Suku Batak merupakan suku asli yang mendiami Bangsa Indonesia sejak dahulu kala, suku Batak tergolong kepada Ras Proto Melayu (Melayu Tua) yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara serta Suku Batak diperkirakan sudah ada sejak 3000 tahun yang lalu. Suku Batak identik dengan suara yang keras, kulit sawo matang, logat berbicara bahasa Indonesia yang sedikit berbeda dengan orang-orang pada umumnya. Suku Batak sendiri terkenal dengan warisan sejarah yang melimpah mulai dari makanan tradisional seperti ikan arsik, ikan naniura, ikan natinombur, minuman tradisional seperti tuak. Tidak hanya itu, terdapat juga warisan budaya dari segi budaya/kultur yakni pakaian adat, rumah adat, tari-tarian(tor-tor), hingga pada hukum adat yang ada disana.
Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 18B tertuang Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang di atur Undang-Undang. Berdasarkan aturan tersebut dapat diambil makna bahwa negara menghormati adanya hukum adat, sanksi sosial yang diberlakukan di masyarakat adat selagi hal tersebut tidak bertolak belakang dengan konstitusi dan dasar Negara yang ada. Tetapi disatu sisi jika melihat keunikan pada suku batak, maka akan sedikit aneh bagi orang-orang yang berasal dari luar suku batak melihat keunikan tersebut.Â
Keunikan yang dimaksud ialah dalam suku batak ada istilah anak ni Raja (anak raja) panggilan pada laki-laki dan boru ni Raja (putri raja) panggilan untuk perempuan. Dengan adanya panggilan tersebut menempatkan laki-laki menjadi posisi yang tertinggi dibandingkan dengan perempuan. Karena dalam silsilah marga batak, marga-marga yang dimiliki oleh laki-laki akan di ikuti oleh keturunannya kelak sampai kepada cucu bahkan sampai kepada generasinya. Jelas berbeda dengan perempuan, seorang perempuan ketika sudah memutuskan untuk menikah, maka sampai disitu juga akhir dari marga yang dibawanya dari ayah si perempuan serta marganya ketika sudah menjadi ibu tidak akan diturunkan pada anak yang dilahirkannya, melainkan keturunannya akan mengikuti marga ayahnya (suaminya).
Terkadang orang-orang dapat berpikiran bahwasanya laki-laki dalam suku batak memiliki kekuatan penuh dalam sistem kehidupan batak dan juga mungkin ada beberapa stigma bahwasanya dalam suku batak adanya ketidaksetaraan gender karena peran laki-laki yang terlalu besar dan kuat dibanding perempuan. Meskipun demikian yang terjadi di lapangan, siklus kehidupan batak tetap terjaga dengan baik dan tidak terlalu terlihat ketidaksetaraan gender, meskipun suku batak terkesan keras dan kasar tetapi dilapangan yang terjadi tidak semuanya begitu. Suku batak menganggap semua itu merupakan sebuah kekayaan dan kebanggaan dalam diri mereka, karena hanya suku batak yang memiliki perbedaan tersebut dan suku-suku lain tidak memilikinya. Maka suku batak memiliki prinsip keberagaman menjadi sebuah kekayaan dalam diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H