pembubaran Rumah Ibadah tentu menjadi suatu hal yang tidak asing lagi didengar ditelinga masyarakat banyak pada saat ini. Penolakan ini seringkali dilatarbelakangi dengan alasan tidak adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ataupun karena terkesan mengganggu suasana sekitar dalam beraktifitas sewaktu ibadah sedang dilangsungkan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya kasus yang sampai kepada publik akan hal pembubaran sewaktu ibadah, seperti: Pembubaran ibadah di Kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik, Jawa Timur sewaktu melangsungkan ibadah pada malam hari dari jemaat Gereja GPIB Benowo Surabaya, selanjutnya pembubaran ketika Doa Rosaria yang dilakukan oleh mahasiswa Katholik di kawasan Setu, Tangerang Selatan, dan masih sangat banyak lagi kasus penolakan Gereja/ibadah bagi umat Kristiani selama 5 tahun terakhir ini.
Istilah penolakan, larangan hingga padaMenurut Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945 berbunyi Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Jika ditinjau dari segi aturan atau norma yang ada sudah sah dan sudah seharusnya ada kebebasan bagi umat Kristiani untuk beribadah. Akan tetapi seringkali keadilan itu susah dan jarang ditemukan oleh saudara/i Kristiani yang khususnya bertempat tinggal di Pulau Jawa.Â
Terdapat tokoh yang mungkin sudah seringkali hadir ditengah publik yaitu seorang aktivis Muslim anti radikalisme bernama Abu Janda. Beliau sudah beberapa kali hadir sebagai tokoh yang selalu menjaga persatuan antar umat beragama. Hal tersebut dapat dilihat dari Pembelaan Abu Janda pada penyegelan Gereja GKI di Ciracas. Beliau pernah menyampaikan statement di akun media sosialnya yaitu  Agama Islam itu adalah agama pendatang dari Arab. Agama asli Indonesia itu ialah Sunda Wiwitan, Keharingan, dll. Dan memang arogan mengharmakan tradisi asli, ritual orang dibubarkan, pake kebaya murtad, wayang kulit diharamkan, kalo tidak mau disebut arogan jangan injak-injak kearifan lokal, ujarnya pada 25 Januari yang lalu.Â
Padahal jika dibalikkan dengan keadaan seyogianya agama Muslim berada diposisi agama diluar Muslim pasti akan merasakan sakit, kecewa dan merasa tidak ada keadilan dinegeri ini. Jika dilihat diera saat ini, tindakan seperti itu dapat memicu adanya kericuhan dimasa yang akan datang, pemberontakan dan rasa sakit hati antar umat beragama. Sudah sepatutnya sebagai warga negara yang bijak, dapat menjaga jutaan perbedaan dan dapat saling menjaga serta saling mengayomi perbedaan tersebut khususnya antar umat beragama, supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dimasa yang akan datang serta supaya keharmonisan selalu ada dalam diri masyarakat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H