdaftar di Kementerian Agama dapat kita temui di Pangkalan Data Pondok Pesantren. Untuk itu, agar tidak salah pilih, jika kita tertarik mendaftarkan anak di sebuah pondok pesantren, kita dapat mengecek pondok pesantren yang akan kita survey atau pilih di Pangkalan Data Pondok Pesantren.Â
Anda bisa bertanya langsung ke lembaga pendidikan yang berpartisipasi dalam expo tersebut, juga memperoleh wawasan baru bahwa pondok pesantren atau madrasah itu kekinian lho. Tidak hanya spesialisasi penghafal Al Quran, ilmu keislaman atau bahasa Arab saja. Ada yang spesialis teknologi seperti Techno Natura di Depok, atau spesialis agribisnis seperti pondok pesantren Al Ittifaq di Ciwidey dan At-Taufiq di Bekasi. So, anak-anak kita bisa jadi santri millenial, yang berkarakter keislaman yang kuat, moderat dan toleran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H